KABARPROGRESIF.COM: (Bandung) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menetapkan empat tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Taman Alun-Alun, di Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2019, senilai Rp15 miliar
Empat tersangka itu berinisial S, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu, BSM, Kepala Bidang Kawasan Pemukiman di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan Kabupaten Indramayu, PPP, Direktur Utama PT. MPG, dan N, selaku pihak swasta atau makelar.
"Kami melakukan penahanan (tersangka) untuk perkara baru, perkara RTH Alun-Alun Kabupaten Indramayu, dari keempat tersangka ucapnya, baru S dan BSM yang langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan," kata Riyono, Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar, Kamis (30/9).
Kedua tersangka ditahan untuk 20 hari ke depan dan dititipkan ke rutan Polrestabes Bandung.
Dua tersangka lain yakni PPP dan N, belum ditahan lantaran meminta pemunduran jadwal pemeriksaan dengan alasan sakit.
Keempatnya ditetapkan tersangka karena merekayasa proses penataan taman sehingga tak sesuai dengan spesifikasi.
"Mulai dari proses pengadaan ada rekayasa pengadaan kemudian dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi, ini sudah kita periksa
kemudian pembayaran 100 persen, padahal tidak sampai 100 persen," jelasnya.
Kasus dugaan korupsi tersebut bermula pada tahun 2019 saat Kabupaten Indramayu mendapat bantuan dari Provinsi Jabar untuk penataan RTH Alun-alun dengan pagu penataan RTH tersebut senilai Rp 15 miliar.
Terdiri dari tiga pagu anggaran yaitu konsultan perencanaan, konsultan pengawas dan pelaksana.
"Tersangka N diketahui meminjam bendera dari tersangka BSM selaku PPK, untuk jasa konsultan perencanaan dan konsultan pengawas. Anggaran untuk jasa konsultan perencana dan pengawas telah dibagi oleh tersangka N kepada tersangka BSM dan tersangka S selaku kepala dinas," urainnya.
Dalam pelaksanaan atau fisik pekerjaannya, S memanipulasi data seolah-olah pekerjaan fisik sudah 100 persen, agar dijadikan pengakuan hutang kepada pihak kontraktor.
Pembayaran termin 100 persen ada dokumen yang direkayasa tanda tangan dan dokumen tersebut dibuat seolah-olah mundur.
"PPP selaku pihak swasta dan penyedia telah mengurangi volume dan spesifikasi seperti yang tertuang dalam kontrak. Sehingga terjadi kekurangan volume dan tidak sesuai spek. Akibat hal tersebut, mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp14 miliar," ungkapnya.
Atas perbuatannya ini, keempat tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.