Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 18 Juli 2018

Kasus Suap PLTU Riau-1, KPK Jadwalkan Pemeriksaan Idrus Marham dan Sofyan Basir


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Setelah menggeledah delapan lokasi sejak Minggu (15/7/2018), hingga Selasa (17/7/2018) dini hari terkait kasus dugaan korupsi dalam kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan Menteri Sosial RI Idrus Marham dan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Sofyan Basir.

“Besok, Kamis (19/7/2018), dan Jumat (20/7/2018) direncanakan pemeriksaan saksi Idrus Marham dan Sofyan Basir,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Rabu (18/7/2018).

KPK, kata Febri, telah menyampaikan surat panggilan tersebut kepada pihak yang bersangkutan secara baik dan patut.

Ia berharap para saksi-saksi sanggup memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangan terkait kasus yang sedang ditanganinya tersebut.

“Kami percaya para saksi akan memenuhi panggilan KPK. Para saksi ini dibutuhkan keterangannya tentang apa yang ia ketahui terkait perkara yang sedang kami proses ini,” kata Febri.

Sebelumnya, KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

KPK juga menetapkan Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.

KPK telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.

Pada Jumat (13/7/2018) siang, tim penindakan KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Audrey Ratna Justianty kepada Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.

Audrey merupakan sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo. Sedangkan Tahta adalah staf sekaligus keponakan Eni Maulani Saragih.

Menurut KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt itu.

Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus. (rio)

0 komentar:

Posting Komentar