Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Soft Launching Kota Lama, Gelar Sejumlah Paket Wisata

Sejumlah paket wisata digelar Pemkot Surabaya usai soft launching Kota Lama zona Eropa yang berada di kawasan Jalan Rajawali, Krembangan, Surabaya.

Cegah Narkoba di Kalangan ASN dan Pelajar, Pemkot Surabaya Gandeng BNN dan Polisi

Upaya Pemkot Surabaya memberantas Narkoba tak hanya di kalangan pelajar dan masyarakat, tetapi juga Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup pemkot.

Peluang Investasi untuk Pengembangan Eks THR-TRS

Pemkot Surabaya menggandeng Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk mempromosikan proyek peluang investasi di Kota Pahlawan. Diantaranya di kompleks eks Taman Hiburan Rakyat (THR) dan Taman Remaja Surabaya (TRS).

Tekan Laju Inflasi, Pemkot Rutin Gelar Pangan Murah

Untuk menekan laju inflasi agar masyarakat bisa mendapatkan komoditas bahan pangan dengan lebih murah, Pemkot Surabaya rutin menggulirkan program Gerakan Pangan Murah setiap bulan.

Pemkot Surabaya Komitmen Amankan Aset yang Dikuasai Pihak Ketiga

Berbagai upaya strategis terus dilakukan Pemkot Surabaya untuk memastikan aset daerah dapat dimanfaatkan secara optimal demi kepentingan warga dan pemerintah.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Oktober 2024

Merasa Terzalimi, Mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati Ajukan Banding


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Terdakwa Siska Wati, akhirnya mengajukan banding atas putusan 4 tahun penjara terkait kasus dugaan pemotongan dana insentif ASN di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Selain hukuman badan, mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo ini juga dikenakan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Pengajuan banding ini lantaran Siska Wati merasa terzalimi atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada Rabu 9 Oktober lalu. 

"Iya banding,  karena Bu Siska menganggap putusan tersebut zalim," kata Erlan Jaya Putra, penasihat hukum Siska Wati, Rabu (16/10).

Menurut Erlan pengajuan banding tersebut sudah dilayangkan kemarin.

Untuk Akta permintaan banding diterima Hari Santoso selaku Panitera Muda Tipikor Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya.

'"Akta permintaan banding nomor: 45/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Sby atas nama terdakwa Siska Wati pada Selasa 15 Oktober 2024 kemarin," jelas Erlan.

Erlan menambahkan, kliennya juga merasa dituduh menerima uang Rp20 juta padahal jaksa sebagai penuntut juga sudah berpendapat tidak ada keuntungan sedikit pun juga buat pribadinya dari perbuatan yang dilakukan Siska Wati.

"Jaksa berpendapat tidak ada keuntungan sedikit pun buat pribadi," pungkasnya.

Sebelumnya Erlan Jaya Putra, Penasehat hukum (PH) Siska Wati menganggap penanganan kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo tak profesional.

Pasalnya hingga kini kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini hanya ada tiga orang saja yang dijadikan terdakwa.

Ketiga orang tersebut yakni Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor, Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono dan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.

Apalagi salah satu terdakwa yakni Siska Wati menjabat sebagai Kasubbag BPPD Sidoarjo.

Padahal diatas jabatan Siska Wati masih ada 4 pimpinan lainnya yakni 3 Kepala Bidang (Kabid) dan 1 sebagai Sekretaris.

“Ini ironi negara kita. Bagaimana seorang bawahan di sini menjadi tersangka, kabid dalam pertimbangan hukumnya terlibat dalam hal ini turut membantu kejahatan,” kata Erlan, Kamis (10/10).

Makanya dengan pertimbangan hukum ini adanya dugaan keterlibatan para Kabid dan Sekretaris disinilah tantangan bagi KPK untuk mengulik kasus ini.

Jika hal itu tak dilakukan oleh KPK maka ada indikasi terjadi tebang pilih.

“Pertimbangan itu harus ditindaklanjuti KPK. Nama baik KPK tercoreng tebang pilih,” tegasnya.

Tak hanya Kabid hingga Sekretaris di lingkungan BPPD Sidoarjo, namun menurut Erlan ada juga keterlibatan aparat penegak hukum di jajaran Kejari setempat yang turut menikmati dana potongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.

Untuk itu Erlan juga mendesak KPK segera mengusut oknum-oknum termasuk penegak hukum yang juga terlibat.

“Ada 4 orang itu yang internal. Di luar itu, ada penagak hukum terlibat yang diduga menerima ratusan juta harus diusut dan tindaklanjuti,” pungkasnya.

Seperti diberitakan Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.

Siska dinilai turut terbukti melakukan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Sidoarjo.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Siska Wati dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (9/10).

Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Siska Wati.

Nah jika pidana denda tersebut tak dibayar maka Siska Wati akan menjalani hukuman penjara selama 3 bulan.

"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan," sambung Ketua Majelis hakim Ni Putu Sri Indayani.

Usai membacakan putusan vonis, Ketua Majelis Hakim meminta Siska Wati mengambil sikap.

Apakah Siska menerima putusan vonis tersebut atakah melakukan upaya hukum yang kebih tinggi.

Makanya Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani meminta Siska Wati agar berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.

"Kami melakukan upaya banding yang mulia," jawab penasehat hukum Siska Wati.

Sementara JPU KPK belum memberikan kepastian. 

"Masih Pikir-pikir yang mulia," tandas JPU KPK Andri Lesmana.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang sebelumnya menuntut 5 tahun penjara denda Rp300 juta subsider 4 bulan.

Dalam kasus ini Siska Wati didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar pasal 12 huruf f Undang-Undang Tipikor.

Pasal 12 huruf (f) tersebut berbunyi, Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum.

Selasa, 15 Oktober 2024

Ahmad Masruri Embat Uang Gus Muhdlor Rp30 Juta


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Ulah Ahmad Masruri tak hanya mencatut nama mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor dengan meminta sejumlah uang puluhan juta rupiah ke Ari Suryono dan Siska Wati.

Ari Suryono merupakan mantan Kepala BPPD Sidoarjo dan Siska Wati mantan kasubbag Umum dan Perlengkapan BPPD Sidoarjo.

Keduanya juga terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo seperti Gus Muhdlor.

Nah, kali ini kelakuan Ahmad Masruri yang merupakan sopir Gus Muhdlor ini terlalu kelewat batas.

Bayangkan uang Gus Muhdlor sejumlah Rp30 juta untuk biaya pembayaran barang yang tertahan Bea Cukai juga diembatnya.

Hal ini terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Ahmad Masruri sebagai saksi dengan terdakwa mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (14/10).

Awalnya salam persidangan Ahmad Masruri terlihat yakin bila perbuatannya itu tak terubgkap.

Jaksa pun mulai mencecar sepengetahuannya Ahmad Masruri seputar barang pembelian Gus Muhdlor dari Maroko yang ditahan oleh pihak Bea Cukai Surabaya.

"Saya taunya barang gak datang milik pak bupati, soalnya saya ikut ke Maroko. Waktu itu beliau ada barang di beli dipaketkan oleh pihak tokonya," jelas Ahmad Masruri

Mengetahui hal itu, kata Ahmad Masruri menjelaskan kepada jaksa, Gus Muhdlor pun meminta ajudannya Perdigsa Cahya Binara untuk segera mengurusi barang tersebut.

Bahkan Gus Muhdlor juga meminta berapa biaya yang disiapkan untuk membayarnya.

"Mas Digsa suruh ngurusi nanti saya (Gus Muhdlor) yang bayar," ungkapnya.

Perdigsa Cahya Binara lalu bergegas mengurusnya di Bea Cukai Surabaya. 

Setelah mengetahui jumlah biaya yang harus dibayar, Perdigsa Cahya Binara menghubungi Ahmad Masruri.

"Siangnya ditelpon mas Digsa. Mas ini biayanya gimana? Siapkan Rp30 juta disek (dulu)," ujar Perdigsa Cahya Binara ke Ahmad Masruri.

Ahmad Masruri pun juga memberi tahu ke Gus Muhdlor soal biaya tersebut.

Seketika itu juga, Gus Muhdlor masuk ke dalam rumah untuk mengambil uang lalu menyerahkan ke Ahmad Masruri.

"Gus ini ada biaya, katanya mas Digsa Rp30 juta. Beliaunya ke dalam ambil uang lalu menyerahkan ke saya," paparnya.

Sayangnya, biaya tersebut sudah dibayar oleh Ari Suryono. Sedangkan uang dari Gus Muhdlor masih di pegang oleh Ahmad Masruri.

Alasan Ahmad Masruri tak menyerahkan langsung uang Rp30 juta tersebut ke Ari Suryono tak masuk akal.

Uang tersebut kata Ari akan dikembalikan ketika bertemu dengan Ari Suryono.

Mendengar pengakuan yang tak masuk akal tersebut, jaksa pun terlihat emosi lalu mencecar Ahmad Masruri.

"Kenapa gak WhatsApp sopir pak Ari. Atau ke kantornya, 

Namun Ahmad Masruri tetap bersikukuh akan mengembalikan uang tersebut.

"Kegiatan saya padat. Gak bisa kesana. Kalau ketemu saya kasihkan ke pak Ari. sampai sekarang belum ketemu," jawabnya.

Sayangnya menurut Ahmad Masruri, bila uang tersebut sudah habis terpakai.

"Uang Rp30 juta, maaf saya pakai," pungkasnya.

Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 8 saksi.

Kedelapan saksi itu antara lain staf Prokopim Sidoarjo Akbar Prayoga dan Aswin Reza Sumantri; ajudan Gus Muhdlor, Gelar Agung Baginda dan Perdigsa Cahya Binara; suami Siska Wati yang juga Kabag Pembangunan Setda Sidoarjo Agus Sugiarto; staf BPPD Sidoarjo Faridz Farah Zein Nurani; sopir Gus Muhdlor, Achmad Masruri; dan Dosen UIN Malang M Robith Fuadi.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. 

Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

Sementara terdakwa Ari Suryono telah menerima vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan.

Tak hanya itu Ari Suryono juga dijatuhi membanyar ubg pengganti sebesar Rp2,7 miliar.

Bila dalam tempo satu bulan tak membayar maka harta benda Ari Suryono disita.

Dan bila harta benta yang disita kemudian dilelang belum mencukupi maka Ari Suryono akan mengganti dengan menjalani hukuman 2 tahun bui.

Sedangkan Siska Wati divonis 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Ahmad Masruri Catut Nama Gus Muhdlor Minta Uang Puluhan Juta ke Ari Suryono dan Siska Wati


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Saksi Ahmad Masruri akhirnya mengakui bila selama ini ia mencatut nama mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor untuk meminta uang kepada mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.

Hal itu dikatakannya ketika menjadi saksi dengan terdakwa mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor di Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Saya awalnya dikasih beliau (Ari Suryono) uang sama sarung. Itu saat puasa," kata Ahmad Masruri, Senin (14/10).

Nah, setelah menerima pemberian itu, ternyata Ahmad Masruri memiliki niat jahat.

Ia pun meminta kembali sejumlah uang dengan dalih untuk biaya operasional ketika mengawal Gus Muhdlor.

"Kemudian atas inisiatif sendiri. Minta operasional atas nama bapak bupati supaya diberi," jelasnya.

Alhasil rencana tersebut berhasil. Kendati Ahmad Masruri tak mengakui berapa jumlah uang yang diinginkannya ketika meminta kepada Ari Suryono.

"Saya gak nyebut nilai," ujar Ahmad Masruri ketika menjawab pertanyaan jaksa.

Ahmad Masruri hanya mengatakan bila pemberian uang yang nilanya mencapai puluhan juta rupiah itu dilakukan oada tahun 2022.

"Saya dikasih Rp15 juta. Dalam tahun 2022 sebanyak tiga kali," ungkapnya.

Saat didesak jaksa, untuk tahun 2021, Ahmad Masruri mengakui tak menerimanya.

Ia mengakui tak hanya di tahun 2022, tetapi pemberian uang juga diterima di tahun 2023.

Tetapi pemberian itu, tidak langsubg diberikan Ari Suryono.

Melainkan melalui mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.

"Tahun 2021 tidak. Tahun 2023 saya hubungi beliau (Ari Suryono). Beliau bilang nanti di hubungi mbak Siska," ujar Ahmad Masruri.

Tak berapa lama, lanjut Ahmad Masruri, Siska Wati pun menghubunginya.

Ia pun diajak ketemuan Siska Wati bersama suaminya.

Saat bertemu, Siska Wati menyerahkan bungkusan yang berisi uang kepada Ahmad Masruri.

"Diajak ketemu, ini titipan dari pak Ari Rp20 juta," pungkas Ahmad Masruri menirukan ucapan Siska Wati.

Dakam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 8 saksi.

Kedelapan saksi itu antara lain staf Prokopim Sidoarjo Akbar Prayoga dan Aswin Reza Sumantri; ajudan Gus Muhdlor, Gelar Agung Baginda dan Perdigsa Cahya Binara; suami Siska Wati yang juga Kabag Pembangunan Setda Sidoarjo Agus Sugiarto; staf BPPD Sidoarjo Faridz Farah Zein Nurani; sopir Gus Muhdlor, Achmad Masruri; dan Dosen UIN Malang M Robith Fuadi.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. 

Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

Sementara terdakwa Ari Suryono telah menerima vonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan.

Tak hanya itu Ari Suryono juga dijatuhi membanyar ubg pengganti sebesar Rp2,7 miliar.

Bila dalam tempo satu bulan tak membayar maka harta benda Ari Suryono disita.

Dan bila harta benta yang disita kemudian dilelang belum mencukupi maka Ari Suryono akan mengganti dengan menjalani hukuman 2 tahun bui.

Sedangkan Siska Wati divonis 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Kamis, 10 Oktober 2024

PH Siska Wati Desak KPK Ulik Kasus Pemotongan Dana ASN BPPD Sidoarjo, Ada Kabid, Sekretaris Hingga Oknum Kejari


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Erlan Jaya Putra, Penasehat hukum (PH) Siska Wati menganggap penanganan kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo tak profesional.

Pasalnya hingga kini kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini hanya ada tiga orang saja yang dijadikan terdakwa.

Ketiga orang tersebut yakni Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor, Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono dan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.

Apalagi salah satu terdakwa yakni Siska Wati menjabat sebagai Kasubbag BPPD Sidoarjo.

Padahal diatas jabatan Siska Wati masih ada 4 pimpinan lainnya yakni 3 Kepala Bidang (Kabid) dan 1 sebagai Sekretaris.

“Ini ironi negara kita. Bagaimana seorang bawahan di sini menjadi tersangka, kabid dalam pertimbangan hukumnya terlibat dalam hal ini turut membantu kejahatan,” kata Erlan, Kamis (10/10).

Makanya dengan pertimbangan hukum ini adanya dugaan keterlibatan para Kabid dan Sekretaris disinilah tantangan bagi KPK untuk mengulik kasus ini.

Jika hal itu tak dilakukan oleh KPK maka ada indikasi terjadi tebang pilih.

“Pertimbangan itu harus ditindaklanjuti KPK. Nama baik KPK tercoreng tebang pilih,” tegasnya.

Tak hanya Kabid hingga Sekretaris di lingkungan BPPD Sidoarjo, namun menurut Erlan ada juga keterlibatan aparat penegak hukum di jajaran Kejari setempat yang turut menikmati dana potongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.

Untuk itu Erlan juga mendesak KPK segera mengusut oknum-oknum termasuk penegak hukum yang juga terlibat.

“Ada 4 orang itu yang internal. Di luar itu, ada penagak hukum terlibat yang diduga menerima ratusan juta harus diusut dan tindaklanjuti,” pungkasnya.

Seperti diberitakan Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.

Siska dinilai turut terbukti melakukan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Sidoarjo.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Siska Wati dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (9/10).

Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Siska Wati.

Nah jika pidana denda tersebut tak dibayar maka Siska Wati akan menjalani hukuman penjara selama 3 bulan.

"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan," sambung Ketua Majelis hakim Ni Putu Sri Indayani.

Usai membacakan putusan vonis, Ketua Majelis Hakim meminta Siska Wati mengambil sikap.

Apakah Siska menerima putusan vonis tersebut atakah melakukan upaya hukum yang kebih tinggi.

Makanya Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani meminta Siska Wati agar berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.

"Kami melakukan upaya banding yang mulia," jawab penasehat hukum Siska Wati.

Sementara JPU KPK belum memberikan kepastian. 

"Masih Pikir-pikir yang mulia," tandas JPU KPK Andri Lesmana.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang sebelumnya menuntut 5 tahun penjara denda Rp300 juta subsider 4 bulan.

Dalam kasus ini Siska Wati didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar pasal 12 huruf f Undang-Undang Tipikor.

Pasal 12 huruf (f) tersebut berbunyi, Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum.

Divonis 4 Tahun Penjara Kasus Pemotongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo, Ini Alasan Siska Wati Banding


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Diputus 4 tahun penjara, terdakwa Siska Wati yang tersangkut kasus korupsi potongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo menyatakan banding.

Pasalnya putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya Ni Putu Sri Indayani tidak mencerminkan hukum yang berlaku.

Makanya hasil putusan vonis itu akan di uji sampai tingkat mana pun.

“Setelah berdiskusi dengan terdakwa, kami akan menguji sampai tingkat manapun. Karena terdakwa dipertimbangan hukum antara majelis hakim berbeda tuntutan di sini,” ujar Erlan Jaya Putra, Kamis (10/10).

Menurut Erkan, bila sesuai tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat jelas menyatakan hal-hal yang diambil terdakwa dalam perkara ini.

Erlan juga beranggapan tidak ada mens rea (niat jahat) dari terdakwa, dan uangnya juga dipotong.

Bahkan, keterangan ahli yang dihadirkan tidak dipertimbangkan.

“Padahal istilahnya ahli jelas, bahwa yang bertanggung jawab kepala badan bukan terdakwa. Maka untuk itu kami akan uji keputusan sampai mana pun dan kami mohon keadilan seadil-adilnya. Kami siap,” tegasnya.

Erlan menambahkan pihaknya tidak menginginkan hukuman 4 tahun, 10 tahun, 20 tahun bagi Siska Wati maka itu diuji putusan tersebut.

“Kami tidak butuh hukuman seringan-ringannya. Apakah itu 4 tahun, 5 tahun, 10 tahun karena kami yakin tidak ada niat jahat dari teredakwa. Silakan hakim menilai ini, silakan hakim mengambil keputusan cukup berat tidak masalah. Kami merasa ini tidak adil dan tidak realistis karena keterangan ahli kami tidak dipertimbangkan sama sekali,” pungkasnya.

Seperti diberitakan Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.

Siska dinilai turut terbukti melakukan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Sidoarjo.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Siska Wati dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (9/10).

Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Siska Wati.

Nah jika pidana denda tersebut tak dibayar maka Siska Wati akan menjalani hukuman penjara selama 3 bulan.

"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan," sambung Ketua Majelis hakim Ni Putu Sri Indayani.

Usai membacakan putusan vonis, Ketua Majelis Hakim meminta Siska Wati mengambil sikap.

Apakah Siska menerima putusan vonis tersebut atakah melakukan upaya hukum yang kebih tinggi.

Makanya Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani meminta Siska Wati agar berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.

"Kami melakukan upaya banding yang mulia," jawab penasehat hukum Siska Wati.

Sementara JPU KPK belum memberikan kepastian. 

"Masih Pikir-pikir yang mulia," tandas JPU KPK Andri Lesmana.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang sebelumnya menuntut 5 tahun penjara denda Rp300 juta subsider 4 bulan.

Dalam kasus ini Siska Wati didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar pasal 12 huruf f Undang-Undang Tipikor.

Pasal 12 huruf (f) tersebut berbunyi, Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum.

Ari Suryono Tegaskan Gus Muhdlor Tak Pernah Terima Aliran Dana Potongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Sidang kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif BPPD Sidoarjo digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya semakin terungkap bila mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor yang menjadi terdakwa tak terlibat.

Hal ini terlihat ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, Senin (7/10).

Dalam kesaksiannya itu, Ari Suryono dicecar oleh JPU KPK soal pemberian potongan dana insentif apakah mengalir ke Gus Muhdlor.

Ari Suryono pun mengaku memberikan dana potongan insentif itu ke sopir Gus Muhdlor, Achmad Masruri melalui mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.

"Diberikan Siska Wati ke Ruri (Masruri), saya pernah memberikannya sekali," jawab Ari Suryono menjawab pertanyaan jaksa.

Hal yang sama juga dikatakan Ari Suryono ketika menjawab pertanyaan dari Gus Muhdlor.

"Apakah saya pernah pegang uangnya? Pernah uang Rp50 juta untuk saya? Pernah menyuruh memotong 30 persen?" tegas Gus Muhdlor bertanya ke Ari Suryono.

"Tidak pernah, karena untuk walpri (Pengawal Pribadi). Mestinya Pak Bupati tidak pernah," jawab Ari Suryono.

Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra tersebut, Tak hanya Ari Suryono mantan Kepala BPPD Sidoarjo, JPU juga menghadirkan beberapa saksi. 

Diantaranya Mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siska Wati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen.

Pemotongan insentif ini dilakukan Ari Suryono dan Siska Wati sejak triwulan keempat tahun 2021 hingga triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar.

Gus Muhdlor diduga menerima Rp 1,46 miliar dari Ari Suryono. Jumlah itu lebih sedikit ketimbang yang diterima Ari Suryono sendiri, yakni Rp 7,133 miliar.

Rabu, 09 Oktober 2024

Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryoni di Vonis 5 Tahun Penjara, Jaksa dan PH Nyatakan Pikir-pikir


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya akhirnya menjatuhkan vonis selama 5 tahun penjara terhadap Ari Suryono.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun," kata Ketua Mahelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Ni Putu Sri Indayani saat membacakan vonis putusan, Rabu (9/10).

Tak hanya di bui 5 tahun, Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo ini juga ini juga di denda sebesar Rp500 juta.

Nah apabila Ari Suryono tak sanggup membayarnya, maka ia akan mengganti dengan hukuman kurungan selama 4 bulan.

"Dengan ketentuan apabila tak dibayar maka akan diganti dengan hukuman kurangan selama 4 bulan," jelas Ni Putu 

Putusan  majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 7,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas putusan itu, baik terdakwa melalui tim penasihat hukumnya serta Jaksa KPK sama-sama masih pikir-pikir.

"Kami pikir-pikir dan diskusi dengan keluarga Pak Ari," pungkas Nabillah Amir, salah satu tim penasihat hukum Ari Suryono.

Korupsi Dana Insentif ASN, Eks Kasubbag BPPD Sidoarjo Siska Wati Divonis 4 Tahun Penjara


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.

Siska dinilai turut terbukti melakukan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Sidoarjo.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Siska Wati dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (9/10).

Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Siska Wati.

Nah jika pidana denda tersebut tak dibayar maka Siska Wati akan menjalani hukuman penjara selama 3 bulan.

"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan," sambung Ketua Majelis hakim Ni Putu Sri Indayani.

Usai membacakan putusan vonis, Ketua Majelis Hakim meminta Siska Wati mengambil sikap. Apakah Siska menerima putusan vonis tersebut atakah melakukan upaya hukum yang kebih tinggi.

Makanya Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani meminta Siska Wati agar berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.

"Kami melakukan upaya banding yang mulia," jawab penasehat hukum Siska Wati.

Sementara JPU KPK belum memberikan kepastian. 

"Masih Pikir-pikir yang mulia," tandas JPU KPK Andri Lesmana.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang sebelumnya menuntut 5 tahun penjara denda Rp300 juta subsider 4 bulan.

Dalam kasus ini Siska Wati didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar pasal 12 huruf f Undang-Undang Tipikor.

Pasal 12 huruf (f) tersebut berbunyi, Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum.

Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono Divonis Bayar Uang Pengganti Rp2,7 miliar Lebih


Surabaya - KABARPROGRESIF COM Tak hanya menerima vonis selama 5 tahun penjara serta denda sebesar Rp500 juta subsider hukuman 4 bulan kurungan.

Namun mantan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Ari Suryono ini juga harus membayar denda pidana uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar lebih.

Apabila Ari Suryono tak sanggup nembayarnya dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.

Maka sebagai penggantinya yakni harta benda dari Ari Suryono ini akan disita sesuai nilai dari denda pidana uang pengganti tersebut.

"Selain itu, terdakwa juga membayar denda pidana uang pengganti Rp 2,7 miliar. Jika dalam waktu satu bulan belum bisa mengganti maka menyita harta benda dan dilelang," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Ni Putu Sri Indayani saat membacakan vonis putusan, Rabu (9/10).

Tak hanya itu, menurut Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Ni Putu Sri Indayani, bila sita harta benda dari terdakwa Ari Suryono nilai belum mencukupi sebanyak denda pidana uang pengganti Rp 2,7 miliar lebih.

Maka Ari Suryono harus menjalani hukuman kurungan selama 2 tahun. 

"Apabila tidak mencukupi maka akan menjalani hukuman 2 tahun," jelasnya.

Menurut Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani mengatakan majelis hakim tidak sependapat dengan pembelaan dari penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa besaran uang bukan karena keikhlasan tetapi berdasarkan pada kitir.

"Berdasarkan keterangan saksi mereka tak kuasa menolak permintaan sedekah. Majelis hakim tak sependapat dengan pembelaan penasihat terdakwa karena pegawai tak punya utang," paparnya.

Ni Putu Sri Indayani menambahkan sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, terdakwa mempunyai  kapasitas mengevaluasi dan monitoring.

"Bukannya bukti pemotongan insentif dan bukti uang dimusnahkan," tandasnya.

Untuk itu, terdakwa Ari Suryono tak berdiri sendiri. Sebagai Kepala BPPD Sidoarjo harusnya bisa menghentikan.

"Sama-sama memotong, menerima. Pasal alternatif pertama terpenuhi. Tidak ada alasan pembenar dan pemaaf," pungkasnya.

Senin, 07 Oktober 2024

Ari Suryono Akui Tak Pernah Diperintah Gus Muhdlor Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono blak-blakan dalam sidang kedua dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo dengan terdakwa mantan bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin (7/10).

Sidang yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Ari Suryono sebagai saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bila Gus Muhdlor tak terlibat dalam aliran dana Rp50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif pajak seperti yang didakwakan.

Menurut Ari Suryono yang sudah dituntut JPU KPK selama 7 tahun 6 bulan penjara, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di Pendopo turut dipikirkan. 

BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN. 

“Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari dalam sidang. 

Ari  Suryono menegaskan, nominal Rp50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. 

Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. 

Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp50 juta. 

Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp 50 juta setiap awal bulan. 

Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. 

Gus Muhdlor tidak pernah menerima sepeserpun uang dari BPPD. 

Modus memotong dana insentif juga ternyata sudah jadi “budaya” di BPPD Sidoarjo. 

Terungkap dalam persidangan, Ari Suryono mengaku dirinya hanya mengikuti apa yang sudah dilakukan sejak era bupati sebelumnya, Saiful Ilah. 

“Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu,” katanya.

Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono diberitahu bahwa ada dana “sedekah” yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD. 

Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti karya wisata para pegawai BPPN. 

Juga untuk membiayai gaji 12 pegawai yang ada di BPPD yang tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo. 

Sebelumnya, Ari mengaku tidak tahu menahu ada praktik potongan dana insentif dengan nama uang sedekah. Gus Muhdlor juga tidak pernah memotong dana insentif tersebut. 

“Yang memberi tahu adanya dana sedekah adalah Siska Wati dan Hadi Yusuf. Katanya sebelumnya juga sudah begitu,” tambah Ari Suryono. 

Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. 

“Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” pungkasnya. 

Giliran 4 Saksi Dihadirkan Dalam Sidang Gus Muhdlor


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Usai Ari Suryono, eks Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo menjadi saksi dengan terdakwa Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (7/10).

Kini giliran 4 orang saksi lainnya yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keempat orang saksi tersebut dintaranya mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo A Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

Dalam sidang kali ini Majelis Hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani bersama fua hakim anggota yakni Athoillah dan Ibnu Abbas Ali meminta saksi Ari Suryono tidak meninggalkan ruang sidang Cakra.

Ari Suryono harus tetap berada di dalam ruang sidang berbaur debgan oengunjubg lainnya.

Hal ini bertujuan untuk mempermudah kebenaran saksi lainnya yang berhubungan dengannya.

Dalam sidang tersebut awalnya pemeriksaan saksi dilakukan secara berututan. Usai Ari Suryono kemudian Siska Wati.

Namun kenyataannya usai skorsing waktu beristirahat kelar, JPU KPK Andrey Lesmana meminta A Hadi Yusuf mengawali saksi kemudian Sulistiyono lalu Rahma Fitri Kristiani dan Siska Wati.

Dalam pantauan, sidang dengan mendengarkan keterangan A Hadi Yusuf sedang berlangsung.

Dalam sidang tersebut terlihat sedikit memanas, perdebatan antara saksi A Hadi Yusuf dengan JPU KPK Andrey Lesmana.

Bahkan JPU KPK ini akan menghadirkan saksi Ari Suryono.

Tujuannya agar A Hadi Yusuf tidak berbelit-belit dalam mberikan keterangannya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

Gus Muhdlor Tak Pernah Perintahkan Potong Insentif ASN BPPD Sidoarjo


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Sidang kedua dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo dengan terdakwa mantan bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor kembali disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (7/10).

Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Oemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 5 orang saksi. 

Mereka adalah Mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, Mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati, Mantan Sekretaris BPPD Sidoarjo Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD Sidoarjo Sulistiyono, dan pegawai BPPD Sidoarjo Rahma Fitri Kristiani.

Di sidang tersebut terungkap aliran dana Rp50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif pajak yang didakwakan kepada Gus Mujdlor.  

Ternyata Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang tersebut. 

Ini sesuai dengan keterangan Ari Suryono yang sudah dituntut JPU KPK 7 tahun 6 bulan penjara.

Menurut  Ari Suryono, Gus Muhdlor cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di Pendopo turut dipikirkan. 

BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN. 

“Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam. Mereka tidak digaji dari dana pemkab. Beliau minta bantuan agar mereka diurus,” kata Ari dalam sidang. 

Ari Suryono menegaskan, nominal Rp50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor. 

Yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri. 

Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp50 juta. 

Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp50 juta setiap awal bulan. 

Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono. 

Gus Muhdlor tidak pernah menerima sepeserpun uang dari BPPD. 

Modus memotong dana insentif juga ternyata sudah jadi “budaya” di BPPD Sidoarjo. 

Terungkap dalam persidangan, Ari Suryono mengaku dirinya hanya mengikuti apa yang sudah dilakukan sejak era Bupati sebelumnya, Saiful Ilah. 

“Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu,” katanya.

Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono diberitahu bahwa ada dana “sedekah” yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD. 

Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti karya wisata para pegawai BPPN. 

Sebelumnya, Ari mengaku tidak tahu menahu ada praktik potongan dana insentif dengan nama uang sedekah. 

Gus Muhdlor juga tidak pernah memerintahkan memotong dana insentif tersebut. 

“Yang memberi tahu adanya dana sedekah adalah Siska Wati dan Hadi Yusuf. Katanya sebelumnya juga sudah begitu,” tambah Ari Suryono. 

Ari Suryono kemudian berinisiatif untuk mengambilkan dana kebutuhan para pegawai pendopo itu dari uang sedekah. 

Padahal, Gus Muhdlor saat itu tidak menginstruksikan apapun. 

“Saya diskusikan dengan Siska Wati untuk diambilkan dari dana sedekah tersebut,” pungkasnya.

Sidang Gus Muhdlor, KPK Hadirkan 5 Saksi dari BPPD Sidoarjo


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (JPK) menghadirkan 5 saksi dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pajak di BPPD Sidoarjo dengan terdakwa Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor.

Kelima saksi yang dihadirkan tersebut merupakan pegawai BPPD Kabupaten Sidoarjo yakni dua terdakwa dalam kasus serupa yakni Ari Suryono, eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati.

Sedangkan tiga saksi lainnya meliputi  Sekretaris Pelayanan BPPD, A. Hadi Yusuf, Sekretaris BPPD, Sulistiono serta Staf BPPD Ramafitri.

Sebelum sidang dimulai, JPU KPK Andrey Lesmana meminta kepada Majelis Hakim yang diketuai Ni Putu Sri Indayani serta dua hakim anggota yakni Athoillah dan Ibnu Abbas Ali untuk mengabulkan agar saksi yang dihadirkan dibagi dua dalam memberikan keterangan.

"Mohon ijin Majelis Hakim, saksi yang memberikan keterangan ini dapat dibagi menjadi dua sesi, yang pertama saksi Ari Suryono dan Siska Wati. Selanjutnya tiga saksi A. Hadi Yusuf, Sulistiono serta Ramafitri," kata JPU KPK Andrey Lesmana, Senin (7/10).

Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani tak langsung mengabulkannya. Ia melempar pertanyaan ulang tersebut kepada penasehat hukum Gus Muhdlor.

"Bagaimana penasehat hukum terdakwa," tanya Ni Putu Sri Indayani. 

"Silahkan yang mulia," jawab penasehat hukum terdakwa eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor.

Usai menjalani sumpah sebagai saksi, tiga orang meliputi A. Hadi Yusuf, Sulistiono serta Ramafitri keluar ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya.

Sedangkan Siska Wati duduk di kursi pengunjung sidang menunggu giliran Ari Suryono menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh JPU KPK.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

Naik Mobil Rantis Dengan Tangan Diborgol, Gus Muhdlor Jalani Sidang Lanjutan di Pengadilan Tipikor Surabaya


Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor kembali menjalani persidangan kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pajak di BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya, senin (7/10).

Sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam pantauan Kantor Berita RMOLJatim, Gus Muhdlor tiba di Pengadilan Tipikor Surabaya sekitar pukul 09.15 Wib.

Ketika tiba di Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan pengawalan dari aparat Brimob, Gus Muhdlor tak sendirian.

Ia bersama terdakwa lainnya yakni terdakwa Ari Suryono, eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati.

Dengan mengenakan rompi tahanan berwarna orange, terdakwa Ari Suryono dan Siska Wati keluar dari mobil tahanan Kejati Jatim.

Keduanya langsung menuju ruang tahanan sementara di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Sedangkan terdakwa Gus Muhdlor berada di dalam mobil rantis milik Brimob.

Ketika keluar dari mobil rantis, Gus Muhdlor yang juga menggunakan rompi berwarna orange itu langsung nyelonong masuk ke ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya.

Hingga berita ini diturunkan Gus Muhdlor masih berada di ruang sidang Candra untuk transit menunggu persidangannya yang akan digelar di ruang sidang Cakra.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

Minggu, 06 Oktober 2024

KPK OTT Pejabat Pemprov Kalsel


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (6/10) malam melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap penyelenggara negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

Informasi kegiatan penyidik KPK tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

"Benar, KPK melakukan giat penangkapan," kata Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu malam.

Namun Ghufron belum menjelaskan lebih lanjut mengenai identitas penyelenggara negara yang terjaring operasi tersebut, termasuk soal detail perkaranya.

Dia mengatakan saat ini penyidik KPK masih memeriksa pihak yang ditangkap.

"Kejelasannya tunggu lebih lanjut, kami masih memeriksa, setelah selesai akan kami update," ujarnya.

Minggu, 29 September 2024

Besok, Gus Muhdlor Bakal jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor Surabaya


Sidoarjo - KABARPROGRESIF.COM Eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor bakal menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pajak di BPPD Sidoarjo pekan depan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Gus Muhdlor ke Pengadilan Tipikor Surabaya dengan nomor perkara 66/TUT.01.03/24/09/2024 pada 17 September 2024 lalu.

Sidang perdana dengan tersangka Gus Muhdlor rencananya dijadwalkan pada Senin 30 September 2024 di ruang sidang Cakra, Pengadilan Tipikor PN Surabaya.

Berdasarkan informasi dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, perkara ini didaftarkan pada 18 September 2024 dengan nomor registrasi 110/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perkara ini bermula saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPPD Sidoarjo, Jalan Pahlawan, Sidoarjo pada 25 Januari lalu. 

OTT tersebut terkait dengan pemotongan insentif pajak pegawai BPPD Sidoarjo.

KPK mengamankan 11 orang dari OTT tersebut, termasuk terdakwa Ari Suryono eks Kepala BPPD dan terdakwa Kasubag umum dan kepegawaian BPPD Sidoarjo.

Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala BPPD, Ari Suryono, dan Kasubbag BPPD, Siska Wati.

Mereka diduga terlibat dalam pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan besaran potongan mulai dari 10 persen hingga 30 persen dari insentif yang seharusnya diterima.

Menurut KPK, total dana hasil pemotongan insentif tersebut mencapai Rp 2,7 miliar. Dalam OTT, penyidik juga menemukan uang tunai sebesar Rp 69,9 juta yang diduga terkait dengan praktik korupsi tersebut.

Gus Muhdlor yang kini ditahan oleh KPK, diduga memiliki peran sentral dalam mengatur pemotongan insentif tersebut.

Kewenangannya sebagai bupati memungkinkannya untuk mempengaruhi pengelolaan insentif kinerja di lingkungan BPPD, terutama dalam hal pengumpulan pajak dan retribusi.

Kamis, 26 September 2024

KPK Kembali Panggil Dirut PT Halmahera Sukses Mineral


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Direktur Utama PT Halmahera Sukses Mineral Ade Wirawan (AW), alias Acong hari ini, 25 September 2024. 

Dia sudah berkali-kali dipanggil sebagai saksi kasus dugaan pencucian uang yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba.

“Saksi AW pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2024.

Direktur Pembina Pengusaha Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno (TW) juga dipanggil penyidik, hari ini. 

Kemudian, sembilan saksi lain berinisial MEA, AMM, RA, SE, YP, NMA, Y, MHH, dan AWI. 

Abdul Gani menjadi tersangka lagi atas dugaan pencucian uang. Nilai tindak pidana dalam perkara barunya itu ditaksir menyentuh Rp100 miliar.

KPK enggan memerinci lebih lanjut aset yang diyakini disamarkan oleh Abdul. 

Tapi, kasus ini dipastikan digelar atas kecukupan alat bukti.

KPK sudah menyita sejumlah aset Abdul. Sejumlah saksi juga sudah memberikan penjelasan kepada penyidik terkait kasus pencucian uang ini.

Kejagung Periksa Eks Pejabat Kemenhub di Kasus Korupsi Proyek Tol MBZ


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa eks Direktur Lalu Lintas Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di kasus korupsi proyek pembangunan jalan Tol II alias Tol MBZ tahun 2016-2017.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan pemeriksaan dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, pada Selasa (24/9) kemarin.

"Saksi yang diperiksa PY selaku Direktur Lalu Lintas Jalan di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan periode 2018 sampai 2020," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9).

Selain itu, Harli menyebut pemeriksaan juga dilakukan kepada AND selaku Asisten Direktur PT Tridi Membran Utama periode 2017-2020 dan AS selaku Manager Pengendalian Proyek PT JJC periode 2017-2021.

Kemudian penyidik juga turut memeriksa Pimpinan Proyek Area 3 PT JJC berinisial ID, Civil Site Engineering, Proyek Japek II Elevated KSO Waskita-Acset periode 2017-2020 berinisial KNN, dan Administration Head PT Acset Indonusa periode 2017-2018 berinisial MRA.

Selanjutnya pemeriksaan dilakukan kepada JRPS selaku Direktur Utama PT Grant Surya Pondasi, OAP selaku Fiance Function Head PT Acset Indonusa, serta DA selaku Manager Engineering Procurement and Construction Division PT Waskita Karya periode 2020-2021.

Kendati demikian, Harli tidak menjelaskan secara detail ihwal materi pemeriksaan terhadap kesembilan orang saksi tersebut. Ia hanya mengatakan pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," pungkasnya.

Sebelumnya Kejagung kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi tersebut yakni Dono Prawoto selaku kuasa KSO PT Waskita-Asset. 

Penetapan tersangka dilakukan penyidik usai menemukan fakta baru dari persidangan kelima terdakwa awal.

Kelima terdakwa itu merupakan Djoko Dwijono (DD), Dirut PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020; YM, Ketua Panitia Lelang JJC; TBS, tenaga ahli Jembatan PTLGC.

Selain itu Kejagung juga menjerat Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas (SB) dan eks Kepala Divisi 5 PT Waskita Karya Ibnu Noval (IBN).

Dalam kasus ini, Kejagung menduga terdapat perbuatan melawan hukum berupa persekongkolan dalam mengatur pemenang lelang yang menguntungkan pihak tertentu. Akibatnya ditemukan indikasi kerugian keuangan negara pada proyek senilai Rp13,5 triliun tersebut.

KPK Minta 3 Saksi Jelaskan Aset Abdul Gani


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan pencucian uang yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba. 

Sebanyak tiga saksi diperiksa penyidik pada Selasa, 24 September 2024.

“Saksi didalami terkait dengan aset-aset milik AGK (Abdul Gani Kasuba),” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2024.

Tessa cuma mau memerinci inisial tiga saksi itu yakni ZHK, RY, dan KDT. Berdasarkan informasi yang dihimpun, salah satu saksi yang diperiksa adalah ajudan Gubernur Malut Zaldi H Kasuba.

Tessa enggan memerinci aset yang diulik penyidik kemarin. Informasi lengkap baru dibuka dalam persidangan, nanti.

Abdul Gani menjadi tersangka lagi atas dugaan pencucian uang. Nilai tindak pidana dalam perkara barunya itu ditaksir menyentuh Rp100 miliar.

KPK enggan memerinci lebih lanjut aset yang diyakini disamarkan oleh Abdul. Tapi, kasus ini dipastikan digelar atas kecukupan alat bukti.

KPK sudah menyita sejumlah aset Abdul. Sejumlah saksi juga sudah memberikan penjelasan kepada penyidik terkait kasus pencucian uang ini.

Buka Lagi Korupsi di Banjarnegara, Pengaturan Lelang Diusut KPK


Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka kasus dugaan rasuah, berupa pengadaan barang dan jasa di Banjarnegara. 

Sebanyak lima saksi diperiksa penyidik pada Senin, 23 September 2024.

“Saksi-saksi didalami terkait kronologis pengaturan lelang oleh para tersangka,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Selasa, 24 September 2024.

Tessa memerinci inisial lima saksi itu. Mereka adalah AA, AR, N, AS, dan M. Mereka semua diperiksa di luar Jakarta.

“Pemeriksaan dilakukan di Kantor Satreskrim Polresta Banyumas,” ujar Tessa.

Kasus dugaan rasuah pengadaan barang dan jasa ini sebelumnya menyeret mantan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono.

KPK sejatinya sudah mengembangkan kasus awalnya dan menetapkan Budhi sebagai tersangka pencucian uang, namun, harus disetop karena bekas kepala daerah itu meninggal.

Orang kepercayaan Budhi, Kedy Afandi turut terseret dalam kasus rasuah di Banjarnegara. Setelah Budhi meninggal, KPK menetapkan Kedy sebagai tersangka kasus pencucian uang.