Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Wali Kota Eri Cahyadi Tinjau Pompa Kenjeran Saat Hujan

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memantau Pompa Kenjeran yang ternyata tersumbat sampah akibat tersangkut di jembatan. Karenanya, Pemkot segera membongkar jembatan tersebut.

Ops Gaktib Yustisi 2021, Fokus Disiplin Prokes di Jatim

Polisi Militer berkomitmen mendukung penegakkan dan ketaatan hukum, terlebih upaya pendisiplinan protokol kesehatan, sekaligus menjaga Persatuan dan Kesatuan.

Kejari Surabaya Tangkap Koruptor Pajak Rp 1,7 Miliar

Tim gabungan Intelijen dan Pidsus Kejari Surabaya harus melakukan pengintaian selama tiga hari sebelum menangkap terpidana tindak pidana korupsi pajak PPH fiktif Rp 1,7 milliar tersebut

Jangan Pikir yang Dapat Penghargaan Tak Korupsi

Seseorang yang telah mendapat penghargaan antikorupsi, bukan berarti tidak mungkin melakukan tindak pidana korupsi. Karena korupsi disebabkan adanya kekuasaan dan kesempatan.

Ucapan Selamat Eri - Armuji Penuhi Balai Kota

Karangan bunga ucapan selamat untuk Walikota Surabaya yang baru sudah mencapai seratus lebih memenuhi sepanjang pendesterian Jalan Sedap Malam.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Maret 2023

Sidang Dana Hibah Pokir Pokmas Jatim, KPK Hadirkan Kepala Bappeda M Yasin Hingga Kasubbag Rapat Sekwan Zaenal Afif Sebagai Saksi


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Sidang dugaan korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim dengan dua terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya Selasa (14/3).

Kali ini persidangan yang digelar diruang sidang Candra tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi.

Tak tanggung-tanggung, dalam sidang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatang langsung 5 saksi.

Kelima saksi tersebut yakni Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, M. Yasin bersama dua bawahannya yakni Ikmal dan Rusmin yang menjabat sebagai Sub Koordinator Perencanaan Bappeda Provinsi Jatim.

Sedangkan dua saksi lainnya adalah Kasubbag Rapat Sekretariat DPRD Jatim, Zaenal Afif dan pihak swasta Mochamad Suhut.

Sebelum sidang dimulai, Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan yakni Tongani sempat bertanya kepada kelima saksi tersebut, apakah kenal dengan dua terdakwa penyuap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak.

Dari kelima saksi tersebug ternyata hanya Kasubbag Rapat Sekretariat DPRD Jatim, Zaenal Afif yang mengenal satu dari dua terdakwa.

"Cuma kenal dengan Ilham Wahyudi," jawab Zainal Afif, Selasa (14/3).

Sementara Jaksa KPK, Arif Suhermanto meminta kepada Majelis Hakim agar kelima saksi ini dibagi menjadi dua kelompok.

Untuk kelompok saksi pertama yakni Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, M. Yasin bersama dua bawahannya yakni Ikmal dan Rusmin yang menjabat sebagai Sub Koordinator Perencanaan Bappeda Provinsi Jatim.

Sedangkan kelompok saksi kedua diantaranya Kasubbag Rapat Sekretariat DPRD Jatim, Zaenal Afif dan pihak swasta Mochamad Suhut.

Hingga berita ini diturunkan sidang dugaan korupsi dana hibah Pokir untuk Pokmas APBD Jatim dengan dua terdakwa penyuap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi masih sedang berlangsung.

Kamis, 09 Maret 2023

Kejari Surabaya Segera Periksa ASN Pelaku Pungli Penerimaan Tenaga Kontrak


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya terus mengusut kasus pungutan liar (Pungli) penerimaan tenaga kontrak di Pemkot setempat.

Bahkan untuk menuntaskan kasus tersebut Korps Adhyaksa yang berkantor di jalan Sukomanunggal ini berjanji akan segera memanggil pelaku pungli tenaga kontrak tersebut.

"Nanti kita infokan, minggu depan saya kabari," kata Kasi Intel Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana, Kamis (9/3).

Saat ini, menurut Putu, pemeriksaan masih dilakukan terhadap 3 orang yang diduga mengetahui kasus pungli yang dilakukan ASN Pemkot Surabaya.

Hal ini dilakukan untuk melengkapi beberapa keterangan dari pemeriksaan sebelumnya.

Ketiga orang tersebut merupakan korban pungli.

"Tentunya ada yang ditambahkan untuk beberapa keterangan," pungkasnya.

Sebelumnya, Intel Kejari Surabaya masih di baqah kendali Khristiya Lutfiasandhi mulai memeriksa sejumlah pihak yang diduga mengetahui kasus pungli yang dilakukan ASN Pemkot Surabaya.

"Untuk totalnya, sementara masih 3 orang yang kita mintai keterangan," jelas Kasi Intel Kejari Surabaya,  Khristiya Lutfiasandhi yang saat ini dipromosikan menjabat Koordinator di Kejati Jatim, Jumat (3/2).

Hasilnya dalam pemeriksaan 3 saksi tersebut, kata Khristiya, pihaknya sudah mendapatkan bukti transfer pengiriman uang ke oknum ASN yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah.

"Ada bukti yang kita amankan sebesar Rp39 juta," ujar Khristiya.

Khristiya menambahkan pengusutan kasus pungli penerimaan tenaga kontrak Pemkot Surabaya masih terus didalami. 

Tak hanya 3 saksi yang sudah menjalani pemeriksaan namun masih ada sejumlah pihak yang masih dijadwalkan untuk dimintai keterangannya.

"Kita akan terus kembangkan, kemungkinan bisa bertambah," pungkasnya.

Kasus ini mencuat ketika Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi serius membongkar kasus pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum ASN kepada lima orang dan tiga diantaranya sudah transfer masing-masing Rp15 juta untuk menjadi outsourcing Pemkot Surabaya.

Tak hanya Inspektorat Surabaya yang sudah diterjunkan untuk memeriksa sejumlah pihak terkait kasus tersebut.

Kali ini mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga melibatkan Korps Adhyaksa di jalan Sukomanunggal untuk turut mengusutnya.

"Ada pungli terkait (ASN menjanjikan) tenaga kontrak, Insyaallah sudah kita masukkan di Kejaksaan Negeri Surabaya, karena masuk wilayahnya," kata Wali Kota Eri, Rabu (1/2).

Ia menambahkan, dilibatkannya Kejari Surabaya untuk memgusut kasus tersebut supaya tidak terjadi lagi kasus serupa.

Makanya ia berharap Kejari Surabaya secepatnya mengungkap kasus tersebut.

"Semoga nanti berprosesnya bisa cepat, sehingga nanti bisa menjadi wawasan orang pemkot supaya tidak lagi pungli," harapnya.

Menurut mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, laporan ke Kejari Surabaya tersebut sudah dilakukan korban pungli dengan didampingi penasehat hukumnya.

Bahkan Wali Kota Eri mengaku sudah berkoordinasi dengan orang nomor satu di Kejari Surabaya.

"Jadi pengacaranya sudah melapor. Kan sudah menghadap saya waktu itu, akhirnya beliau (korban) yang lapor bersama dengan pengacaranya. Tapi saya juga sudah kontak Pak Kajari terkait laporan itu," pungkasnya. 

Selasa, 07 Maret 2023

Sahat Tua Simandjuntak Terima Ijon Fee Dana Hibah Pokir 25 Persen Tahun 2021 Hingga 2022, Ini Rinciannya


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar pendapatan haram yang diterima anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak.

Pendapatan haram tersebut berupa ijon fee atas dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) mulai tahun 2021 hingga 2022 dari dua orang yak saat ini menjadi terdakwa.

"Adapun pemberian uang ijon fee oleh Terdakwa I, Abdul Hamid dan Terdakwa II, Ilham Wahyudi alias Eeng kepada Sahat Tua P. Simandjuntak sebesar Rp39.500.000.000 atau Tiga Puluh Sembilan Miliar Lima Ratus Juta Rupiah," kata Jaksa KPK, Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (7/3) lalu.

Pemberitan ijon fee tersebut menurut Arief tidak diberikan sekaligus. Namun dilakukan setiap tahunnya. Parahnya pencairannya pun dilakukan sebelum dana hibah Pokir tersebut keluar.

"Bahwa para terdakwa mendapatkan plafon dana hibah Pokir tahun anggaran 2021 sebesar Rp30.000.000.000 atau Tiga Puluh Miliar Rupiah. Atas alokasi jatah dana hibah tersebut, Sahat Tua P Simandjuntak meminta uang fee sebesar 25% yang harus diberikan terlebih dahulu (ijon fee) yakni sebesar Rp7.500.000.000 atau Tujuh Miliar Lima Ratus Juta Rupiah melalui Muhamad Chozin," jelasnya.

Namun dari ijon fee sebesar Rp7.500.000.000 untuk tahun 2021 itu, tidak diberikan secara langsung. Tetapi dilakukan pada tahun sebelumnya. Dan itu pun dibayar dengan cara diangsur.

"Pada bulan Agustus 2020 sebesar Rp5.000.000.000 atau Lima Miliar Rupiah, dan pada bulan Oktober 2020 sebesar Rp2.500.000.000 atau Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah sebagai pelunasan uang ijon fee," ungkapnya.

Sedangkan untuk dana hibah Pokir tahun anggaran 2022, masih kata Arief, para terdakwa mendapatkan jatah dana hibah sebesar Rp80.000.000.000 atau Delapan Puluh Miliar Rupiah.

"Atas alokasi jatah dana hibah tersebut, Sahat Tua P Simandjuntak meminta uang fee sebesar 25% yang harus diberikan terlebih dahulu (ijon fee) yakni sebesar Rp20.000.000.000 atau Dua Puluh Miliar Rupiah melalui Muhamad Chozin. Namun jumlah keseluruhan uang ijon fee yang diberikan sebesar Rp17.500.000.000 atau Tujuh Belas Miliar Lima Ratus Juta Rupiah," paparnya

Dari uang ijon fee yang diberikan sebesar Rp17.500.000.000 itu tak diberikan secara langsung tapi dicicil dua kali.

"Diserahkan secara transfer ke rekening Bank BCA Nomor 72201004485 atas nama RUSDI sebesar Rp250.000.000 atau Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah. Lalu pada bulan Agustus 2022 para terdakwa memberikan uang sebesar Rp500.000.000 atau Lima Ratus Juta Rupiah secara tunai kepada Sahat Tua P Simandjuntak melalui Rusdi," pungkas Arief.


Seperti diberitakan dua pemberi suap ke anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (7/3).

Kedua penyuap yang terjerat kasus dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim tahun anggaran 2020 hingga 2022 tersebut yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

Sidang perdana beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, kedua terdakwa yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng tampak didampingi tiga pengacaranya.

Tak hanya itu keluarga kedua terdakwa juga terlihat di ruang sidang Cakra menyaksikan jalannya proses persidangan.

Dalam sidang tersebut, empat Jaksa KPK secara bergantian membacakan surat dakwaan setebal 26 halaman.

"Kedua terdakwa tersebut diadili telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang seluruhnya sebesar Rp39.500.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara yaitu Sahat Tua P Simandjuntak selaku anggota DPRD Jatim periode 2019-2024," kata Jaksa KPK Arief Suhermanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan dakwaan, Selasa (7/3).

Dalam dakwaan tersebut, Jaksa KPK Arief Suhermanto menjelaskan melalui orang kepercayaannya yaitu Muhammad Chozin (Alm) dan Rusdi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggaran negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban yaitu supaya Sahat Tua P Simandjuntak memberikan jatah alokasi dana hibah Pokir Pokmas dari APBD Jatim tahun 2020 - 2022 dan jatah alokasi dana hibah yang akan dianggarkan APBD tahun 2023-2024 kepada terdakwa.

"Bertentangan dengan kewajiban Sahat Tua P Simanjuntak selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-undang RI No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme Jo pasal 400 ayat (3) Undang-undang RI No 14 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo Undang-undang RI No 42 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-indang No 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," paparnya.

Nah, atas perbuatan tersebut Jaksa KPK menganggap perbuatan terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomer 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korypsi jo pasa 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

KPK Ungkap Sahat Tua Simandjuntak Minta Jatah Fee Tahun 2024, Hingga Akhirnya Tertangkap


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak dengan meminta jatah ijon fee atas dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) tak hanya pada tahun 2021 hingga 2022.

Namun juga dilakukan pada tahun 2024. Parahnya permintaan ijon fee tersebut dilakukan pada tahin 2022.

Padahal alokasi dana hibah Pokir tahun 2024 untuk jatah Sahat Tua Simanjuntak belum diketahui jumlahnya.

"Dana Hibah Pokir yang akan dianggarkan tahun 2024 Pada tanggal 11 Desember 2022 sekitar pukul 18.00 WIB, terdakwa II, Ilham Wahyudi alias Eeng menyampaikan kepada Terdakwa I, Abdul Hamid bahwa Sahat Tua P Simanjuntak melalui Rusdi meminta uang ijon fee sebesar Rp2.500.000.000 atau dua miliar lima ratus juta rupiah untuk proyeksi dana hibah Pokir tahun 2024, namun belum dipastikan besaran yang akan dialokasikan," kata Jaksa KPK, Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (7/3) lalu.

Kendati demikian, permintaan Sahat Tua P Simandjuntak dengan meminta uang ijon fee sebesar Rp2.500.000.000 disanggupi oleh terdakwa Abdul Hamid.

Pertemuan pun menurut Jaksa KPK, Arief dilakukan antara Abdul Hamid dengan Sahat Tua Simandjuntak di Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur Jalan Indrapura No.1 Surabaya untuk meminta jatah dana hibah Pokir tahun 2024 sebesar Rp50.000.000.000 atau lima puluh miliar rupiah.

"Pada tanggal 12 Desember 2022 Terdakwa I, Abdul Hamid menghubungi Sahat Tua P Simandjuntak melalui WhatsApp untuk bertemu esok harinya di Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur sekira pukul 11.00 WIB, selanjutnya pada tanggal 13 Desember 2022 bertempat di Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur, Terdakwa I. Abdul Hamid menemui Sahat Tua P Simandjuntak membicarakan jatah dana hibah Pokir tahun 2024 untuk terdakwa Addul Hamid. Pada saat itu Sahat Tua P Simandjuntak menyetujuinya dengan meminta terdakwa Abdul Hamid segera memberikan uang ijon fee sebesar Rp2.500.000.000 atau dua miliar lima ratus juta rupiah," ungkapnya.

Atas permintaan tersebut, lanjut Jaksa KPK Arief, terdakwa Abdul Hamid mengabulkannya. Tetapi pembayaran ijon fee untuk jatah dana hibah Pokir untuk Pokmas tahun 2024 sebesar Rp50.000.000.000 atau lima puluh miliar rupiah.

"Terdakwa Abdul Hamid menyanggupi akan menyerahkan secara bertahap ijon fee tersebut yakni sebesar Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah pada tanggal 14 Desember 2022. Lalu bulan Agustus 2021 sebesar Rp6.000.000.000 atau enam miliar rupiah. Pada bulan September 2021 sebesar Rp4.000.000.000 atau empat miliar rupiah. Pada bulan Oktober 2021 sebesar Rp5.000.000.000 atau lima miliar rupiah, dan bulan Desember 2021 sebesar Rp2.500.000.000 atau dua miliar lima ratus juta rupiah," jelasnya.

Sayangnya jatah dana hibah Pokir untuk Pokmas tahun 2024 sebesar Rp50.000.000.000 atau lima puluh miliar rupiah tidak terealisasi.

Jatah dana hibah Pokir untuk Pokmas tahun 2024 untuk Sahat Tua P Simandjuntak hanya sebesar Rp44.000.000.000 atau empat puluh empat miliar rupiah.

Hal ini lantaran adanya kebijakan refocusing. Tak ayal nilai ijon fee yang selama ini disetorkan ke Sahat Tua P Simandjuntak ada kelebihan.

Seharusnya nilai fee hanya sebesar Rp11.000.000.000 atau sebelas miliar rupiah.

Atas kelebihan uang fee sebesar Rp6.500.000.000,00 atau enam miliar lima ratus juta rupiah tersebut diperhitungkan untuk uang fee jatah dana hibah tahun anggaran berikutnya.

"Dana Hibah Pokir yang akan dianggarkan tahun 2023 bahwa para Terdakwa mendapatkan jatah dana hibah Pokir tahun 2023 sebesar Rp50.000.000.000 atau lima puluh miliar rupiah. Atas alokasi jatah dana hibah tersebut, Sahat Tua P Simandjuntak meminta uang ijon fee sebesar 25 persen yang harus diberikan terlebih dahulu yakni sebesar Rp12.500.000.000 atau dua belas miliar lima ratus juta rupiah dengan memperhitungkan kelebihan uang fee sebesar Rp6.500.000.000 atau enam miliar lima ratus juta rupiah yang telah diserahkan sebelumnya, sehingga sisa uang ijon fee yang harus diserahkan sejumlah Rp6.000.000.000 atau enam miliar rupiah dengan rincian sebagai berikut, Pada bulan Februari 2022 sebesar Rp4.000.000.000 atau empat miliar rupiah secara tunai melalui Muhamad Chozin. Namun, tak lama kemudian Muhamad Chozin meninggal dunia. Selanjutnya Sahat Tua P Simandjuntak menyampaikan kepada para terdakwa agar penyerahan uang ijon fee dilakukan melalui RUSDI dan besarannya sebesar 20 persen. Pada bulan April 2022 sebesar Rp1.250.000.000 atau satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah kepada Sahat Tua P Simandjuntak secara tunai melalui Rusdi dan sebesar Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah pada tanggal 16 Desember 2022, dan sebesar Rp500.000.000 atau lima ratus juta rupiah pada bulan Januari 2023 Atas hal tersebut, Sahat Tua P Simandjuntak menyetujuinya," bebernya.

Kemudian Sahat Tua P Simandjuntak meminta Rusdi berkoordinasi dengan Terdakwa II Ilham Wahyudi alias Eeng untuk mengambil uang sebesar Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah dari Terdakwa I Abdul Hamid tersebut. 

Selanjutnya Sahat Tua P Simandjuntak meminta Rusdi untuk menukarkan sebagian uang tersebut ke dalam bentuk mata uang dolar Amerika dan dolar Singapura sebesar Rp750.000.000 atau tujuh ratus lima puluh juta rupiah.

"Selanjutnya pada hari yang sama tanggal 13 Desember 2022 Terdakwa Abdul Hamid menghubungi Fahru Rosi selaku pegawai Bank BRI Kantor Cabang Sampang untuk menyiapkan uang sejumlah Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah yang akan diambil tanggal 14 Desember 2022, dan uang sejumlah Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah yang akan diambil tanggal 16 Desember 2022," ujarnya.

Selain itu, masih kata Arief saat membacakan dakwaan, terdakwa Abdul Hamid juga meminta terdakwa Ilham Wahyudi alias Eeng untuk menyerahkan uang ijon fee tersebut kepada Sahat Tua P Simandjuntak melalui Rusdi.

Nah, sekitar pukul 19.00 WIB Rusdi menghubungi terdakwa Ilham Wahyudi alias Eeng menanyakan penyerahan uang sebesar Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah untuk Sahat Tua P Simandjuntak yang disepakati penyerahannya besok harinya di parkiran mall Jembatan Merah Plaza (JMP) Jalan Taman Jayengrono Nomor 2, Krembangan Selatan Kota Surabaya.

"Bahwa keesokan harinya pada tanggal 14 Desember 2022 Terdakwa Abdul Hamid meminta anaknya Dhimas Idam Ali mengambil uang di Bank BRI Kantor Cabang Sampang untuk kemudian diserahkan kepada terdakwa Ilham Wahyudi alias Eeng. Masih pada hari yang sama, sekira pukul 12.00 WIB terdakwa Ilham Wahyudi alias Eeng menyerahkan uang tunai sebesar Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah tersebut kepada Sahat Tua P Simandjuntak melalui Rusdi di parkiran mall Jembatan Merah Plaza (JMP) Jalan Taman Jayengrono Nomor 2, Krembangan Selatan Kota Surabaya," ulas Arief.

Selanjutnya sesuai arahan Sahat Tua P Simandjuntak dari sejumlah uang Rp1.000.000.000 atau satu miliar rupiah tersebut, Rusdi menukarkan uang sebesar Rp750.000.000 atau tujuh ratus lima puluh juta rupiah ke dalam bentuk mata uang dolar Amerika dan dolar Singapura di Money Changer PT Arifin Saiboo. 

Kemudian bertempat di Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur, Rusdi melaporkan kepada Sahat Tua P Simandjuntak 

"Pak, yang dari Eeng (terdakwa Ilham Wahyudi) sudah selesai," ujar Rusdi sambil menyerahkan uang sebesar Rp250.000.000 atau dua ratus lima puluh juta rupiah dan uang hasil penukaran dengan rincian USD19.100 atau sembilan belas ribu seratus Dollar Amerika Serikat, SGD37.000 atau tiga puluh tujuh ribu Dollar Singapura, serta sisa uang penukaran sebesar Rp1.475.000 atau satu juta empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah.

Selanjutnya Sahat Tua P Simandjuntak menyerahkan uang sebesar Rp150.000.000 atau seratus lima puluh juta rupiah kepada Rusdi dan meminta untuk ditukarkan lagi ke dalam mata uang dolar Amerika Serikat sebesar Rp50.000.000 atau lima puluh juta rupiah, dan menyetorkan ke rekening Bank BCA Nomor 7220102747 atas nama Rusdi untuk operasional Sahat Tua P Simandjuntak sebesar Rp100.000.000 atau seratus juta rupiah.

"Kemudian sekira pukul 20.15 WIB Rusdi kembali menghadap Sahat Tua P Simandjuntak di Kantor DPRD Provinsi Jawa Timur untuk menyerahkan uang hasil penukaran tersebut sebesar USD3.100 atau tiga ribu seratus dolar Amerika Serikat dan sisa uang penukaran sebesar Rp1.175.000 atau satu juta seratus tujuh puluh lima ribu rupiah, serta melaporkan jika uang tunai sebesar Rp100.000.000 atau seratus juta rupiah telah disetorkan ke rekening BCA Nomor 7220102747 atas nama Rusdi. Tidak lama kemudian, sekira pukul 20.20 WIB Petugas KPK menangkap Sahat Tua P Simandjuntak dan Rusdi beserta mengamankan barang bukti uang tersebut," pungkasnya.

KPK Ungkap Dana Hibah Pokir Pokmas dari 2020-2023 yang Diterima Anggota DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak hanya membeber dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim dari tahun anggaran 2020 hingga tahun 2023.

Dalam sidang dengan agenda dakwaan terhadap dua terdakwa yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng yang merupakan pemberi suap ke anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Jaksa KPK juga mengungkap besaran jatah alokasi dana hibah Pokir untuk Pokmas yang diterima anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak mulai tahun 2020 hingga tahun 2023.

Bahkan dalam sidang tersebut, tak hanya besaran jatah alokasi dana hibah Pokir Pokmas, namun KPK juga menyebut sejumlah daerah di wilayah Jatim yang menerima dana itu.

"Tahun anggaran 2020 sebesar Rp98.003.172.000 untuk 490 Pokmas yang tersebar di Kabupaten Bangkalan, Blitar, Bondowoso, Malang, Mojokerto, Pamekasan, Sampang dan Situbondo," kata Jaksa KPK Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan, Selasa (7/3).

Lalu pada tahun anggaran 2021, menurut Arief, anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak menerima jatah anggaran sebesar Rp66.322.500.000 untuk 377 Pokmas yang tersebar di Kabupaten Bangkalan, Blitar, Bondowoso, Jember, Jombang, Kediri, Lumajang, Magetan, Malang, Pamekasan, Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Tuban dan Tulungagung.

"Tahun anggaran 2022 sebesar Rp77.598.394.000 untuk 655 Pokmas yang tersebar di Kabupaten Bangkalan, Bondowoso, Gresik, Jember, Ngawi, Pamekasan, Pasuruan, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, dan Sumenep," jelasnya.

"Sedangkan untuk tahun anggaran 2023 sebesar Rp28.555.000.000 untuk 151 Pokmas yang tersebar di Kabupaten Bangkalan, Lumajang, Ngawi, Pemekasan, Pacitan, Sampang dan Sumenep," ungkapnya.

Jaksa KPK menambah untuk penyaluran dana hibah Pokir tagun 2020 hingga tahun 2021, masing-masing anggota DPRD Jatim termasuk Saht Tua P Simandjuntak mengusulkan nama-nama Pokmas, Kegiatan, Nilai Anggaran dan alamat Pokmas kepada Sekretariat Provinsi Jatim melalui Zainal Afif Subeki selaku Kasubag Rapat dan Risalah.

"Setelah proses administrasi dilakukan hingga Pokmas disetujui sebagai penerima dana hibah berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur, selnjutnya dilakukan penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) oleh ketua Pokmas untul dapat dilaksanakan pencairan dana hibah Pokir ke rekening Pokmas," pungkasnya.

Seperti diberitakan dua pemberi suap ke anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (7/3).

Kedua penyuap yang terjerat kasus dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim tahun anggaran 2020 hingga 2022 tersebut yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

Sidang perdana beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, kedua terdakwa yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng tampak didampingi tiga pengacaranya.

Tak hanya itu keluarga kedua terdakwa juga terlihat di ruang sidang Cakra menyaksikan jalannya proses persidangan.

Dalam sidang tersebut, empat Jaksa KPK secara bergantian membacakan surat dakwaan setebal 26 halaman.

Atas perbuatan tersebut Jaksa KPK menganggap perbuatan terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomer 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan dana hibah Pokir untuk Pokmas APBD Jatim dari tahun anggaran 2020 hingga tahun 2023 meliputi tahun anggaran 2020 sebesar Rp2.822.936.367.500. 

Sedangkan anggaran tahun 2021 sebesar Rp1.993.243.057.000. Lalu anggaran tahun 2022 sebesar Rp2.136.928.840.564. Dan anggaran tahun 2023 sebesar Rp1.416.612.250.000.

Ini Besaran Dana Hibah Pokir Pokmas Tahun 2020 hingga 2023 untuk Anggota DPRD Jatim


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeber dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim dari tahun anggaran 2020 hingga tahun 2023.

Hal ini diungkap saat persidangan terhadap dua terdakwa pemberi suap ke anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (7/3).

Kedua terdakwa tersebut yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

"Tahun anggaran 2020 sebesar Rp2.822.936.367.500. Sedangkan anggaran tahun 2021 sebesar Rp1.993.243.057.000. Lalu anggaran tahun 2022 sebesar Rp2.136.928.840.564. dan anggaran tahun 2023 sebesar Rp1.416.612.250.000," kata Jaksa KPK Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan, Selasa (7/3).

Menurut Arief besaran anggaran dana hibah Pokir untuk Pokmas APBD Jatim dalam kurun waktu empat tahun tersebut lantaran ada peran penting anggota DPRD Jatim dalam proses pengusulannya.

"Bahwa tugas dan fungsi DPRD Provinsi Jatim diantaranya adalah membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang diajukan oleh Gubernur dan melaksanakan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD. Di dalam penyusunan APBD Provinsi Jatim tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 terdapat alokasi dan hibah Pokir untuk kelompok masyarakat (Pokmas) yang proses pengusulannya melalui anggota DPRD Jatim," pungkasnya.

Seperti diberitakan dua pemberi suap ke anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (7/3).

Kedua penyuap yang terjerat kasus dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim tahun anggaran 2020 hingga 2022 tersebut yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

Sidang perdana beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, kedua terdakwa yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng tampak didampingi tiga pengacaranya.

Tak hanya itu keluarga kedua terdakwa juga terlihat di ruang sidang Cakra menyaksikan jalannya proses persidangan.

Dalam sidang tersebut, empat Jaksa KPK secara bergantian membacakan surat dakwaan setebal 26 halaman.

Atas perbuatan tersebut Jaksa KPK menganggap perbuatan terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomer 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sidang Pemberi Suap ke Anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simanjuntak Dimulai, Jaksa KPK Bacakan Dakwaan


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Dua pemberi suap ke anggota DPRD Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (7/3).

Kedua penyuap yang terjerat kasus dana hibah pokok pikiran (Pokir) untuk kelompok masyarakat (Pokmas) APBD Jatim tahun anggaran 2020 hingga 2022 tersebut yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.

Sidang perdana beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut, kedua terdakwa yakni Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng tampak didampingi tiga pengacaranya.

Tak hanya itu keluarga kedua terdakwa juga terlihat di ruang sidang Cakra menyaksikan jalannya proses persidangan.

Dalam sidang tersebut, empat Jaksa KPK secara bergantian membacakan surat dakwaan setebal 26 halaman.

"Kedua terdakwa tersebut diadili telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang seluruhnya sebesar Rp39.500.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara yaitu Sahat Tua P Simandjuntak selaku anggota DPRD Jatim periode 2019-2024," kata Jaksa KPK Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan, Selasa (7/3).

Dalam dakwaan tersebut, Jaksa KPK Arief Suhermanto menjelaskan melalui orang kepercayaannya yaitu Muhammad Chozin (Alm) dan Rusdi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggaran negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban yaitu supaya Sahat Tua P Simandjuntak memberikan jatah alokasi dana hibah Pokir Pokmas dari APBD Jatim tahun 2020 - 2022 dan jatah alokasi dana hibah yang akan dianggarkan APBD tahun 2023-2024 kepada terdakwa.

"Bertentangan dengan kewajiban Sahat Tua P Simanjuntak selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-undang RI No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme Jo pasal 400 ayat (3) Undang-undang RI No 14 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jo Undang-undang RI No 42 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-indang No 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," paparnya.

Nah, atas perbuatan tersebut Jaksa KPK menganggap perbuatan terdakwa Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomer 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korypsi jo pasa 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Jumat, 03 Februari 2023

Intel Kejari Surabaya Mulai Periksa Tiga Saksi Kasus Pungli Peneriman Tenaga Kontrak


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Tak butuh waktu lama, setelah menerima laporan adanya pungli peneriman tenaga kontrak di Pemkot Surabaya, Selasa (31/1).

Tim penyidik Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya mulai memeriksa sejumlah pihak yang diduga mengetahui kasus pungli yang dilakukan ASN Pemkot Surabaya.

Tak tanggung-tanggung sejumlah saksi yang mengetahui secara langsung kasus tersebut mulai diperiksa.

"Untuk totalnya, sementara masih 3 orang yang kita mintai keterangan," jelas Kasi Intel Kejari Surabaya, Khristiya Lutfiasandhi, Jum'at (3/2).

Hasilnya dalam pemeriksaan 3 saksi tersebut, kata Khristiya, pihaknya sudah mendapatkan bukti transfer pengiriman uang ke oknum ASN yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah.

"Ada bukti yang kita amankan sebesar Rp39 juta," ujar Khristiya.

Khristiya menambahkan pengusutan kasus pungli penerimaan tenaga kontrak Pemkot Surabaya masih terus didalami. 

Tak hanya 3 saksi yang sudah menjalani pemeriksaan namun masih ada sejumlah pihak yang masih dijadwalkan untuk dimintai keterangannya.

"Kita akan terus kembangkan, kemungkinan bisa bertambah," pungkasnya.

Seperti diberitakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi serius membongkar kasus pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum ASN kepada lima orang dan tiga diantaranya sudah transfer masing-masing Rp15 juta untuk menjadi outsourcing Pemkot Surabaya.

Tak hanya Inspektorat Surabaya yang sudah diterjunkan untuk memeriksa sejumlah pihak terkait kasus tersebut.

Kali ini mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga melibatkan Korps Adhyaksa di jalan Sukomanunggal untuk turut mengusutnya.

"Ada pungli terkait (ASN menjanjikan) tenaga kontrak, Insyaallah sudah kita masukkan di Kejaksaan Negeri Surabaya, karena masuk wilayahnya," kata Wali Kota Eri, Rabu (1/2).

Ia menambahkan, dilibatkannya Kejari Surabaya untuk memgusut kasus tersebut supaya tidak terjadi lagi kasus serupa.

Makanya ia berharap Kejari Surabaya secepatnya mengungkap kasus tersebut.

"Semoga nanti berprosesnya bisa cepat, sehingga nanti bisa menjadi wawasan orang pemkot supaya tidak lagi pungli," harapnya.

Menurut mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, laporan ke Kejari Surabaya tersebut sudah dilakukan korban pungli dengan didampingi penasehat hukumnya.

Bahkan Wali Kota Eri mengaku sudah berkoordinasi dengan orang nomor satu di Kejari Surabaya.

"Jadi pengacaranya sudah melapor. Kan sudah menghadap saya waktu itu, akhirnya beliau (korban) yang lapor bersama dengan pengacaranya. Tapi saya juga sudah kontak Pak Kajari terkait laporan itu," pungkasnya.

Kejari Tanjung Perak Segera Tindaklanjuti Dugaan Pungli Penerimaan Tenaga Kerja Kontrak Pemkot Surabaya


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak mengaku belum menerima laporan secara resmi dari Pemkot Surabaya adanya pungli penerimaan tenaga kontrak yang dilakukan oleh pekerja outsourcing.

"Secara resmi laporan fisik sampai dengan saat ini belum kami terima," kata Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak Putu Arya Wibisana, Jum'at (3/2).

Namun menurut Putu, dalam mengungkap kasus pungli tersebut, Pemkot Surabaya sudah melakukan koordinasi.

"Komunikasi baru sebatas koordinasi antara pemkot dengan APH dalam hal ini Kejaksaan Negeri Tanjung Perak," jelasnya.

Putu memastian bila ada laporan terkait pungli tersebut. Pihaknya akan segera bergerak cepat untuk mengambil tindakan hukum. Terutama dalam mengusut adanya dugaan tindak pidana korupsi.

"Namun jika kedepannya nanti ditemukan adanya penyalahgunaan kewenangan dari ASN maupun pihak terkait lainnya, kami akan tindaklanjuti," pungkasnya.

Seperti diberitakan tak hanya Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang dilibatkan untuk mengusut kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot).

Kali ini Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi juga meminta Korps Adhyaksa di jalan Kemayoran Baru untuk menangani kasus serupa.

Kasus yang akan ditangani Kejari Tanjung Perak ini cukup berbeda dengan dua kasus pungli lainnya.

Sebab kasus ini bukan dilakukan aparatur sipil negara (ASN). Tetapi pungli yang ada di kawasan Perak ini dilakukan oleh pekerja outsourcing.

"Rencana masuk wilayah Kejaksaan Negeri  Tanjung Perak. Kalau yang ini menjanjikan pekerjaan, tapi dia masih outsourcing juga. Outsourcing-nya mendem, yang mau dimasukkan juga mendem. Jadi ini masuk Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, mungkin laporannya besok (hari ini)," kata Wali Kota Eri, Rabu (1/2).

Nah, untuk memperlancar prosesnya, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga melakukan komunikasi dengan pimpinan Korps Adhyaksa di wilayah tersebut.

"Saya sudah telepon Pak Kajari, jadi besok (hari ini) akan ditindaklanjuti dan laporannya dimasukkan oleh OPD," jelasnya.

Menurut Wali Kota Eri, modus yang dilakukan pekerja kontrak Pemkot Surabaya dengan mempermudah menjadi outsourcing dengan memberikan uang puluhan juta rupiah.

"Kejadian pungli itu sebenarnya sudah lama, sekitar tahun 2020 atau 2021. Pungli itu dilaporkan karena pelaku sudah menerima uang dan korban tidak menjadi outsourcing, sehingga dianggap penipuan," pungkasnya.

Diperiksa Pidsus Kejari Surabaya, Pungli Rp30 Juta di Bangkingan Ditingkatkan ke Penyelidikan


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Gerak cepat pengusutan kasus pungutan liar (pungli) di Pemkot Surabaya juga dilakukan Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya.

Diam-diam tim penyidik Pidsus Kejari Surabaya sudah hampir rampung melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang disinyalir mengetahui proses pungli oleh ASN di Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri sebesar Rp30 juta kepada warga yang mengurus surat petok berupa sawah. 

"Sudah kita tindaklanjuti semua," jelas Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Ari Prasetyo Panca Atmaja, Jum'at (3/2).

Ari menambahkan, dalam pemeriksaan sejumlah pihak untuk menggali keterangan dan data tersebut sudah dapat disimpulkan.

Artinya kasus tersebut sekarang sudah bergulir ke tingkat selanjutnya.

"Ya, sekarang sudah ditingkatkan ke penyelidikan," pungkasnya.

Seperti diberitakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi serius membongkar kasus pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum ASN kepada lima orang dan tiga diantaranya sudah transfer masing-masing Rp15 juta untuk menjadi outsourcing Pemkot Surabaya.

Tak hanya Inspektorat Surabaya yang sudah diterjunkan untuk memeriksa sejumlah pihak terkait kasus tersebut.

Kali ini mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga melibatkan Korps Adhyaksa di jalan Sukomanunggal untuk turut mengusutnya.

"Ada pungli terkait (ASN menjanjikan) tenaga kontrak, Insyaallah sudah kita masukkan di Kejaksaan Negeri Surabaya, karena masuk wilayahnya," kata Wali Kota Eri, Rabu (1/2).

Ia menambahkan, dilibatkannya Kejari Surabaya untuk memgusut kasus tersebut supaya tidak terjadi lagi kasus serupa.

Makanya ia berharap Kejari Surabaya secepatnya mengungkap kasus tersebut.

"Semoga nanti berprosesnya bisa cepat, sehingga nanti bisa menjadi wawasan orang pemkot supaya tidak lagi pungli," harapnya.

Menurut mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, laporan ke Kejari Surabaya tersebut sudah dilakukan korban pungli dengan didampingi penasehat hukumnya.

Bahkan Wali Kota Eri mengaku sudah berkoordinasi dengan orang nomor satu di Kejari Surabaya.

"Jadi pengacaranya sudah melapor. Kan sudah menghadap saya waktu itu, akhirnya beliau (korban) yang lapor bersama dengan pengacaranya. Tapi saya juga sudah kontak Pak Kajari terkait laporan itu," pungkasnya.

Awalnya kasus pungli ini mencuat ketika seorang warga wadul ke Wakil Wali Kota Armuji dan viral di akun Tik Tok.

Warga tersebut menceritakan bila ia mengurus surat tanah berupa petok D yang hilang, lantas menemui Kasi Pemerintahan Kelurahan Bangkingan Kecamatan Lakarsantri, Surabaya, Illiyas.

Dalam pertemuan tersebut ia disuruh menyiapkan uang sebesar Rp60 juta kemudian turun menjadi Rp30 juta.

Singkat cerita, Wakil Wali Kota Armuji kemudian menemukan orang tersebut dengan Illiyas dikantor Kelurahan setempat.

Awalnya Illyas saat ditanya Armuji tak mengakui telah meminta uang Rp30 juta.

Namun setelah orang tersebut menunjukkan bukti, Illiyas ini tak berkutik

Ia pun mengakui telah melakukan pungli kendati pada akhirnya uang tersebut telah dikembalikan sebelum kasus ini diviralkan di medsos.

Rabu, 01 Februari 2023

Pengadilan Tinggi Surabaya Kuatkan Putusan PN Tipikor, Eks Kabid Trantibum Satpol PP Ferry Jocom Tetap Divonis 3,5 Tahun Bui


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menguatkan vonis 3,5 tahun bagi eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya Ferry Jocom.

Dia divonis atas perkara penjualan barang sitaan hasil penertiban Satpol PP Surabaya.

Putusan di tingkat banding dibacakan oleh majelis hakim PT Surabaya yang diketuai oleh Prim Fahrur Razi dan dua anggota hakim yakni Elang Prakoso Wibowo dan Eddy Joenarso pada Jum'at (27/1) lalu. 

Dalam amar putusan Banding Nomor 85/PID.SUS/TPK/2022/PT.SBY hakim menyatakan Ferry Jocom bersalah sebagaimana hasil sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 120/Pid.Sus-TPK/2022/PN Sby. Tanggal 7 Desember 2022 atas nama terdakwa Ferry Jocom, S.Sos, M.Si yang dimintakan banding tersebut," kata hakim sebagaimana memori putusan yang dilihat di website Mahkamah Agung (MA), Rabu (1/2).

Selain itu, dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa Ferry Jocom dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Lalu memerintahkan agar terdakwa Ferry Jocom tetap berada dalam tahanan.

Kemudian membebankan biaya perkara kepada terdakwa Ferry Jocom dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sejumlah Rp2.500 (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah).

Sebelumnya, hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memberikan vonis terhadap terdakwa korupsi penjualan barang sitaan hasil penertiban Satpol PP Surabaya.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan denda sejumlah Rp100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar di ganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," pungkas Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai AA. Gd. Agung Parnata dan didampingi dua anggota Fiktor Panjaitan serta Alex Cahyono, Rabu (30/11/2022).

Rabu, 04 Januari 2023

Kembangkan Kasus Dinkopdag, Penyidik Pidsus Kejari Surabaya Tunggu Dua Alat Bukti


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Surabaya kembali melakukan pemeriksaan terhadap tersangka HLP, eks ASN Diskopdag Kota Surabaya.

Dengan mengenakan rompi berwarna pink, tersangka HLP tiba di lantai II ruang Pidsus Kejari Surabaya sekitar pukul 10.00 WIB.

Tak banyak bicara ketika eks Dinkopdag Surabaya itu memasuki ruang khusus pemeriksaan tersebut.

"Masih penyidikan, pemeriksaan tersangka," kata Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Ari Prasetya Panca Atmaja, Rabu (4/1).

Ari menambahkan, dalam pemeriksaan ini, HLP tak sendirian, mantan ASN Dinkopdag Surabaya itu didampingi penasehat hukumnya.

"Didampingi dua orang penasehat hukumnya," jelasnya.

Saat ditanya, apakah dalam kasus tersebut akan ada penambahan tersangka.

Ari belum berani memastikan. Sebab pemeriksaan tersangka HLP masih sedang berlangsung.

Apakah dalam pemeriksaan itu, HLP berani blak-blakan adanya pihak lain yang turut terlibat atau sebaliknya.

"Kalau untuk pengembangkan kasus ini menunggu dua alat bukti," pungkasnya.

Seperti diberitakan tim penyidik Pidsus Kejari menetapkan HLP, eks ASN Dinkopdag Surabaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan pengurusan perijinan minuman beralkohol.

Penetapan HLP ini sesuai dengan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : KEP-15/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Tim penyidik Pidsus Kejari Surabaya kemudian melakukan penahanan HLP selama 20 hari di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Penahanan HLP ini sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-09/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022.

Kasus yang melilit HLP ini bermula adanya pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan oleh oknum Diskopdag Kota Surabaya tersebut.

HLP ini yang menawarkan jasa penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP MB) dan meminta sejumlah uang kepada pelaku usaha.

Namun belakangan diketahui bahwa SIUP MB tersebut adalah palsu.

Kamis, 15 Desember 2022

Sebelum Ditahan Kejaksaan, ASN Dinkopdag Surabaya Diperiksa 11 Jam


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Tim penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya tak mau gegabah untuk melakukan penahan terhadap oknum Dinkopdag Surabaya berinisial HLP.

Menurut Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Ari Prasetya Panca Atmaja, tim penyidik bekerja cukup profesional dalam mengusut kaaus dugaan penyimpangan pengurusan perijinan minuman beralkohol.

HLP, ASN Dinkopdag Surabaya tersebut memenuhi panggilan untuk menjalani menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

"Dia datang sekitar pukul 10.00 WIB," kata Ari sapaan Kasi Pidsus Surabaya, Kamis (15/12).

Nah, setelah dilakukan pemeriksaan, tim penyidik Pidsus Kejari Surabaya akhirnya memutuskan untuk menaikkan status HLP dari saksi menjadi tersangka.

"Sekitar pukul 19.00 WIB, kita tetapkan sebagai tersangka sesuai dengan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : KEP-15/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022.," jelas Ari.

Bahkan usai ditetapkan sebagai tersangka, HLP ini kembali menjalani pemeriksaan hingga dilakukan penahanan.

"Sekitar pukul 21.00 WIB, tim melakukan penahanan sesuai surat perintah penahanan Nomor : PRINT-09/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022," pungkasnya.

Seperti diberitakan kasus yang melilit HLP, oknum Dinkopdag Surabaya ini bermula adanya pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan olehnya.

HLP ini yang menawarkan jasa penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP MB) dan meminta sejumlah uang kepada pelaku usaha.

Namun belakangan diketahui bahwa SIUP MB tersebut adalah palsu.

Kejari Surabaya Tahan Oknum Dinkopdag Surabaya, Ini Kasusnya


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Jaksa Penyidik pada Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Surabaya akhirnya menetapkan HLP oknum ASN Diskopdag Kota Surabaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan pengurusan perijinan minuman beralkohol.

Penetapan HLP ini sesuai dengan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : KEP-15/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Tim penyidik Pidsus Kejari Surabaya kemudian melakukan penahanan HLP.

"Dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-09/M.5.10/Fd.1/12/2022 tanggal 15 Desember 2022," kata Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Danang Suryo Wibowo, SH., LL.M melalui Kasi Intelijen Khristiya Lutfiasandhi, SH., MH dalam releasenya, Kamis (15/12).

Khristiya Lutfiasandhi menambahkan kasus yang melilit HLP ini bermula adanya pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan oleh oknum Diskopdag Kota Surabaya tersebut.

HLP ini yang menawarkan jasa penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP MB) dan meminta sejumlah uang kepada pelaku usaha.

Namun belakangan diketahui bahwa SIUP MB tersebut adalah palsu. 

"Menindaklanjuti laporan tersebut, Kejari Surabaya telah meminta keterangan sejumlah pihak, baik dari Diskopdag Kota Surabaya dan para pelaku usaha yang dipalsukan SIUP MB-nya," pungkasnya.

Rabu, 07 Desember 2022

Ferry Jocom Terdakwa Kasus Penjualan Barang Sitaan Satpol PP Surabaya Divonis 3,5 Tahun Penjara


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya akhirnya menjatuhkan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara atau 3,5 Tahun penjara kepada Ferry Jocom Terdakwa Kasus Korupsi Penjualan Barang Sitaan Satpol PP Surabaya.

Selain hukuman badan, mantan Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Satpol PP Surabaya ini juga harus membayar denda sebesar Rp100 juta dan subsidair 6 bulan kurungan.

"Hal-hal yang memberatkan bahwa terdakwa tidak mendukung program pemerintah terkait pemberantasan korupsi, tidak mengakui perbuatan, dan berbelit-belit. Sedangkan hal yang meringankan bahwa terdakwa sopan, tidak pernah dihukum, PNS, dan menjadi tulang punggung keluarga," kata Ketua Majelis Hakim AA Gd Agung Parnata saat membacakan amar putusannya di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Suravaya, Rabu (7/12).

Terkait putusan itu, terdakwa Ferry Jocom yang mengikuti sidang secara online tersebut menyatakan pikir-pikir.

"Pikir-pikir yang mulia," ujar terdakwa Ferry Jocom.

Atas sikap terdakwa, majelis hakim memberikan waktu hingga seminggu.

Sementara jaksa penuntut umum (JPU) R Harwiadi ditemui usai persidangan juga mengatakan hal yang sama.

"Saya koordinasi dulu dengan pimpinan, yang jelas juga pikir-pikir," pungkasnya.

Sebelumnya dalam kasus ini, Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Surabaya, Nur Rachmansyah menuntut Ferry Jocom, terdakwa kasus penjualan barang sitaan Satpol PP Kota Surabaya selama 5 tahun penjara.

Selain hukuman kurungan badan, mantan Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum (Tentibum) Satpol PP Kota Surabaya ini juga harus membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana perjara terhadap terdakwa Ferry Jocom dengan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi dengan masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah untuk terdakwa tetap ditahan dan pidana denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan," kata JPU Nur Rachmansyah saat membacakan nota tuntutan di ruang sidang Candra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (16/11).

Menurut JPU Nur Rachmansyah, terdakwa Ferry Jocom terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagai pegawai negeri atau orang lain sebagai pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja, menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya, yang telah ada permulaan pelaksanaan dan tidak selesai bukan disebabkan kehendaknya.

Terdakwa Ferry Jocom terbukti melanggar pasal 10 huruf a jo pasal 15 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 53 ayat (1) KUHPidana.

Rabu, 30 November 2022

Dakwaan Tak Jelas, Ferry Jocom Pertanyakan Jaksa Tak Seret Sunadi Cs Jadi Tersangka


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Penasehat Hukum (PH) terdakwa Ferry Jocom menganggap Jaksa Penunutut Umum (JPU) Kejari Surabaya salah dalam menguraikan peristiwa hukum yang dilakukan kliennya serta bertolak belakang dengan peristiwa yang sebenarnya.

Ini dikatakannya dalam nota pengajuan Duplik sebagai tanggapan atas Replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Dalam dakwaannya saudara Jaksa Penuntut  Umum dalam mengurai peristiwa pidana adalah “setengah hati” dan tidak merangkai peristiwa pidana sebagaimana yang sebenarnya yakni bisa dilihat dari peristiwa pidana yang diurai oleh Jaksa Penuntut umum sepotong-sepotong," kata Iwan Hari Murti Penasehat Hukum terdakwa Ferry Jocom di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (30/11).

Tak hanya itu Iwan Hari Murti juga menilai dakwaan jaksa tidak jelas arah hukumnya sebab hanya mengurai peristiwa hukum dari kesalahan terdakwa Ferry Jocom.

Sedangkan peran-peran pihak lain yang turut serta, yang membantu perbuatan yang dilakukan terdakwa Ferry Jocom ini dilewatkan begitu saja.

Padahal ada keikutsertaan dan peran pembantuan terhadap peristiwa pidana yang didakwakannya.

"Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum hanya mendudukkan masalah hukum dan beban hukum hanya kepada terdakwa Ferry Jocom. Padahal uraian peristiwa terhadap terdakwa Ferry Jocom ini sangat berangkai. Ada pihak lain yang terlibat yang turut serta dan melakukan pembantuan perbuatan pidana terhadap terdakwa Ferry Jocom," paparnya

Hal ini menurut Iwan Hari Murti dapat dilihat dalam dakwaan jaksa terhadap terdakwa Ferry Jocom yakni didakwa dengan ketentuan pasal 10 huruf  (a) dan huruf (b) Jo Pasal 15 dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  Jo Pasal  53 (1) KUH Pidana,.

Artinya dengan cara menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dipakai barang, akta, surat atau daftar yang dikuasai karena jabatannya selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat  satuan Polisi  Pamong Praja  Kota Surabaya.

Juga dengan membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut dengan cara menyuruh saksi Sunadi alias Cak sun, Yateno alias Yatno, Mohammad S. Hanjaya alias Abah Yaya  dan Slamet Sugianto alias Sugi.

"Kenapa orang tersebut tidak dilibatkan sebagai tersangka dan atau terdakwa  dalam perkara ini, padahal rangkaian perbuatan dari peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa Ferry Jocom adalah suatu rangkaian peristiwa hukum yang ada korelasinya secara hukum dan juga mempunyai pertanggungjawaban hukum bagi pelaku sebuah peristiwa hukum. Peran dari Sunadi alias Cak Sun, Yateno alias Yatno, Mohammad S. Hanjaya alias Abah Yaya dan Slamet Sugianto alias Sugi adalah sangat sentral dan merupakan pelaku langsung peristiwa penjualan  barang yang ada di Gudang Satpol PP Kota Surabaya dan merekalah yang mencarikan pembeli dan menerima uang hasil penjualan   sebesar Rp500 juta," paparnya.

Seperti diberitakan, eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya, Ferry Jocom telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban mencapai Rp500 juta.

Barang penertiban itu ada di gudang penyimpanan hasil penertiban Satpol PP Surabaya, Jalan Tanjungsari Baru 11-15, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya. 

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Ferry Jocom lalu dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Ia disangkakan melanggar Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

PH Terdakwa Ferry Jocom Tak Bacakan Duplik, Kasi Pidsus Surabaya: Tetap Pada Tuntutan


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Sidang dugaan penjualan barang sitaan Satpol PP Surabaya dengan terdakwa Ferry Jocom kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (30/11).

Sidang dengan beragendakan mendengarkan Penasihat Hukum (PH) terdakwa Ferry Jocom membacakan tanggapan atau duplik atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya.

Namun sayangnya dalam persidangan kali ini yang diketuai Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai oleh Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN dengan dibantu 2 Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH, PH berlangsung cukup singkat.

Iwan Hari Murti, Penasehat Hukum Terdakwa Ferry Jocom tak membacakan Duplik tersebut. 

Ia menyerahkan berkas Duplik setebal 14 halaman kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut serta JPU.

"Mohon maaf yang mulia Majelis Hakim, Duplik tidak saya bacakan," kata Iwan Hari Murti.

Kendati demikian, Ketua Majelis Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN tak mempermasalahkan keputusan Iwan Hari Murti Penasehat Hukum terdakwa Ferry Jocom. 

Ketua Majelis Hakim pun lantas menutup persidangan serta menjelaskan jadwal maupun agenda persidangan yang akan digelar pekan depan.

"Maka persidangan sudah dianggap telah selesai dan dilakukan keputusan tanggal 7 Desember untuk putusan. Demikian ya pak Ferry Jocom, kita tunda tanggal 7 Desember untuk putusan," pungkasnya.

Sementara Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Ari Prasetya Panca Atmaja tak mau berkomentar banyak terkait Duplik dari terdakwa Ferry Jocom.

"Intinya tetap pada tuntutan," pungkasnya.

Seperti diberitakan, eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya, Ferry Jocom telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban mencapai Rp500 juta.

Barang penertiban itu ada di gudang penyimpanan hasil penertiban Satpol PP Surabaya, Jalan Tanjungsari Baru 11-15, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya. 

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Ferry Jocom lalu dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Ia disangkakan melanggar Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jumat, 25 November 2022

Bacakan Replik, JPU Kejari Surabaya Tetap Tuntut Ferry Jocom 5 Tahun Bui


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Sidang dugaan kasus korupsi penjualan barang sitaan Satpol PP Surabaya sebesar Rp500 juta kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Sidang beragendakan mendengarkan nota pendapat atau tanggapan (Replik) dari Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Surabaya Nur Rachmansyah atas nota pembelaan (Pleidoi) terdakwa Ferry Jocom.

Dalam repliknya, JPU Kejari Surabaya Nur Rachmansyah menyatakan menolak seluruh pleidoi yang diajukan Ferry Jocom, terdakwa kasus penjualan barang sitaan Satpol PP Surabaya.

Jaksa tetap menuntut eks Kabid Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Satpol Surabaya itu 5 tahun penjara.

"Berdasarkan uraian tersebut diatas, atas nota pembelaan (Pleidoi) oleh tim penasehat hukum terdakwa Ferry Jocom, maka kami selaku jaksa penuntut umum menyatakan tetap pada tuntutan pidana kami sebagaimana telah kami bacakan dan diserahkan pada sidang sebelumnya," kata JPU Nur Rachmansyah saat membacakan Replik di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum'at (25/11).

Dengan ditolaknya Pleidoi itu, JPU Nur Rachmansyah menyerahkan keputusan kepada majelis hakim. 

Kasubsi Penuntutan Kejari Surabaya ini juga berharap agar majelis hakim dapat menjatuhkan putusan dengan seadil-adilnya.

"Selanjutnya kami serahkan sepenuhnya kepada majelis hakim dengan harapan dapat kiranya memberikan keputusan yang tepat dan seadil-adilnya," jelasnya.

JPU Nur Rachmansyah mengatakan surat dakwaan maupun surat tuntutan sudah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan.

"Sesuai dengan fakta yang ada, jaksa penuntut umum telah menggambarkan dan membuktikan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa sehingga telah dapat dibuktikan bahwa terdakwa memang benar telah melakukan tindak pidana sebagai pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, meruskkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karen jabatannya, yang telah ada permulaan, pelaksanaan dan tidak selesai bukan disebabkan kehendaknya," pungkas JPU Nur Rachmansyah.

Seperti diberitakan, eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya, Ferry Jocom telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban mencapai Rp500 juta.

Barang penertiban itu ada di gudang penyimpanan hasil penertiban Satpol PP Surabaya, Jalan Tanjungsari Baru 11-15, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya. 

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Ferry Jocom lalu dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Ia disangkakan melanggar Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ferry Jocom Minta 6 Orang Dijadikan Tersangka Kasus Penjualan Barang Sitaan Satpol PP Surabaya


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Terdakwa Ferry Jocom bersikukuh tidak bersalah melakukan penjualan barang sitaan Satpol PP Surabaya. Makanya untuk itu, ia ingin dibebaskan dalam kasua tersebut.

Hal itu dikatakan terdakwa Ferry Jocom melalui kuasa hukumnya, Abdul Rahman Saleh di Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Unsur pasal pidana yang didakwakan, kan jelas menghancurkan, tidak dipakainya suatu barang itu kan jelas, kesaksian Abdul Rahman di persidangan, siapa yang menghancurkan, ya PT Raksa. Siapa yang menggelapkan, ya Abdul Rahman. Kenapa? kan dia yang menjualkan ke PT Raksa, bukan pak Ferry," jelas Abdul Rahman, Jum'at (25/11).

Tak hanya pembeli barang sitaan Satpol PP Surabaya yakni Abdul Rahman dan PT Raksa. 

Dalam kasus tersebut juga ada 4 orang lainnya yang harus diseret jadi tersangka.

Mereka adalah Sunadi (Cak Sun), Yateno (Yatno), M. Mohamad S  Hanjaya (Abah Yaya) dan Slemet Sugianto (Sugi). 

"Intinya kami meminta untuk 6 orang dijadikan tersangka. Yang pak Abdul Rahman sama PT Raksa itu jelas, karena unsurnya kan menggelapkan, siapa yang menggelapkan, pak Abdul Rahman. Kemudian dijual ke PT Raksa. Siapa menghancurkan, apakah pak Hery, ya tidak. Jadi 6 harus jadi terdakwa. Cak sun atau 4 orang, PT Raksa dan Abdul Rahman," pungkasnya.

Seperti diberitakan eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya, Ferry Jocom telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban mencapai Rp500 juta.

Barang penertiban itu ada di gudang penyimpanan hasil penertiban Satpol PP Surabaya, Jalan Tanjungsari Baru 11-15, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya. 

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Ferry Jocom lalu dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Ia disangkakan melanggar Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bila Dipecat Sesuai Putusan Inkracht PN Tipikor, Ferry Jocom Bakal Gugat Pemkot Surabaya


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Abdul Rahman Saleh, kuasa hukum terdakwa Ferry Jocom mengapresiasi langkah Pemkot Surabaya tak gegabah mengambil sikap terkait status kepegawaian kliennya.

Dengan menunggu hasil akhir atau putusan inkracht dari pengadilan yang menyidangkan perkara dugaan korupsi penjualan barang sitaan Satpol PP Surabaya.

"Saya kira kalau terkait pemberhentian, pada intinya pak Ferry ingin diberhentikan setelah terbukti," kata Abdul Rahman Saleh, Jum'at (25/11).

Menurutnya penentuan hasil akhir putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht ini tak hanya di palu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya.

Tetapi ada jenjang lagi yang lebih tinggi yang harus ditempuh untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu perkara tersebut.

"Jangan berandai-andai dulu, artinya kan terbukti itu di muka persidangan, sementara tahapan persidangan masih bergulir. Prematur lah, mengatur strategi untuk cepat memberhentikan pak Ferry," jelasnya.

Abdul Rahman menambahkan terkait pemberhentian ASN yang terlibat korupsi ada mekanismenya.

"Yang dinyatakan putusan inkracht itu adalah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apakah nanti, umpamanya kita berandai-andai, pak Ferry terbukti, lalu mengajukan banding. Apakah itu inkracht. Kan belum. Artinya ada jenjang tahapan proses pengadilan yang harus kita hormati. Kenapa, karena ini negara hukum. Bukan negara kekuasaan, jadi tidak bisa selera. Punya target ada putusan apa yang terbukti kemudian diberhentikan, tidak bisa dijadikan acuan. Di undang-undang ASN dan di aturan kementrian apapun, kalau ASN melakukan tipikor, memang harus diberhentikan, dengan catatan harus dengan putusan inkracht yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dan inkracht itu adalah sejak diterimanya putusan hukum bagi terdakwa," paparnya.

Makanya dengan dasar hukum maupun aturan tersebut, lanjut Abdul Rahman Saleh bila Pemkot Surabaya tetap menerjangnya. Tentunya terdakwa Ferry Jocom akan melakukan perlawanan.

"Kita gugat melalui PTUN, pasti pak Ferry gak akan tinggal diam. Karena hak dia kan harus dilindungi. Apalagi terkait pemberhentian. Itukan menyangkut nasib seseorang, masa depan seseorang. Masa nasib seseorang langsung dijustifikasi seperti itu. Lagian dia ngabdi kepada negara 9 tahun. Masa penghargaannya seperti itu. Kita hormati proses hukum yang masih bergulir itu aja," pungkasnya.

Seperti diberitakan eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya, Ferry Jocom telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban mencapai Rp500 juta.

Barang penertiban itu ada di gudang penyimpanan hasil penertiban Satpol PP Surabaya, Jalan Tanjungsari Baru 11-15, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya. 

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Ferry Jocom lalu dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Ia disangkakan melanggar Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.