KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pembatalan warga untuk nglurug kantor Kelurahan Kedurus Kecamatan Karang Pilang, surabaya bukan berarti polemik waduk Kedurus berhenti.
Kini melalui wakilnya yang ada di jalan Yos Sudarso, pintu untuk menuntaskan kasus tersebut menemui titik terang.
Kalangan DPRD Surabaya akan segera menghadirkan sejumlah pihak yang terkait polemik tanah Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) di sekitar Waduk Kedurus yang sebagian telah di kuasai pihak pengambang.
Pasalnya, menurut Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Siti Maryam, Senin (28/8), saat ini terjadi konflik antar warga.
Menurutnya, konflik tersebut dipicu, pemberian dana kompensasi dari pengembang kepada sejumlah RW, untuk pembangunan fasilitas umum (Fasum).
Ia mengungkapkan, sejumlah RW telah menerima dana tersebut untuk pembangunan fasilitas umum di sekitar kawasan masing-masing.
Ia menyampaikan, dari 9 RW yang ada di Kedurus, 4 RW yang berada di Perum Gunung Sari Indah mendapatkan dana dari pengembang sekitar Rp. 150 juta.
Namun, kabarnya baru terima Rp. 100 juta. Dana tersebut menurutnya tak masalah, karena bagian dari kewajiban pihak pengembang, PT Agra Paripurna.
“Sudah dibangunkan 4 Balai RW di sana,” terangnya.
Namun, Maryam menambahkan,tak semua anggaran yang digunakan mencukupi untuk pembangunan Balai RW, warga akhirnya menutupi kekurangannya.
Sementara, untuk Kawasan Kampung Krajan, sebanyak 5 RW telah menerima dan masing-masing sekitar Rp. 20 juta.
Hanya sayangnya, penerimaan dana tersebut tanpa sepengetahuan dari pihak pengurus RT.
Namun, Mariam mengatakan, dari informasi para warga dana bantuan dari pengembang tersebut untuk Tunjangan Hari Raya, kerena pemberiannya menjelang Hari Raya idul fitri.
“Kemudin untuk kegiatan 17 Agutusan, semacam proposal, jadi gak ada embel-embel,” katanya.
Meski, ia mengakui ada beberapa klausul yang berkaitan dengan pemberian tersebut, diantaranya pengembang diperbolehkan membangun. Namun, ia tak mengetahui membangun apa, tetapi di kawasan (Waduk Kedurus) sudah terbangun jembatan. Kemudian menggusur para PKL.
“Ini bukan kewajiban RT dan RW untuk menggusur. Ini sama saja dengan membenturkan warga dengan warga,” paparnya.
Padahal, menurutnya PKL sudah menyatakan tak masalah tak diber kompensasi yang besarnya Rp. 2,5 juta, jika kompensasinya warga mendapatkan lapangan dan fasum lainnya rela digusur.
“Karena memang mereka (PKL) kan gak punya hak di tanah itu,” tuturnya.
Mariam tak mengingikan adanya konflik antar warga. Persoalan yang terjadi harus diselesaikan sesuai aturan.
Ia mengatakan, keinginan warga kedurus adalah pengembang membangunkan lapangan dan sekolah SMA.
Untuk itu, Mariam sudah menyampaikan ke Camat Karang Pilang untuk menilai area yang dibutuhkan untuk pembangunan sekolah yang layak berapa, karena kabarnya ada 5.000 meter persegi dar pengembang.
“Harapan warga 5.000 itu jangan sebagai fasum nanti dikurangi fasilitas jalan dan sebagainya,” paparnya.
Mariam menegaskan, harapan warga bentuknya bukan fasum, namun hibah dari pengembang. Sehingga, apabila ada kekurangan minta ke pemerintah kota. Namun, belum ada kepastian soal hibah fasum tersebut darti pengembang.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya ini menegaskan, sebagian lahan BTKD yang digunakan pengembang tak ada klausul pelepasan. Agar, warga bisa menuntut pembangunan lapangan, jika masih milik pemerintah kota Surabaya.
“Jalau sudah jadi sertifikat dan milik pengembang, fatal,” katanya.
Mariam mengaku, luas lahan BTKD sekitar 7,6 hektar. Dari luasan itu, sebagian dikuasai oleh pihak pengembang. Ia mengatakan, jika pembangunan lapangan berada di sekitar area jetski bisa menjadi kawasan yang menarik.
“Untuk itu, jika semua pihak duduk bersama, antara pengembang, BPN, pemerintah kota diharapkan ada penyelesaian,” paparnya.
Polemik tanah BTKD di sekitar Waduk Wiyung yang sebagian dikuasai pihak Pengembang menuai polemik antar warga.
Sejumlah RT di kampung Krajan, bahkan menolak pemberian dana ke RW dari pengembang. Sebagian warga yang menolak pemberian pengembang, sebelumnya merencanakan untuk melakukan aksi demo di Kelurahan Kedurus. Namun, aksi tersebut diurungkan karena ada intimidasi dan khawatir bentrok antar warga.
“Memang ada yang pro pengembang dan yang kontra, dari pada bentrok kita urungkan,” papar H Suyud, mantan Ketua RW dan LKMK di Kedurus
Purnawirawan TNI AL ini menyatakan, untuk menyelesaikan persoalan tanah BTKD di Kedurus, pihaknya akan melaporkan ke DPRD dan Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya.
Suyud mengungkapkan, polemic tanah tersebut sebenarnya berlangsung lama sejak dirinya menjabat sebagai Ketua RW dan LKMK. Bahkan, ia mengaku sempat dilaporkan pihak pengembang ke Pomal dan Mahmilti, karena menentang peralihan tanah BTKD.
“Namun akhirnya gak terbukti, saya bersalah,” terangnya. (arf)