Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Minggu, 20 Desember 2015

Ketua PN Dituding Tilep Aset Negara Rp 210 Miliar

Tanah  Milik Negara, Bakal Dieksekusi Demi Mafia Tanah


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Penetapan Eksekusi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, bernomor 10/EKS/2014/PN.Sby Jo nomor 337/Pdt.G/2010/PN.Sby, yang dikeluarkan 9 Juli 2015 lalu, bakal berbuntut panjang.

Penetapan Ketua PN Surabaya terkait pelaksanaan eksekusi tanah negara eks BTKD Kelurahan Manyar Sabrangan seluas 82.930 meter persegi yang diruislag atau tukar guling dikawasan jalan Merr Kelurahan Semolowaru Surabaya itu, dituding sebagai upaya konspirasi untuk menilep aset negara.

Dugaan upaya konspirasi antara ketua PN dengan pemohon eksekusi ini, disampaikan oleh Eduard Rudy dan O’Od Chrisworo dari Kantor Hukum Bejana Law Office.

Menurut mereka, permasalahan baru bakal muncul, apabila ketua PN tetap ngotot memerintahkan juru sitanya untuk melakukan eksekusi terhadap lahan tersebut. Pasalnya, diatas luas lahan yang bakal dieksekusi
tersebut, terdapat aset milik negara berupa lahan seluas 7.482 meter
persegi.

Aset negara yang merupakan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) Kelurahan Manyar Sabrangan itu senilai Rp 210 miliar. Nilai itu dihitung atas asumsi pasaran harga tanah dikawasan itu, yang saat ini mencapai Rp 30 juta per meternya.

O’Od menjelaskan, dengan mengeluarkan penetapan eksekusi, ketua PN telah melegitimasi upaya ahli waris Abdul Fatah (pemohon eksekusi, red) untuk mencaplok aset negara. Padahal, pengajuan eksekusi
tersebut, didapatkan dari menangnya hasil gugatan perdata pemohon, yang dalam proses hukumnya diduga dilakukan dengan cara-cara curang.

Menurut O’Od, cara-cara curang itu antara lain dengan mencantumkan alamat para tergugat yang tidak sesuai dengan domisilinya. Sehingga para tergugat tidak menghadiri persidangan, hingga gugatan itu
dimenangkan oleh Abdul Fatah sebagai Penggugat.

“Abdul Fatah juga pernah menggugat dirinya sendiri untuk memuluskan rencananya. Fatah sebagai Direktur PT Pondok Permata menggugat perusahannya sendiri,” tambah O’od pada kabar progresif.com..

Sementara menurut Eduard Rudy, Untuk menganjal upaya eksekusi tersebut, saat ini pihaknya telah melakukan gugatan balik terhadap pemohon eksekusi di PN Surabaya. Namun sepertinya, upaya itu belum bisa untuk menghentikan proses eksekusi.

Pasalnya, juru sita PN Surabaya, rencananya tetap melakukan eksekusi pada Selasa (22/12) mendatang. Eksekusi tetap dilakukan ditengah proses penanganan hukum terhadap gugatan balik yang diajukan mereka
sedang berjalan persidangannya di PN Surabaya.

“Saya juga heran, kenapa Ketua PN ngotot untuk memerintahkan eksekusi. Padahal masih banyak fakta dan data yang harus dipertimbangankan terlebih dahulu. Terlebih kasus ini juga sudah ditangani polisi,”ujar Eduard Rudy.

Kecurangan yang dilakukan Abdul Fatah diawali dengan penjualan tanah sesuai petok D no 867, oleh Fatah ke PT Sinar Galaxi pada 1984 silam. Selanjutnya, oleh PT Sinar Galaxi, petok 867 dan beberapa petok lainnya, diserahkan ke pemerintah sebagai kompensasi tukar guling.

Lalu petok 867 dan beberapa petok lainnya itu, oleh pemerintah dilebur kedalam satu petok yaitu petok no 1025. Namun, beberapa tahun kemudian, Fatah mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas petok 867 yang sebelumnya sudah dijualnya.

Upaya Fatah berjalan mulus, karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) meloloskan pengajuan Fatah dan menerbitkan SHM bernomor 3512 atas petok 867 itu.

Tak hanya itu, terdapat kejanggalan lain, yaitu petok 867 juga masuk kedalam SHGB no 1652 yang telah dilakukan ikatan jual beli dihadapan notaris Hendrika Suwarti Sugiono antara ahli waris Abdul Fatah dengan
PT Pondok Permata Estate, Maret 2002 silam.

Selain itu,  mereka juga mengatakan, berdasarkan laporan polisi bernomor LP: LI/25/VIII/2015/Satreskrim, sebenarnya dugaan pencaplokan aset negara ini sudah ditangani oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya.

“Kita juga sudah mengirim surat ke Kapolrestabes Surabaya agar dugaan kasus korupsi yang berpotensi merugikan negara ini, penyelidikannya tidak dihentikan,” ujarnya.

Dalam suratnya, mereka juga akan membantu polisi dengan memberikan tambahan data dan informasi pendukung terkait proses penanganan hukum kasus ini.

Eduard Rudy dan O'od Chrisworo adalah kuasa hukum dari Nanik Widjaya dan Tjahjono Sutjipto.

Permasalahan ini muncul lantaran lahan kliennya diakui milik Abdul Fatah. Padahal lahan yang dibeli Nanik berada jauh dari lokasi tanah Abdul Fatah. Sedangkan Tanah itu dibeli Nanik dari PT Abadi Putra Utama (APU).

Untuk bisa menguasai tanah tersebut, Pada 2010 lalu,  Abdul Fatah menggugat Nanik dan Tjahjono ke PN Surabaya. Dengan tidak mencantumkan domisili Nanik dan Tjahjono yang tidak sebenarnya, Abdul Fatah pun memenangkan gugatannya hingga ke tingkat kasasi pada 2012 lalu.

Dalam gugatannya, Abdul Fatah mencantumkan domisili  alamat Nanik dan Tjahjono  di Jalan Pemuda  17 Probolinggo dan tidak diketahui alamatnya,  Padahal mereka beralamat di Jalan Letjend Suprapto 62 Probolinggo dan Manyar Tirtomoyo VII Nomor 11 Surabaya.

Atas pencantuman alamat palsu dalam gugatan itulah, Nanik dan Tjahjono melalui Bejana Law Office melaporkan ke Polda Jatim. Alhasil, Polda pun menetapkan Abdul Fatah sebagai tersangka.

Selain Abdul Fatah, Mereka juga melaporkan Pengacara Abdul Fatah yakni Ahmad Taufik.  Selain melaporkan membuat keterangan Palsu, Advokat Ahmad Taufik juga dilaporkan telah merekayasa perkara dengan menghadirkan saksi palsu dalam persidangan perdata nomor 337/Pdt.G/2010/PN.Sby.

Kedua saksi itu adalah Sarko dan Misron. Keduanya memberikan keterangan bahwa perolehan tanah yang dimiliki Nanik dan Tjahjono berasal dari PT Pondok permata.

"Tapi begitu ditetapkan tersangka, Abdul Fatah meninggal dunia tapi kasus laporan advokat Ahmad Taufik tetap lanjut,"terang Eduard Rudy.

Nah, ditengah pidana itu, ahli waris dari Abdul Fatah  mengajukan permohonan eksekusi ke PN Surabaya.

Berdalih perkaranya telah incracht atau memiliki kekuatan hukum tetap, PN Surabaya pun beberapa waktu lalu memerintahkan juru sitanya untuk melakukan eksekusi. Tapi pelaksanaan eksekusi itu gagal dilakukan, Lantaran pihak BPN meminta penundaan karena batas tanah yang dieksekusi tidak jelas. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar