Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Editorial. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Editorial. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 November 2013

10 Nopember, 68 Tahun Yang Lalu


Enampuluh delapan tahun yang silam, tepatnya pada tanggal 10 Nopember merupakan peristiwa yang mencerminkan mahalnya  nilai untuk mempertahankan kedaulatan negeri ini  yang harus dibayar oleh Arek-arek Suroboyo.
   
Ultimatum Mayor Jenderal Mansergh, pengganti Brigadir Jenderal Mallaby yang terbunuh di Jembatan Merah setelah peristiwa bentrokan dengan beberapa pemuda, dianggap sangat merendahkan kedaulatan RI yang saat itu baru saja diproklamasikan. Mansergh mengeluarkan ultimatum bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan. Mansergh memberi batas waktu sampai jam 06.00 tanggal 10 November 1945.
   
Pada pagi hari itu pula seluruh rakyat Surabaya yang telah  menyadari kedaulatan mereka secara serentak memilih untuk mengangkat senjata, meskipun harus menghadapi tentara Inggris yang bersenjata lengkap dan profesional. Mansergh mengerahkan  30 ribu  serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang untuk membombardir Surabaya.
   
Diluar perhitungan Mansergh yang saat itu diboncengi oleh belanda untuk kembali menjajah negeri ini, peperangan tak cukup hanya berlangsung tiga hari untuk menaklukkan Surabaya. Tetapi sampai berlarut-larut hingga berminggu-minggu. Korban pun menjadi tak terhitung.
   
10 Nopember menjadi pertanda mahalnya nilai kemerdekaan sehingga harus memakan korban sampai sekitar 16 ribu jiwa para pejuang Indonesia, sedangkan korban dari pihak sekutu  sampai 2 ribu jiwa.
   
Kini siapapun yang melewati jalan-jalan di Kota Surabaya, yang bersih dan rapi, sehingga berkali-kali memperoleh penghargaan Adipura, tak pernah membayangkan bahwa pada tanggal 10 Nopember, 68 tahun yang silam, jalanan itu porak poranda, bergelimpangan banyak mayat dan memerah karena lumuran darah.
   
Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya ketika itu juga menginspirasi dan menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
   
Kini kita tak perlu mempertahankan kemerdekaan ini dengan mempertaruhkan nyawa seperti yang dilakukan oleh para pendahulu kita. Tetapi cukup menjaga kemerdekaan sekaligus sebagai ungkapan penghargaan kepada para pejuang yang telah mewariskan kemerdekaan kepada kita.
   
Kita hanya perlu mengisi kemerdekaan itu dengan cara-cara yang sudah ada dan sangat sederhana, misalnya melakukan tindakan dan perbuatan yang tidak melanggar hukum, seperti korupsi atau kolusi.  Sayangnya, banyak diantara kita yang masih tidak peduli dan tidak tahu berterima kasih terhadap pengorbanan yang dilakukan oleh para pejuang, Arek-arek Suroboyo yang tak lain adalah para leluhur kita, 68 tahun yang silam. (dt)

Jumat, 25 Oktober 2013

Memetik Sisi Lain Peringatan G 30 September


Ada belasan hari penting selama bulan September ini, mulai Hari Polwan sampai Hari Sarjana Nasional. Tetapi hari paling bersejarah, meskipun paling kelam dalam perjalanan Bangsa Indonesia adalah 30 September, yakni terjadinya Peristiwa G- 30-S-PKI pada  tahun 1965.

Terlepas apakah peristiwa itu merupakan suatu kudeta atau rekayasa, sampai saat ini tidak diketahui persis apa yang sesungguhnya terjadi. Namun yang jelas dan faktanya adalah banyak Jenderal yang terbunuh, tapi Soeharto selamat, bahkan mendapat  kekuasaan dari Presiden Soekarno melalui “Surat Sakti”, yang dia sebut “Surat Perintah Sebelas Maret” atau Supersemar yang  sampai sekarang tidak dapat ditemukan bentuk otentiknya.

Peristiwa G-30-S PKI juga tidak berdiri sendiri, selain akibat benturan kepentingan di dalam negeri, juga terdapat campur tangan pihak luar yang memiliki kepentingan sama dengan para pelaku sejarah tersebut.
Di era perang dingin antara Blog Timur dan Barat, As berkepentingan agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis, sementara Blog Timur berkepentingan untuk melebarkan ekspansi komunis di negara ini.

Di era globalisasi yang tidak memerlukan blog-blog Barat atau Timur, kepentingan itu kini bergeser dalam ekspansi ekonomi dan bisnis. Infiltrasi pihak luar bukan lagi untuk kepentingan ideologi dan sasarannya cenderung kepada lingkaran penentu kebijakan.  Contoh sederhana adalah kasus korupsi yang kini menimpa Kepala SKK Migas.

Pembubaran BP-MIGAS yang dianggap sebagai International Oil Company Agent karena mengeruk hasil Migas nasional,  sehingga dibentuk SKK Migas ternyata tidak menghapus celah rawan  bagi gratifikasi seeperti yang saat ini terungkap pada kasus mantan Kepala SKK MIGAS berinisial RR.

Jika Peristiwa G-30-S PKI telah memakan banyak korban dan menjadi bagian paling kelam dalam sejarah bangsa Indonesia, kini peristiwa itu masih bisa terjadi dalam skala kecil dan di bidang yang berbeda-beda, mulai dari penebangan hutan, penambangan hingga seemua eksplorasi bumi milik bangsa ini.

Pada ujungnya, segala perbuatan dan tindakan yang hanya berpangkal pada kepentingan pribadi yang kerdil itu hanya akan mendatangkan kerugian yang ditimpakan pada rakyat banyak.

Peristiwa G-30-S PKI masih menjadi momentum yang patut dikenang, bukan untuk melegitimasi dan membenarkan pemerintahan Orde Baru, melainkan untuk mengingatkan bahwa selalu ada celah rawan yang perlu diwaspadai agar tidak diinfiltrasi pihak luar untuk menggarong kekayaan alam Indonesia yang sebenarnya digunakan untuk kemakmuran seluruh rakyat, bukan untuk kelompok tertentu, apalagi orang per orang. (dt)