Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 12 April 2017

Penasehat Hukum Djarwo : Saksi yang Dihadapkan Belum Membuktikan Dakwaan Jaksa



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sidang kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Djarwo Surjanto dan Mieke Yolanda kembali digelar pada Rabu (12/4) di PN Surabaya. Ketua Majelis Hakim Maxi Sigerlaki membuka sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU pukul 11.00.

JPU menghadirkan enam saksi masing-masing dua anggota Polri yaitu Farouk Haiti dan Marudut Hutadaeng, Edi Waluyo pengguna jasa EMKL, pengusaha importir Shidqi Taufik Abdullah dan Faisal Yanuar Efendi  dua pengusaha importir, dan Elisa Purnawati petugas Balai Karantina Surabaya.

Saksi Marudut Hutadaeng yang pertama dimintai kesaksiannya mengatakan bahwa PT Akara Multi Kreasi (AMK) tidak berhak melakukan kegiatan di Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS). Sehingga transaksi yang dilakukan dikategorikan sebagai pungli atau pemerasan.

"PT Akara hanya penyewa lahan dari Pelindo III . Karena itu biaya penarikan yang dilakukan PT Akara untuk bongkar muat, membuka pintu peti kemas dan jasa layanan pendukung lainnya adalah pungli," urai Marudut.

Terkait dakwaan aliran uang, saksi mengaku mendapatkan informasi berdasarkan pengakuan tersangka Agusto bahwa terdakwa Mieke Yolanda membawa ATM atas nama Agusto.

"ATM Mandiri atas nama Agusto disimpan dan dipakai oleh Mieke Yolanda," katanya. Namun JPU menunjukkan buku rekening dan ATM BCA bukan Mandiri.

Saat majelis bertanya apakah saksi mengetahui uang yang ada di dalam rekening tersebut dibelanjakan di mana dan berapa kali, saksi menjawab tidak tahu.

"Saya tidak tahu pasti berapa kali dipakai belanja, saya hanya ingat dua kali," ungkapnya.

Sudiman Sidabuke, penasehat Hukum Djarwo Surjanto mengatakan, saksi yang dihadirkan JPU adalah saksi penangkap, bukan saksi fakta.

"Padahal yang dibutuhkan di pengadilan adalah fakta untuk pembuktikan," ungkapnya. Sudiman juga mengatakan bahwa semua keterangan yang disampailan saksi belum membuktikan adanya pemerasan.

"Artinya, dakwaan pertama mengenai pemerasan belum terbukti. Klien kami sejak awal menyatakan itu tidak pernah terjadi," kata dia. Pihaknya akan menunggu kesaksian dari saksi fakta yang akan dihadirkan di persidangan untuk membuktikan adanya pemerasan sebagaimana dakwaan JPU.

Sementara saksi lainnya dari Polri Farouq Haiti lebih banyak memberikan kesaksian perihal proses awal mula masuknya laporan dugaan pemerasan oleh PT Akara sampai diterbitkannya SPDP disertai penetapan tersangka.

Untuk diketahui, kasus  ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Mabes Polri terhadap Direktur PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea, awal November 2016. Augusto adalah rekanan PT Pelindo III itu ditangkap saat diduga mengambil uang pungli dari importir.

Uang pungli juga dirasakan  pejabat Pelindo III Surabaya. Atas pengakuan itu, penyidik akhirnya bergerak dan menggeledah ruang kerja Direktur Operasional Pelindo III, Rahmat Satria.

Kasus ini akhirnya melebar ke mantan Direktur Utama PT Pelindo III, Djarwo Surjanto, dan istrinya, Mieke Yolanda.

Pungli ini diduga berjalan sejak 2014 hingga 2016 dan memperkaya para terdakwa hingga miliaran rupiah. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar