Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 22 November 2017

Digusur Sepihak, Pedagang Botol Bekas Bongkaran Tuntut Keadilan


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sekitar 50 pedagang botol bekas yang berjualan di Jalan Bongkaran Surabaya menggelar unjuk rasa menuntut keadilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, karena selama seminggu ini lapak-lapak mereka dibongkar tanpa ada tempat relokasi yang jelas.

Padahal, mereka telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1970-an. Dalam aksinya, para pedagang membawa sejumlah poster yang bertuliskan : Kami butuh solusi bukan arogansi, perut kami lapar anak kami butuh biaya, kami menuntut keadilan dan wakil rakyat harus segera bertindak.


Perwakilan pedagang, Fauzi mengatakan, pembongkaran dilakukan Satpol PP. Hingga saat ini para pedagang masih bertahan di lokasi, karena sebelumnya pada tahun 2012 sudah ada kesepakatan antara pedagang, kalangan DPRD dan Satpol PP yang isinya, pedagang boleh berjualan asalkan merapikan dagangannya, tidak boleh menginap dan menetap sembari menunggu relokasi.

“ Ini relokasi belum ada Satpol PP sudah membongkarnya,” tegasnya dengan nada kecewa

Fauzi berharap ada win-win solution dalam menyelesaikan masalah pedagang yang berjualan di Jalan Bongkaran. Untuk itu, pedagang telah mengirim surat pengaduan ke Komisi A DPRD Surabaya, 27 Oktober 2017. Namun menurutnya hingga kini belum ada jawaban.

“Kami berharap bisa duduk bersama difasilitasi DPRD Kota,” katanya rabu, (22/11/2017).


Sugianto, pedagang lainnya, menduga pembongkaran dilakukan karena ada permintaan dari pertokoan yang ada di sekitarnya, Pembongkaran tak hanya lapak pedagang, namun juga tembok pembatas antara sempadan jalan dengan pertokoan. Dengan dibongkarnya dinding pembatas, area toko menjadi lebih luas.

“Makanya, ada indikasi (permintaan pembongkaran) dari pertokoan,” paparnya.

Sugianto mengaku, sejak pembongkaran lapak-lapak dan pagar pembatas menyebabkan para pedagang kesulitan berjualan. Padahal, mereka juga harus memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau perut lapar gak bisa diulur-ulur,” tegasnya.

Para pedagang botol bekas menceritakan, sebenarnya di tahun 1970-an, saat para orang tua mereka berjualan di kawasan tersebut telah membayar iuran ke pemerintah kota. Hanya saja, sejak berdirinya pertokoan di belakang lapak para pedagang, sudah tak ada lagi.

“Dulu bayar ke Kotamadya, waktu itu pembantu walikota. Cuma, kuitansinya sudah hilang” paparnya.

Bahkan menurut mereka, sejak berdiri pertokoan, para pedagang juga sempat ditawari sejumlah kompensasi dari pemilik pertokoan agar mereka pindah ke tempat lain.

“Tapi waktu itu, kami tolak, karena kami butuh tempat,” tandas Sugianto.

Para warga juga menyampaikan, bahwa area pertokoan tersebut dulunya adalah kantor PT KAI. Namun, mereka tidak mengetahui pasti, proses peralihan kantor KAI menjadi pertokoan. (arf)

0 komentar:

Posting Komentar