Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Jumat, 04 September 2015

Direktur PT ATAS Akui Mainkan Pajak, Tapi Tidak Pernah Dapat Kompensasi

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Robert Martin Sitompul terdakwa kasus pengembangan pajak ini menjalani pemeriksaan dalam persidangan yang digelar diruang garuda Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (3/9/2015).

Mantan Direktur PT Anugrah Terus Abadi Sejahtera (PT ATAS) tak menampik jika dirinya telah melakukan permainan pajak dengan cara memanipulasi laporan yang tidak sesuai dengan pendapatan perusahaan.

Pria bertubuh kekar ini mengakui, jika rekayasa laporan pajak perusahaannya tersebut atas petunjuk konsultan pajak PT ATAS, yakni Bowo yang berkantor didaerah Jakarta.

"Kita mengadopsi dari Konsultan Pajak dan memang ada dua buku laporan yang tidak sama, antara pendapatan riil perusahan dengan yang kita laporkan,"jelas terdakwa Robert.

Sementara, alasan rekayasa pajak tersebut dilakukan untuk mendapatkan pasar pemasaran. "Kalau tidak dibuat begini, kami tidak dapat bersaing, karena harga semen kita lebih mahal dari kompetiter,"terangnya.

Pria yang menjabat sebagai Direktur PT ATAS periode 2008 hingga 2012 mengakui tidak pernah mendapat kompensasi atas rekayasa pajak ini. Dia mengaku hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 5 Juta dan Bonus keuntungan perusahaan sebesar 5 persen.

"Yang diuntungkan jelas perusahaan, saya hanya pekerja saja, bukan penanam saham,"katanya menjawab pertanyaan Hakim Ferdinand selaku ketua majelis hakim  saat disinggung apakah turut menikmati hasil pengemplangan pajak tersebut.

Sementara, terkait penghitungan  kerugian negara sebesar Rp 13,8 miliar, terdakwa mengaku hitungan tersebut merupakan hitungan akumulasi yang dilakukan Dirjen Pajak.

Robert mengaku, tidak dapat melakukan penghitungan kerugian secara riil, mengingat saat digerebek semua barang bukti langsung disita oleh penyidik. "Saya tidak dapat menghitung, karena semua BB nya disita, tapi saat diproses hukum, saya sempat protes angka tersebut,"tandasnya.

Diakui Robert, dalam setiap bulannya , perusahaan rata-rata menyetor pajak Rp 5 Juta untuk SPT setiap bulannya. "Itu rutin kita bayar,"lanjutnya.

Sementara, saat ditanya hakim Ferdinandus apakah terdakwa merasa bersalah dalam perkara ini, dengan nada cengengesan, terdakwa menjawab  enteng hingga membuat hakim dan pengunjung sidang tertawa.

"Kalau gak ketahuan ya gak salah, karena ketahuan ya jadi salah,"ujar terdakwa Robert dengan nada gurau.

Persidangan ini akan kembali dilanjutkan pada hari Senin (7/9) mendatang dengan agenda pembacaan surat tuntutan Jaksa.

Seperti diketahui,perbuatan terdakwa dilakukan sejak Januari 2009 hingga Desember 2010. Akibat perbuatan terdakwa yang melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang tidak didasarkan pada transaksi penjualan yang sebenarnya negara mengalami kerugian Rp 13,8 miliar.

Modus terdakwa mengemplang pajak yaitu dengan pada 2009, perusahaan PT ATAS melapor telah melakukan transaksi dengan 37 perusahaan. Kemudian pada 2010 melakukan transaksi dengan 44 perusahaan. Transaksi itu, di antaranya adalah jual beli semen merk Bosowa.

Lantas Terdakwa membuat laporan transaksi jual-beli yang menimbulkan adanya PPN (pajak pertambahan nilai). Sehingga, kewajiban pembayaran pajak oleh perusahaan tersebut banyak menyusut atau berkurang yang menyebabkan negara mengalami kerugian.

Namun setelah petugas PPNS Pajak melakukan penelusuran ditelusuri, akhirnya terungkap bahwa laporan itu merupakan transaksi fiktif. Hal itu diketahui setelah PPNS Pajak melakukan kroscek ke perusahaan-perusahaan yang disebutkan telah melakukan transaksi. Hasilnya, perusahaan-perusahaan itu menyatakan tidak pernah bertransaksi dengan perusahaan milik tersangka ini, sebagaimana dalam laporan tersebut.

Atas perbuatannya tersebut,  terdakwa Robert didakwa melanggar pasal 39 ayat (1) huruf d UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman minimal 2 tahun penjara. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar