Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 Oktober 2021

Korupsi Bimtek Fiktif, Kejari Kuantan Singingi Tahan Kadis ESDM Pemrov Riau


KABARPROGRESIF.COM: (Kuantan Singingi) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, Indra Agus Lukman ditetapkan tersangka dan langsung ditahan. Alimnus IPDN itu diduga korupsi bimbingan teknis (Bimtek) fiktif Rp500 juta.

"Hari ini Kadis ESDM Riau inisial IAL kita tetapkan tersangka dan langsung ditahan," ujar Kepala Kejari Kuantan Singingi, Hadiman, Selasa (12/10).

Menurut Hadiman, pihaknya tidak sembarangan menetapkan seseorang jadi tersangka. 

Sebab, sebelumnya penyidik Kejari Kuansing sudah memeriksa sejunlah saksi dan menemukan alat bukti keterlibatan Indra Agus saat menjadi pejabat di Pemkab Kuantan Singingi.

"Ini pemeriksaan kedua kalinya terhadap IAL. Beberapa saksi juga sudah kita periksa," ucap Hadiman.

Hadiman menjelaskan, pemeriksaan pertama Indra Agus mengaku tak enak badan dan minta izin pulang. 

Lalu jaksa mengagendakan pemeriksaan kedua, dan langsung melakukan penahanan.

"Pemeriksaan oleh penyidik 2 kali sebagai saksi. Pertama sakit saat diperiksa, hari ini Pukul 09.00 Wib hadir lagi pemeriksaan. Lalu kita tetapkan sebagai tersangka pukul 14.30 Wib," tegas jaksa terbaik nomor 3 se Indonesia ini.

Hadiman mengatakan, pemeriksaan Indra dilakukan setelah Kejaksaan menerima laporan dugaan korupsi dari masyarakat. Menurutnya, ada bimbingan teknis pertambangan dari Dinas Pertambangan dan ESDM Kuantan Singingi ke Bangka Belitung pada periode 2013-2014.

Indra Agus saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Kuantan Singingi. Kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp500 jutaan itu terjadi pada 2014.

Kegiatan bimtek itu terbukti fiktif lewat putusan bersalah terhadap mantan Bendahara Pengeluaran Dinas Pertambangan dan ESDM Kuansing, ED, dan mantan PPTK di Dinas Pertambangan dan ESDM Kuantan Singingi, AR.

"Kegiatan fiktif Rp500 jutaan. Saat itu IA menjabat Kepala Dinas ESDM Kuansing," pungkasnya.

Korupsi Dana Covid-19, Kejari Kabupaten Pekalongan Tetapkan Dua Tersangka


KABARPROGRESIF.COM: (Pekalongan) Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, menetapkan dua terduga pelaku korupsi dana bantuan Covid-19 dari Kementerian Agama RI tahun 2020 sebesar Rp713 juta.

Kedua tersangka itu, berinisial KNN dan IKH. Mereka berdua adalah Ketua dan Sekretaris Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah Awaliyah (FKDT) Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Menurut Kajari Kabupaten Pekalongan, Abun Hasbullah Syambas dalam keterangan resminya di Jakarta mengungkapkan ihwal perkara dugaan korupsi atas nama tersangka KNN dan IKH.

Pada tahun 2020 Kantor Kementerian Agama RI mengalokasikan dana bantuan Covid-19 sebesar Rp10 juta untuk tiap Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin) di Kabupaten Pekalongan yang langsung dikirimkan ke rekening masing-masing TPQ dan Madin.

“Penggunaan uang tersebut diduga terjadi “pengkondisian” karena dikelola Pengurus Badan Koordinasi (Badko) TPQ dan pengurus FKDT tingkat Kabupaten serta dibelanjakan diantaranya, handsanitizer, desinfektan, masker dan thermo gun, lampu ultraviolet, face shield pada satu tempat yang sama,” kata Abun, Senin (11/10/2021).

Dalam pelaksanaannya ada sejumlah 155 lima TPQ yang oleh Saudara KNN tidak dibelanjakan ke CV. Ants Power namun kepada Indiebroidery sejumlah Rp150 juta dari dana yang dihimpun sebesar Rp417.825.000. Sehingga ada selisih yang dianggap sebagai keuntungan dari Saudara KNN sebesar Rp262.235.000.

Selisih uang tersebut, sambung Abun, kemudian digunakan untuk kepentingan wisata religi dan sisanya untuk tersangka KNN dan pengurus FKDT Kabupaten Pekalongan.

Ditambahkannya, selain itu juga terdapat dana yang terkumpul sebesar pungutan kepada Madin dan TPQ yang memesan lewat tersangka KNN sebesar Rp201 juta meskipun kemudian uang dikembalikan.

Setelah dana bantuan Covid-19 tersebut dicairkan oleh masing-masing Lembaga Madin dan TPQ kemudian oleh tersangka KNN bersama dengan tersangka IKH dilakukan pemotongan untuk infaq atau iuran sebesar Rp500 ribu tiap lembaga dengan total sebesar Rp248 juta lebih.

Selain itu, tambah Abun, Tim Penyidik Pidus Kejari Kabupaten Pekalongan telah menyita uang sebesar Rp246 juta.

“Akibat perbuatan kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001,” pungkas Abun.

Senin, 11 Oktober 2021

Suap Proyek 129 Miliar, KPK Periksa 4 Anggota DPRD Muara Enim


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap 4 anggota DPRD Muara Enim terkait kasus dugaan suap 16 paket proyek perbaikan jalan senilai Rp 129 miliar di Dinas PUPR setempat.

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penyidik kembali melakukan pemeriksaan terhadap saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019 untuk tersangka ARK dan lainnya.

Adapun yang diperiksaa kali ini, yakni berinisial KAS, MAR, VER, dan SAM. Keempatnya merupakan anggota DPRD Muara Enim.

"Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan di Kejati Sumsel," kata Ali Fikri, Senin (11/10).

Seperti diketahui, KPK sebelumnya telah menetapkan 10 orang anggota DPRD Muara Enim sebagai tersangka. Yakni berinisial IG IC AYS ARK, MS,MD MH FR SB dan PR.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan dalam perkara di Dinas PUPR Muara Enim ini sebelumnya sudah ada 5 orang yang dijerat dan perkaranya sudah diputus pengadilan. 

Serta satu orang lagi berinisial J masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

Kemudian, setelah dilakukan pengumpulan data dan informasi serta ditemukannya bukti permulaan yang cukup, serta ditambah dengan fakta hukum selama proses persidangan dalam perkara awal maka KPK kembali melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada September 2021.

Menurutnya, 10 Anggota DPRD ini diduga turut menerima aliran dana suap atau fee proyek dari kontraktor Robi Okta Fahlevi untuk meloloskan perusahaannya sebagai pemenang lelang pengerjaan proyek.

Kejati Sumsel Limpahkan Berkas Dua Tersangka Korupsi Pembangunan Turap RS Kusta


KABARPROGRESIF.COM: (Palembang) Berkas dua tersangka kasus korupsi pada pembangunan turap penahan tanah rumah sakit (RS) Kusta, dr Rivai Abdullah Kabupaten Banyuasin, Sumsel tahun anggaran 2017, dinyatakan lengkap dan telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (11/10/2021).

Dua tersangka yakni, Junaidi selaku Direktur PT Palcon Indonesia dan Rusman selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga merupakan oknum ASN RS Kusta sebagai Kasubag Rumah Tangga.

Kejaksaan Tinggi Sumsel membawa dua bal berkas dengan tebal mencapai 60 cm, dan diserahkan di PTSP Pengadilan Tipikor Palembang.

Dikonfirmasi pada Kasi Penuntutan Bidang Pidsus Kejati Sumsel Naimullah SH MH mengatakan, pihaknya resmi telah melimpahkan berkas perkara dua tersangka dugaan korupsi proyek penimbunan turap penahanan sungai oleh PT Palcon Indonesia pada Rumah Sakit Kusta dr. Rivai Abdullah.

Dijelaskannya, proyek tersebut bersumber dari APBN tahun anggaran 2017 dengan nilai pagu sebesar kurang lebih Rp12 miliar.

Yang mana dalam pelaksanaannya terjadi pengurangan volume pada bangunan, yang saat ini juga belum selesai, sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 4 miliar lebih.

"Berkas perkara dua tersangka sudah dinyatakan lengkap dan hari ini, kita telah resmi melimpahkan ke Pengadilan Tipikor Palembang. Akibat dari dugaan tindak pidana korupsi tersebut, pembangunannya hingga saat ini belum selesai, sehingga negara mengalami kerugian sebesar Rp 4 miliar lebih

Atas perbuatannya, kedua tersangka diancam sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1), pasal 3 UU No.20 tahun 2001 perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana.

Sabtu, 09 Oktober 2021

Eks Kadispar Buleleng Divonis Ringan, Jaksa Banding


KABARPROGRESIF.COM: (Buleleng) Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng memutuskan melakukan banding terhadap perkara korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sektor pariwisata di Kabupaten Buleleng.

Jaksa mengajukan banding karena hukuman penjara dan uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim, dirasa belum sesuai.

Jaksa menyatakan banding pada panitera di Pengadilan Tipikor Denpasar, pada pukul 10.00 pagi kemarin (8/10).

Rencananya jaksa akan menyerahkan memori banding ke Pengadilan Tipikor Denpasar dalam kurun waktu 14 hari mendatang.

Humas Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng Anak Agung Jayalantara mengatakan, tim JPU telah mempelajari putusan yang dibacakan majelis hakim beberapa waktu.

Setelah mempelajari putusan tersebut, JPU berpendapat ada beberapa perbedaan pandangan antara jaksa dan majelis hakim.

Khusus untuk terdakwa Ni Nyoman Ayu Wiratni, Putu Budiani, Putu Sudarsana, Kadek Widiastra, I Nyoman Sempiden, I Nyoman Gede Gunawan, dan I Gusti Ayu Maheri Agung, jaksa berpendapat sanksi pidana penjara yang diberikan terlalu rendah.

Majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 tahun penjara. Sementara dalam berkas tuntutan, JPU mengajukan tuntutan berbeda.

Untuk terdakwa Ni Nyoman Ayu Wiratni dan I Nyoman Gede Gunawan, JPU sempat mengajukan tuntutan selama 2 tahun penjara.

Sedangkan untuk terdakwa Putu Budiani, Putu Sudarsana, Kadek Widiastra, I Nyoman Sempiden, dan I Gusti Ayu Maheri Agung, JPU mengajukan tuntutan hukuman 3 tahun penjara.

Ditambah lagi JPU menuntut para terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya berbeda-beda.

“JPU berpendapat para terdakwa yang dijatuhi hukuman satu tahun penjara, pidananya terlalu rendah. Sehingga penuntut umum memutuskan mengajukan banding,” jelas Jayalantara kepada Jawa Pos Radar Bali.

Khusus terdakwa Made Sudama Diana, JPU dapat menerima sanksi pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim.

Dari tuntutan 4 tahun penjara, majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan.

Meski begitu, JPU tetap mengajukan banding untuk berkas perkara terdakwa Made Sudama Diana.

JPU memiliki perbedaan pandangan soal hukuman uang pengganti yang dijatuhkan oleh majelis hakim.

Dalam putusannya, majelis hakim menghukum terdakwa Sudama Diana membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp 7.896.416 subsidair 1 tahun penjara.

Jaksa berpendapat nominal itu masih jauh dari perhitungan tim penuntut umum.

Dalam berkas tuntutan, JPU sempat meminta majelis hakim menghukum terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp 131.285.622 subsidair 2 tahun penjara.

“Ada perbedaan persepsi soal uang pengganti kerugian negara. Karena ada uang rekanan yang juga menjadi bagian dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa. Kami berharap angka kerugian negara ini bisa dihitung ulang oleh hakim tinggi,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Denpasar telah menjatuhkan vonis terhadap para ASN di Dinas Pariwisata Buleleng yang melakukan korupsi pada dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sektor pariwisata pada tahun 2020.

Dalam perkara tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian sebanyak Rp 783 juta.

Terdakwa I Made Sudama Diana yang mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, dijatuhi hukuman 2 tahun dan 8 bulan penjara, denda Rp 50 juta subsidair 4 bulan penjara, dan membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp 7.989.416 subsidair 1 tahun penjara.

Sementara tujuh terdakwa lainnya divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 4 bulan penjara. Para terdakwa itu adalah Ni Nyoman Ayu Wiratni, Putu Budiani, Putu Sudarsana, Kadek Widiastra, I Nyoman Sempiden, I Nyoman Gede Gunawan, dan I Gusti Ayu Maheri Agung.

Terima Suap Rp4 Miliar, Juarsah Bupati Muara Enim Nonaktif Dituntut 5 Tahun Penjara


KABARPROGRESIF.COM: (Palembang) Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah dituntut hukuman 5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (8/10). 

Selain kurungan badan, Juarsah juga dikenakan denda Rp300 juta subsider 6 bulan.

JPU KPK Ricky Benindo Magnaz dalam tuntutannya mengatakan, terdakwa terbukti menyalahi aturan tindak pidana korupsi dengan menerima uang fee pengerjaan proyek jalan dengan total Rp4 miliar.

"Terdakwa Juarsah juga diminta mengembalikan kerugian negara Rp4 miliar karena dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi. Kalau tidak diganti akan dikenakan tambahan pidana satu tahun," katanya, Jumat (8/10/2021)

Dalam fakta persidangan, Juarsah yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Muara Enim menerima uang dari kontraktor atau Direktur PT Enra Sari selaku pemenang lelang pembangunan 16 paket proyek jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Sejak awal, terpidana Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim 2018-2019 meminta Dinas PUPR untuk mencarikan kontraktor yang berani membayar fee di awal pengerjaan sebesar 15 persen dari nilai proyek sekitar Rp129 miliar.

Adapun dari keterangan para terpidana, Elfin Mz Muchtar, Ramlan Suryadi, Ahmad Yani, Robi Okta Fahlevi, jika terdakwa Juarsah menerima fee dari bagian Ahmad Yani.

"Fee itu diberikan sebesar Rp3 miliar didapat dari proyek jalan dan Rp1 miliar dari kontraktor lain yang diserahkan dua kali, yakni untuk pencalonan legislatif istrinya dan saat Idul Fitri masing-masing Rp500 juta," katanya.

Sebab itu terdakwa dituntut 2 pasal dakwaan kumulatif, yakni Pasal 12 A dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pidana Korupsi. 

Ditambah lagi pada dakwan pertama JPU menilai terdakwa terbukti menerima suap dan dakwaan kedua pasal gratifikasi.

"Terdakwa sebagai kepala daerah tidak mencontohkan sikap antikorupsi dengan menerima fee proyek. Lalu terdakwa dianggap hanya menyanggah dan tidak mengakui perbuatannya," ucapnya.

Sementara itu, kuasa hukum Juarsah, Saipuddin Zahri mengaku menghargai tuntutan JPU KPK. 

Namun menurutnya tuntutan yang diberikan tidak berdasar fakta persidangan.

"JPU hanya memberikan tuntutan berdasarkan hasil BAP dan dakwaan. Tidak ada unsur fakta persidangan yang dimasukkan. Kami yakin klien kami akan bebas dan diputus tidak bersalah," ucapnya.

Karena itu, pada sidang berikutnya pihaknya akan membacakan peledoi terkait fakta persidangan dengan menjawab tuntutan yang diberikan JPU.

"Kita buktikan pada peledoi jika tuntutan tidak benar," katanya.

Ketua Majelis Hakim Syahlan Efendi menunda persidangan satu pekan dengan agenda pembacaan peledoi. Selain itu, Hakim juga mengabulkan permintaan terdakwa untuk membuka blokiran nomor rekening anak dan istri terdakwa yang disita KPK sebagai barang bukti.

"Untuk sidang ditunda dengan agenda peledoi pada pekan depan tanggal 15 Oktober mendatang," katanya.

Pengadilan Tinggi Vonis Lebih Berat eks Walikota Dumai Zul As


KABARPROGRESIF.COM: (Pekan Baru) Sejak ditahan pada November 2020 lalu, harapan eks Walikota Dumai Zulkifli Adnan Singkah alias Zul AS untuk menghirup udara bebas keluar dari Penjara sekitar 1,5 tahun lagi sepertinya belum terkabulkan.

Pasalnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru menerima permintaan Banding dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang memvonis Zul As pada 12 Agustus 2021 lalu.

“Iya benar (Putusan PT Pekanbaru, red). Tapi registrasinya belum,” ujar Panitera Muda Tipikor PN Pekanbaru Rosdiana membenarkan, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (09/10/21) kemarin.

Putusan PT Pekanbaru ini menerima seluruhnya tuntutan JPU memvonis bersalah Zul As lantaran terbukti memberi Suap dalam pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBNP 2017 dan APBN 2018 dan terbukti menerima gratifikasi sekitar Rp3,9 miliar.

Uang gratifikasi itu diterimanya secara bertahap dari sejumlah pihak, antara lain dari; Yudi Antonoval, Rahmayani, Muhammad Indrawan, Hermanto, Yuhardi Manaf, Nanang Wisnubroto dan Hendri Sandra. 

Totalnya sekitar Rp3,9 miliar. Putusan Pengadilan Tinggi ini mengabulkan tuntutan JPU memenjarakan Zul As selama 5 tahun, mencabut Hak Politiknya untuk dipilih selama 5 tahun sejak selesai menjalani Pidana.

Tak hanya itu, Putusan Pengadilan Tinggi ini menjatuhi Zul As dengan pidana Tambahan atas perbuatan menerima gratifikasi, dengan membayar Uang Pengganti kepada Negara sebesar sekitar Rp3,9 miliar.

Meski Jaksa telah menyita barang bukti sebanyak Rp 250 juta yang sudah disetorkan Zul As ke Negara. 

Sebelumnya, pada 12 Agustus 2021 lalu, Majelis Hakim PN Pekanbaru memvonis Zul As dengan pidana 2,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 2 bulan kurungan. 

Vonis ini, lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang meminta Zul As dihukum 5 tahun penjara.

Selain itu, Hakim PN Pekanbaru juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun setelah terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok. 

Dimana dalam tuntutannya, Jaksa meminta hak dipilih tersebut dicabut selama 5 tahun.

Pada putusan 12 Agustus 2021 lalu, Majelis Hakim PN Pekanbaru tidak menjatuhkan pidana bersalah kepada Zul As atas tuntutan perbuatan Zul As menerima Rp3,9 miliar. 

Akibatnya, Hakim tidak menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada negara. 

Atas Vonis Majelis Hakim PN Pekanbaru itu, Jaksa menyatakan dan mengirimkan Memori Banding ke PT Pekanbaru.

Menurut JPU dalam tuntutannya, Zul As melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kemudian, Zulkifli dinilai melanggar Pasal 12B UU Tipikor jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. 

Viral Dugaan Pemotongan PKH, Kadinsos Probolinggo : Silakan Lapor Polisi


KABARPROGRESIF.COM: (Probolinggo) Kepala Dinas Sosial Achmad Arif mempersilakan kasus dugaan pemotongan dana PKH dibawa ke ranah hukum. Pihaknya tidak akan melakukan intervensi.

“Silahkan kasus itu dibawa ke ranah hukum. Ndak apa-apa. Silahkan lapor ke polisi. Yang jelas, pemotongan bantuan itu tidak diperbolehkan, dilarang,” katanya, Sabtu (9/10).

Koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Probolinggo, Fathurrosi Amien membenarkan, adanya laporan pemotongan dana PKH.

Ketika mendapat informasi itu, pihaknya melalui koordinator kecamatan dan pendampingan desa turun. 

Kemudian melakukan mediasi tingkat desa, sebelum KPM PKH melapor ke Polres Probolinggo.

“Karena ini sudah masuk ranah kepolisian, kita hormati dan pasrahkan sepenuhnya proses hukum yang berlaku kepada kepolisian,” ujarnya.

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, 6 warga Desa Randu Putih, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo melapor ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polres Probolinggo pada Kamis, 7 Oktober 2021.

Pelaporan tersebut dilatari kasus dugaan pemotongan dana PKH (Program Keluarga Harapan) yang dilakukan oleh SU, ketua kelompoknya.

Terungkapnya praktek culas itu, ketika KPM PKH memcetak rekening koran di BNI kantor cabang Probolinggo. Ada nominal transaksi yang berbeda dari yang diterimanya selama ini.

Di rekening itu, ada beberapa penarikan senilai Rp 525 ribu. Namun yang diterima oleh KPM hanya Rp 200 ribu setiap pencairan dari oknum terlapor.

Pejabat Dinas Dukcapil Kota Jambi Ditetapkan Tersangka Pemalsuan E-KTP


KABARPROGRESIF.COM: (Jambi) Penyidik Subdit V Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi telah menetapkan satu orang tersangka kasus pemalsuan E-KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Jambi.

Direktur Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Sigit Dany Setiyono melalui Kasubdit V Cyber, AKBP Wahyu Bram mengatakan, tersangka yang telah ditetapkan berinisial F, pekerha harian lepas (PHL) di Dinas Dukcapil Kota Jambi.

"Perannya sebagai operator. Pihak yang menguasai user name pasword," kata Bram, Jumat (8/10).

Adapun modus yang dilakukan tersangka yakni pengutan liar (pungli). "Tersangka juga bekerja sama dengan beberapa pihak lain, semacam calo," ujarnya.

Tersangka sendiri sejauh ini tidak ditahan, karena dinilai masih bersikap kooperatif selama proses penyidikan.

Untuk setiap E-KTP yang dibuat, tersangka mematok harga Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Namun dari beberapa korban yang diwawancarai, Bram mengatakan ada korban yang mengaku membayar Rp 500 ribu.

Namun Bram memastikan E-KTP yang dicetak tersangka tidak terkait untuk keperluan khusus. "Kebanyakan korban hanya ingin mempercepat proses," kata Bram.

Lebih lanjut Bram mengatakan, pihaknya belum bisa memeriksa seluruh korban, karena sebagian sudah tidak berdomisili lagi di Jambi.

Sementara itu, terkait kasus ini Bram mengatajan pihaknya juga menyita barang bukti berupa sepuluh E-KTP. "Beberapa dalam keadaan rusak. Chip tidak terbaca," ujarnya.

Bram juga mengatakan untuk berkas pemeriksaan tersangka F juga sudah dilimpahkan ke jaksa untuk diteliti. "Nanti akan kira lihat petunjuknya seperti apa," pungkasnya.

Kejari Muarojambi Tahan Tersangka Baru Kasus Auditorium UIN Jambi


KABARPROGRESIF.COM: (Jambi) Kejaksaan Negeri (Kejari) Muarojambi resmi menahan Imran Rosadi. 

Ia ditahan atas dugaan tindak pidana korupsi pada kasus pembangunan auditorium UIN Jambi.

"Bahwa pada hari ini penuntut umum di Kejari Muarojambi menerima limpahan berkas tersangka dan barang bukti atas nama Imron Rosadi. Ini adalah hasil dari pengembangan kasus sebelumnya. Tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum saat proses pra lelang sampai dengan penetapan pemenang lelang," kata Kajari Muarojambi Kamin.

Tersangka Imron Rosadi saat itu merupakan Ketua Pokja ULP UIN STS Jambi. 

"Tersangka saat itu sebagai ketua Pokja, perannya adalah memenangkan salah satu perusahan yang ikut tender, perusahaan yang dimenangkannya itu tidak melaksanakan pembangunan sesuai aturan yang berlaku, sehingga negara dirugikan sekitar Rp12 milyar lebih," kata Kajari Muarojambi Kamin.

Usai melakukan pemeriksaan, tersangka Imron Rosadi langsung dikenakan rompi berwarna orange dan digiring ke dalam kendaraan untuk dibawa ke LP Jambi.

"Tersangka Imron Rosadi dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan guna proses lebih lanjut," tutupnya.

Sementara itu kuasa hukum Imron Rosadi, Hasudungan Gultom saat diwawancarai awak media mengatakan, atas kasus itu kliennya telah mengakui menerima uang sebesar Rp 100 juta, sebagai imbalan atas jasanya memenangkan PT Lambok Ulina

Namun uang tersebut telah dikembalikannya. "Klien saya mengakui mendapat hadiah dari tersangka, namun uang itu sudah dikembalikannya," kata Hasudungan Gultom.

Tersangka Imran dikenakan pasal 2 dan 3 undang undang Tipikor dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara.

Kejari Langkat Sita Tanah Milik Mantan Kadis Bina Marga Sumut Effendi Pohan


KABARPROGRESIF.COM: (Langkat) Kejaksaan Negeri Kabupaten Langkat menyita tanah milik mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumatera Utara Effendi Pohan.

Penyitaan dilakukan untuk menutupi kerugian negara akibat tindak pidana korupsi pemeliharaan jalan pada UPT Jalan dan Jembatan Binjai-Langkat tahun 2020.

"Kami telah melakukan penyitaan terhadap aset milik Effendi Pohan," kata Kasi Intel Kejari Langkat Boy Amali, Jumat (8/10/2021).

Ia mengatakan, penyitaan dilakukan karena Effendi Pohan tidak koorperatif mengembalikan kerugian negara.

Menurutnya, dari empat tersangka cuman Effendi Pohan yang belum mengembalikan kerugian negara.

"Yang lain kooperatif mengembalikan kerugian negara," katanya.

Kuasa Hukum Effendi Pohan, Willi Erlangga heran melihat penyitaan yang telah dilakukan Kejari Langkat terhadap kliennya.

Pasalnya, penyitaan aset yang dilakukan itu tidak ada kaitannya dengan dugaan korupsi tersebut.

"Aset yang disita tidak ada kaitannya dengan dugaan korupsi itu. Atas dasar apa aset yang dimiliki tahun 2013 kok bisa dikaitkan dengan dugaan korupsi?" kata Willi.

Wili mengatakan, Kejari Langkat juga melakukan penyitaan berlawanan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

"Adapula penyitaan yang dilakukan Jaksa memberikan pilihan, mau aset A atau B. Istri Effendi Pohan juga dibuat takut dengan sikap Kejari Langkat," ungkapnya.

Menurutnya, kasus yang menimpa kliennya sudah tidak lagi mengacu kepada aturan hukum. Di mana, ia melihat Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Langkat seperti memiliki dendam.

"Kelihatannya Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Langkat memiliki dendam pribadi yang masih melekat dan makanya kasus ini seperti dipaksakan," ucapnya.

Ia berharap, Kejari Langkat mengikuti aturan hukum yang sudah berlaku di Indonesia.

KPK Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Dugaan Suap Azis Syamsuddin


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa tiga saksi terkait kasus dugaan suap yang menyeret nama mantan wakil ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan ketiga saksi akan diperiksa di Aula Polrestabes Bandar Lampung pada Jumat, 8 Oktober 2021 hari ini.

"Hari ini memang ada pemeriksaan saksi TPK (tindak pidana korupsi) terkait penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah untuk tersangka AZ," katanya, Jumat (8/10).

Adapun tiga orang saksi tersebut antara lain, PNS, Syamsi Roli, kemudian karyawan BUMN, Neta Emilia dan Staf Bank Mandiri Bandar Jaya, Fajar Arafadi.

Sebelumnya diketahui KPK telah menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap AKP Stepanus Robin Pattuju yang saat itu berstatus sebagai penyidik.

Uang suap tersebut dimaksudkan agar Robin mau membantu proses penyelidikan dugaan korupsi di Lampung, yang terkait dengan nama Azis dan Aliza Gunado.

Kepada penyidik, Azis mengaku telah memberikan suap sebesar Rp3,1 miliar ke AKP Robin yang diberikan secara bertahap.

Jumat, 08 Oktober 2021

KPK Periksa 3 Mantan Ajudan Anggota DPR RI


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Probolinggo masih terus diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemanggilan sejumlah saksi hingga hari ini menandai pengusutan itu.

Sejumlah saksi yang diagendakan diperiksa hari ini yaitu, tiga mantan ajudan Anggota DPR RI Hasan Aminuddin. 

Ketiganya yakni, Zamroni Fassya, Adimas, dan Taupik. Penyidik juga memanggil tiga pejabat pada Pemkab Probolinggo.

Mereka yakni, Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Probolinggo Fathur Rozi, Mantan Kasubag Rumah Tangga Sulaiman, serta Staf Subag Keuangan Dinas Pendidikan Probolinggo Anton Riswanto. Rencananya mereka diperiksa di Mapolres Probolinggo.

"Hari ini pemeriksaan saksi kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan dilingkungan pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021 untuk tersangka PTS. Pemeriksaan dilakukan Polres Probolinggo Kota," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (8/10/2021).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya, Hasan Aminuddin (HA) yang merupakan Anggota DPR RI sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan kepala desa di Probolinggo. 

KPK juga menetapkan 20 orang lainnya yang mayoritas para calon kepala desa sebagai tersangka.

Adapun 20 orang tersangka lainnya itu yakni, Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen. Kemudian, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, Samsuddin, Doddy Kurniawan, serta Muhamad Ridwan. Mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Probolinggo.

Dalam perkaranya, Hasan Aminuddin dan Puput Tantriana diduga mematok harga sekira Rp20 juta ditambah upeti penyewaan tanah kas desa Rp5 juta per hektar, untuk jabatan kepala desa di Probolinggo. 

Hasan dan Puput meminta uang suap dari para calon kepala desa melalui camat atau pejabat desa. 

KPK berhasil menyita uang Rp362,5 juta saat OTT yang diduga merupakan suap dari para calon kepala desa untuk Puput Tantriana dan Hasan.

Kejari Aceh Tetapkan Kadis Perkim Sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi


KABARPROGRESIF.COM: (Aceh) Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng, Lhoong, pada dinas Pengairan Aceh tahun anggaran 2019.

Masing-masing tersangka berinisial MZ (55) selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), TH (39) sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan YR (41) sebagai kontraktor pelaksana yang juga sebagai Direktur PT Bina Yusta Alzuhri.

MZ diketahui kini menjabat Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan kawasan Permukiman (Dinas Perkim) Aceh.

"Tersangka telah melakukan kecurangan (fraud) yang dimulai dalam proses perencanaan pengadaan, dimana tersangka MZ dan TH melakukan manipulasi terhadap data-data yang dibuat seolah-olah data tersebut ada dan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar, Deddi Maryadi, Jumat (8/10).

Dia menjelaskan, tersangka YS dan TH telah membuat kekurangan volume pekerjaan batu lebih 1.000 kg/unit, terjadi kekurangan sebesar 3.518,55 m3. 

Untuk batu kurang 250 kg/unit, terjadi kekurangan sebesar 2.916,44 m3, sehingga terdapat selisih kelebihan pembayaran sebesar Rp2,3 miliar.

"Selisih nilai kontrak dengan nilai riil tersebut didapat oleh para tersangka dengan perbuatan-perbuatan melawan hukum, maka selisih tersebut tak dapat dikategorikan sebagai keuntungan bagi pihak penyedia jasa, melainkan suatu kerugian keuangan negara," ujarnya.

Deddi Maryadi menyebut, pekerjaaan pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng dengan nilai kontrak Rp 13,3 miliar itu ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 miliar, sebagaimana laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PPKN) yang dikeluarkan oleh BPKP perwakilan Aceh.

Saat ini, ketiga tersangka tahan di Rutan Kajhu, Aceh Besar selama 20 hari ke depan.

Periksa 30 Saksi, Kejari Sergai Belum Tetapkan Tersangka Korupsi Dana Hibah Pilkada


KABARPROGRESIF.COM: (Sedang Bedagai) Kejaksaan Negeri (Kejari) Serdang Bedagai mengatakan saat ini pihaknya masih belum menetapkan tersangka terkait dugaan tindak korupsi dana hibah penyelenggaraan Pilkada 2020.

Korupsi yang diduga dilakukan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Serdang Bedagai itupun disebut mencapai Rp 36,5 miliar.

Kasi Intel Kejari Serdang Bedagai, Agus Atmajaya mengatakan alasan belum adanya penetapan tersangka dari kasus tersebut karena masih dilakukan pengumpulan total jumlah kerugian negara.

“Untuk penetapan status tersangka itu belum ada, kita masih mengumpulkan jumlah kerugian negara,” ujarnya, Jum’at (8/10/2021).

Agus Atmajaya menyebut pihaknya telah memeriksa sebanyak 30 saksi termasuk komisioner KPU.

“Tersangka pasti ada, tapi nanti setelah selesai penjumlahan dan pemeriksaan kita ungkapkan ke publik,” tuturnya.

Dibantu Kejagung, Kejati Kalbar Sita Sederet Aset Terpidana Korupsi Asuransi Jiwasraya


KABARPROGRESIF.COM: (Pontianak) Tim Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung bersama dengan Kejati Kalimantan Barat (Kalbar) melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset kendaraan bermotor dan tanah kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). 

Aset atas nama terpidana Heru Hidayat ini berada di Kabupaten Kubu Raya, Kalbar.

"Kami dalam hal ini memfasilitasi Tim PPA Kejagung RI beserta rombongan melaksanakan kegiatan pengamanan (pemblokiran) dan penilaian aset barang rampasan negara dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) atas nama terpidana Heru Hidayat di Kabupaten Kubu Raya berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2931 K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Agustus 2021," kata Kejati Kalbar Masyhudi, Jumat (8/10)

Dia menjelaskan pemasangan plang perampasan (objek tanah/bangunan) atau disita oleh negara serta penyitaan unit kendaraan mobil dan sepeda motor dipimpin oleh Kabid Database dan Pertukaran Informasi, Ronal H Bakara dan dibantu oleh tim dari BPN Kubu Raya untuk pengukuran dan penentuan titik koordinat objek serta tim dari KPKNL Pontianak yang melakukan penilaian terhadap objek.

Pada hari Senin, 4 Oktober, pihaknya menyita dua unit kendaraan roda dua, yakni jenis Honda Supra Fit X dan Suzuki Skydrive, kemudian tiga unit kendaraan roda empat, yakni jenis Mitsubisi Pajero, Toyota Innova, Mobil Toyota Hilux.

Penyerahan aset diserahkan langsung oleh karyawan PT Inti Kapuas international kepada tim PPA dengan membuat berita acara penyerahan barang rampasan negara, katanya.

Kemudian, Selasa, 5 Oktober, kegiatan tim dibagi menjadi dua, yakni tim yang melakukan pengamanan terhadap 18 persil lahan berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB/SHP) di Desa Ambangah, Kabupaten Kubu Raya.

Sedangkan tim yang melakukan penanganan terhadap sembilan persil lahan berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Desa Kuala Mandor A, Kabupaten Kubu Raya.

Objek lahan yang merupakan barang rampasan dari perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya tersebut terdaftar atas kepemilikan PT Inti Kapuas Internasional yang bergerak dalam bidang penangkaran ikan arwana.

"Pengamanan aset barang rampasan yang diikuti dengan pengukuran dan penilaian terhadap objek merupakan salah satu tahapan penting dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi PT Jiwasraya itu," ujarnya.

Setelah dilakukan pengukuran dan penilaian terhadap aset tersebut maka dilanjutkan dengan pemasangan plang dan pelelangan.

Kejagung Periksa 3 Pihak Swasta Penerima Kredit LPEI


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa tiga pihak swasta penerima dana fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (7/10). 

Pemeriksaan tersebut, terkait dengan lanjutan penyidikan dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit LPEI. 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), juga turut memeriksa dua mantan petinggi LPEI dalam kasus yang sama.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, lima terperiksa tersebut adalah JS, YT, BR, SSL, dan S. 

"Lima inisial tersebut, diperiksa sebagai saksi terkait pemberian dan penerimaan fasilitas kredit pada debitur LPEI," ujar Ebenezer, dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis (7/10).

Mengacu nama-nama terperiksa dalam jadwal penyidikan di gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, inisial S adalah Suyono. Ia diperiksa selaku Direktur Utama pada tiga perusahaan, PT Mulia Walet Indonesia, PT Jasa Mulia Walet, PT Borneo Walet Indonesia. Sedangkan SSL adalah Silvie Soedjarwo Leksosadjojo. Ia diperiksa selaku pemegang saham PT Jasa Mulya Indonesia.

Sedangkan BR adalah Bogi Rahyono, yang diperiksa selaku Komisaris di PT Jasa Mulya Indonesia. "S, SSL, dan BR, diperiksa terkait penerimaan fasilitas kredit pada debitur LPEI," begitu sambung Ebenezer.

Sedangkan saksi inisial YT, mengacu daftar terperiksa di gedung Pidsus, adalah Yudhi Trilaksono. Ia diperiksa sebagai Kepala Divisi Pembiayaan Bisnis-II 2011-2016 di LPEI.

Adapun JS adalah Jerry Saputra yang diperiksa selaku Analisis Divisi Analisa Risiko Bisnis LPEI 2014. "YT dan JS, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur-debitur LPEI," kata Ebenezer.

Kelima terperiksa tersebut, sampai saat ini masih diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi triliunan rupiah itu. 

Dalam kasus ini, penyidikan di Jampidsus, belum ada menetapkan tersangka. Meskipun sudah puluhan orang diperiksa.

Direktur Penyidikan Jampidsus-Kejakgung, Supardi mengungkapkan, hasil penyidikan dugaan korupsi di LPEI sudah menemukan sejumlah pihak swasta yang terang merugikan keuangan negara. 

Kata dia, hasil penyidikan sementara ini menemukan sedikitnya tiga perusahaan swasta yang menerima fasilitas kredit dari LPEI yang terindikasi korupsi.

"Ada enam debitur (perusahaan penerima kredit LPEI). Tetapi, ada dua atau tiga yang jelas bermasalah dan terindikasi (korupsi)," ujar Supardi.

Akan tetapi, Supardi masih menutup rapat nama-nama perusahaan penerima fasilitas kredit bermasalah itu. "Saya belum akan sebutkan. Karena ini terus dalam penyidikan," sambung dia.

Namun, Supardi meyakinkan, tiga perusahaan penerima dana kredit LPEI yang bermasalah tersebut, merugikan keuangan negara yang tidak sedikit. 

"Ada satu perusahaan itu, yang (merugikan negara) sampai triliunan," ujar Supardi.

Akan tetapi, Supardi tetap belum bersedia menyebut nama perusahaan selaku debitur bermasalah tersebut. 

Dugaan kerugian negara triliunan rupiah dalam kasus LPEI tersebut, sebetulnya, sudah pernah diungkapkan oleh Febrie Adriansyah, pejabat lama Direktur Penyidikan Jampidsus yang kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. 

Febrie pernah mengungkapkan, dalam penghitungan penyidikan, diduga kasus tersebut merugikan negara Rp 4,7 triliun.

Selasa, 05 Oktober 2021

KPK Ambil Alih Kasus Korupsi Pembelian LNG dari Mozambik, Ini Kata Kejagung


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejagung) mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih atau supervisi kasus dugaan korupsi kontrak pembelian gas alam cair (LNG) dari Mozambik antara PT Pertamina dengan Mozambique LNG-1 Company.

Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, bahwa langkah tersebut dapat diambil berdasarkan hasil koordinasi dengan KPK yang diketahui sama-sama melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi LNG.

"Oleh karena itu untuk tidak terjadinya tumpang-tindih penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilakan dan tidak keberatan untuk selanjutnya KPK dapat melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud," kata Leonard dalam keteranganya, Senin (4/10/201).

Sementara pada proses perkara oleh Kejagung, Leonard menyampaikan, kasus ini telah diputuskan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) untuk naik ke tahap penyidikan.

"Dimana telah melakukan kegiatan penyelidikan sejak tanggal 22 Maret 2021 atas Dugaan Indikasi Fraud dan Penyalahgunaan Kewenangan dalam Kebijakan Pengelolaan LNG Portofolio di PT. Pertamina (Persero)," kata Leonard.

"Dan saat ini tim penyelidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah selesai melakukan penyelidikan untuk selanjutnya dinaikkan ke tahap penyidikan," tambahnya.

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak agar Kejagung segera mengusut dan meningkatkan penyidikan dugaan korupsi kontrak pembelian gas alam cair (LNG) antara PT Pertamina dengan Mozambique LNG-1 Company.

"Kami mendesak Kejagung untuk segera meningkatkan tahap Penyidikan dan menetapkan Tersangka jika telah terpenuhi unsur dugaan korupsi serta telah terpenuhi minimal dua alat bukti," ujar dia dalam keterangannya, Minggu (3/10/2021).

Berdasar informasi yang dihimpun MAKI, diduga kasus tersebut turut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 2 triliun dan Rp 200 miliar. Maka, dia mendesak untuk Kejagung segera memproses kasus tersebut.

"MAKI akan tetap mengawal perkara ini dan selalu mencadangkan upaya gugatan Prapeperadilan apabila penanganan perkara ini lamban dan mangkrak," tegasnya.

Selain itu MAKI juga mendapat informasi pada tahun 2013/2014 Pertamina telah melakukan kontrak pembelian LNG dari Mozambik yang rencananya untuk kebutuhan dalam negeri. 

Yang mayoritas digunakan untuk listrik dan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP).

Negosiasi kontrak tersebut diawali pada 2013, di mana Pertamina dan Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd mulai melakukan pembicaraan terkait potensi suplai LNG. 

Lalu, pada 8 Agustus 2014, kedua belah pihak menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan volume 1 MTPA selama 20 tahun dengan harga DES 13,5 persen JCC.

Alhasil selama kontrak ini berjalan sampai 2019, kontrak ini diduga telah merugikan Pertamina sekitar Rp 2 triliun dikarenakan harga pembelian lebih tinggi daripada harga penjualan. 

Disebabkan dugaan kesalahan dalam kontrak tersebut di antaranya, pertama dugaan kesalahan melakukan kontrak panjang atau 20 tahun dengan harga flat.

Oleh sebab itu, akibat kesalahan dalam melakukan analisa kebutuhan pada sektor dalam negeri. 

Perjanjian tersebut membuat persediaan LNG dalam negeri berlebih yang menjadi titik kerugian negara.

Kasus Dugaan Pungli Pasar Cepu, Kejari Blora Tahan 3 Tersangka


KABARPROGRESIF.COM: (Blora) Tiga Tersangka kasus dugaan pungutan liar (pungli) kios pasar cepu, Kecamatan Cepu Kabupaten Blora akhirnya ditahan. 

Ketiganya berinisial S (Kepala Dindagkop dan UKM), W (Kabid Pasar) dan MS (mantan Kepala UPTD Pasar Cepu).

Namun yang datang memenuhi panggilan hanya dua orang saja. 

Pertama MS dan pengacaranya, kemudian W dan pengacaranya. 

Sedangkan S belum datang ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora, hanya pengacaranya saja.

"Kita mengadakan tahap dua untuk kegiatan penyidikan Pasar Cepu. Yang mana saat ini yang datang baru dua tersangka yaitu M dan MS didampingi pengacara. Setelah kita swab PCR hasilnya negatif kita adakan penahanan untuk 20 hari ke depan," kata Adung, Selasa (5/10/2021).

Untuk tersangka S, kata dia, pengacaranya bilang S lagi sakit. Pihaknya akan membawa tim dokter untuk memeriksa ke rumah tersangka.

"Kalau memang nanti tidak kooperatif akan kita jemput paksa. Rencana hari ini kita akan bawa tim dokter ke rumahnya untuk memeriksa," katanya.

Kuasa Hukum S, Sugiyarto mengatakan jika saat ini masih tahap dua, dan klienya dalam keadaan sakit. 

"Saya akan kesana menemui klien saya. Ia belum bisa datang ke Kejari Blora. Sebisanya saya meminta untuk tidak dilakukan penahanan," ujarnya.

Kedua Tersangka yang sudah ditahan diberi rompi warna merah, dan dititipkan di Rutan Kelas IIB Blora selama 2 minggu untuk di cek kembali kesehatannya.

Kejati Jabar Tahan Dirut dan Makelar dalam Kasus Korupsi RTH Alun-Alun Indramayu


KABARPROGRESIF.COM: (Indramayu) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar) menahan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan Taman Alun-alun di Kabupaten Indramayu tahun anggaran 2019.

Dua tersangka yang ditahan berinisial PPP yang menjabat sebagai Direktur Utama PT MPG yang bekerja sama dengan Pemkab Indramayu dan N selaku makelar yang meminjamkan bendera jasa konsultan.

"Pada hari ini penyidik memeriksa tersangka PPP dan N. PPP adalah Direktur Utama PT MPG, yaitu pelaksanaan pembangunan RTH, sementara N adalah broker atau makelar," kata Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar, Riyono, di Kantor Kejati Jabar, Senin (4/10).

Sebelumnya, penyidik telah menahan dua tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertahanan berinisial S, dan Kepala Bidang Kawasan Pemukiman di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertahanan berinisial BSM.

Riyono menambahkan, penahanan yang dilakukan pada empat tersangka telah sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Pasal 21 KUHP. Untuk sementara, mereka akan menjalani penahanan di Rutan Mapolrestabes Bandung.

"Tim penyidik melakukan penahanan dengan alasan sesuai ketentuan pasal 21 KUHP. Maka kedua tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, mereka ditetapkan tersangka karena merekayasa proses penataan taman sehingga tak sesuai dengan spesifikasi. Mereka juga merekayasa pembayaran dan membuat dokumen palsu untuk memuluskan aksinya.

Total kerugian yang diderita negara akibat aksi para pelaku senilai Rp 2 miliar dari nilai kontrak Rp 14 miliar.

Atas perbuatannya, empat pelaku disangkakan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.