Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 02 Mei 2017

Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi Pengusaha Dalam Kasus Korupsi Pasar Madiun



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Persidangan kasus korupsi yang menjerat Mantan Bupati Madiun, Bambang Irianto kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (2/5/2017).

Ada empat orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Empat saksi itu adalah Harsono Lupito (PT Bumi Pembangunan Pertiwi), Suharyono (Kepala PT Lince Romali Raya Cabang Surabaya), Jamhadi (PT Tata Bumi Raya) dan Ferry Susanto (pemilik toko UD Besi Remaja).

Saksi Harsono didengarkan keterangannya terlebih dahulu. Dalam sidang, Harsono mengaku dihubungi terdakwa untuk memasok material bangunan dalam proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM).

"Pada awal 2011 saya dihubungi oleh Pak Bambang,"terangnya

Saksi Harsono mengaku sempat ragu dengan penanggung jawab pengadaan proyek tersebut. Dia semakin yakin mensuplai semua material dalam proyek PBM itu karena ada jaminan dari terdakwa.

"Saya yakin karena semua nota-nota atas nama Pak Bambang,"sambungnya.

Sementara saksi Suharyono membenarkan adanya pengurusan dana retensi yang nilainya 5% dari nilai proyek. Atau sekitar Rp 3,37 miliar melalui dirinya. Hal itu dilakukan ketika dia menggantikan posisi direktur PT LRR yang lama, Berry Simson.

"Saat itu saya dipanggil Pak Bambang untuk pembahasan pencairan dana retesi,"terang saksi Suharyono.

Usia pencairan uang, saksi Suharyono melapor ke Purwanto (mantan Kadis PU) dan BI. Dari pertemuan itu, disepakati uang untuk Ali Fauzi diserahkan ke BI. Padahal, menurut keputusan pengadilan perdata, dana retensi itu harusnya dibagi kepada tiga pihak. Yaitu M Ali fauzi (mantan mendapat jatah Rp 2,26 Miliar, PT Tata Bumi Raya Rp 740 juta dan Berry Simson sebesar Rp 280 juta.

Selain itu, saksi Jamhadi menceritakan bagaiamana awal dia bertemu Musa Supriyanto (mantan direktur PT LRR) sampai keterlibatan dirinya sebagai sub kontraktor PT LRR dalam pembangunan PBM.2009.

 "Maret 2011 tanda tangan kontrak sebagai sub kontraktor,"terangnya.

Terkait uang retensi, Jamhadi mengaku sebenarnya uang itu lebih kecil daripada utang PT LRR kepada pihaknya. Utang PT LRR lebih besar, sekitar Rp 1,79 miliar. Tapi putusan pengadilan hanya 740 juta. Parahnya, uang yang diterimanya hanya Rp 627 juta.

"Dipotong lagi untuk biaya keamanan, kebersihan, dan lain-lain," jelasnya.

Saksi Terakhir adalah Ferry Susanto pemilik toko bangunan UD Besi Remaja itu mengaku kenal Bambang sejak sebelum menjadi wali kota.

"Ketika bangun rumah, pak BI sudah sering beli material ke kami, jadi sudah biasa saja," terangnya.

Termasuk dalam proyek pembangunan PBM. Seringkali orang proyek datang dan membeli bahan bangunan. Namun, dia mengaku dirinya tidak ikut tender pembangunan PBM. Juga tidak mengenal kontraktor yang membangun. Hanya saja, kontraktor tersebut membeli material di tokonya.

"Itu saja hanya kecil-kecil nilainya," terangnya. Sempat juga, BI yang membeli dan melakukan pembayaran langsung.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyinggung terkait upeti yang diberikan kepada BI. Sekitar pertengahan 2013, Ferry berencana membangun hotel Amaris di Jl Kalimantan, Kota Madiun. Nah, untuk pembangunan hotel bintang dua itu, Ferry mengaku membayar sebesar Rp 150 juta. Alasannya untuk biaya perinjinan.

"Saat itu saya dipertemukan kepala dinas terkait," ujarnya.

Tidak hanya itu, ada biaya tambahan yang diminta BI. Jumlahnya bahkan lebih besar. Yaitu Rp 250 juta. Kali ini, latar belakangnya tidak jelas. "Sebenarnya saya cuma bawa Rp 200 juta, tapi katanya pak BI uang itu kurang Rp 50 juta, saya setorkan hari itu juga," bebernya.

Menanggapi keterangan keempat saksi, kuasa hukum terdakwa, Indra Priangkasa menganggap keterangan Harsono justru menguntungkan kliennya. Karena membuktikan bahwa Bambang benar-benar memberikan penyertaan modal sekitar Rp 4 miliar. Bahkan, Suharsono hanya mau mensuplai kalau ada jaminan dari Bambang.

"Kalau tidak ada suplai material, siapa yang mau melanjutkan?" Tanyanya.

Dia juga berkilah bahwa uang Rp 150 juta untuk perijinan sudah dilakukan secara transparan. Di depan para kepala dinas dan pejabat terkait. Namun, Indra menolak menjelaskan tentang upeti Rp 250 juta yang diberikan Ferry.

"Itu saya tidak tahu, tanyakan langsung saja kepada terdakwa," pungkasnya. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar