Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Kamis, 03 Mei 2018

Di Hadapan Hakim, Dirjen Hubla Akui Bersalah


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan nonaktif Antonius Tonny Budiono akhirnya mengaku bersalah menerima suap.

Hal itu disampaikan Tonny saat menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Meski demikian, Tonny berupaya meyakinkan majelis hakim, dirinya sejak awal tidak berniat mencari keuntungan dari tindak pidana korupsi.

"Saat ini menjadi pesakitan, terdakwa karena melanggar hukum negara, sumpah jabatan, dan pakta integritas yang seharusnya tidak saya lakukan. Saya minta maaf pada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, tidak lupa kepada anak, menantu, dan cucu saya," ujar Tonny.

Menurut Tonny, selama 31 tahun mengabdi sebagai penyelenggara negara, dirinya telah banyak berbuat untuk kebaikan. Misalnya, menertibkan Direktorat Perhubungan Laut dari berbagai permainan curang.

Ia juga berupaya mempermudah pelayanan masyarakat dan berusaha mempercepat pembangunan nasional.

"Memang saya akui saya menerima pemberian uang orang lain, tapi, bukan karena saya menyalahgunakan jabatan," kata Tonny.

Mengenai penerimaan gratifikasi yang didakwa kepadanya, Tonny mengaku khilaf menerima pemberian dari pihak lain.

"Pemberian itu bukan tujuan saya. Berharga atau tidak, apalagi sebagai oleh-oleh, saya tidak memikirkan nilainya, sehingga terjebak begitu saja di mes tempat saya tinggal, bersama dengan pakaian kotor maupun yang belum disetrika," kata Tonny.

Tonny dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia juga dituntut membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Tonny dinilai jaksa terbukti menerima suap Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.

Uang itu diberikan terkait proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016.

Selain itu, uang Rp 2,3 miliar itu diberikan karena Tonny telah menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten.

Kemudian, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Tanjung Emas Semarang, yang pengerukannya dilakukan oleh PT Adhiguna Keruktama.

Selain itu, menurut jaksa, Tonny juga terbukti menerima gratifikasi berupa uang Rp 5,8 miliar. Kemudian, Uang 479.700 dollar Amerika Serikat, 4.200 Euro, 15.540 Poundsterling, 700.249 dollar Singapura, dan 11.212 Ringgit Malaysia. Kemudian, barang-barang berharga senilai Rp 243 juta. Selain itu, uang Rp 300 juta yang sudah terpakai habis. (rio)

0 komentar:

Posting Komentar