Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Oktober 2021

KPK Usut Dugaan Korupsi di Bali


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar kegiatan pencegahan korupsi di Bali. Sejalan dengan kegiatan itu, Lembaga Antikorupsi sekalian mengusut perkara rasuah di sana.

"Selain koordinasi upaya pencegahan, pada kesempatan ini, kami juga melakukan koordinasi upaya penindakan karena masyarakat melihat kinerja KPK itu ya dari OTT (operasi tangkap tangan)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa, 5 Oktober 2021.

Alex enggan memerinci kasus yang dimaksud. Hal ini karena kasus yang tengah diusut bersifat rahasia.

Namun, Alex menyebut pihaknya tengah menggandeng aparat penegak hukum di Bali untuk mendalami kasus tersebut. Masyarakat diminta bersabar.

"Padahal rasanya kurang pas kalau ukuran keberhasilan pemberantasan korupsi hanya diukur dari banyaknya penindakan," ujar Alex.

Alex mengatakan kerja sama dengan aparat lain dibutuhkan. Hal itu mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Dalam melaksanakan tugas supervisi KPK melakukan pengawasan, penelitian, dan penelaahan terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi," tutur Alex.

Senin, 04 Oktober 2021

Mantan Calon Wali Kota Ternate Penuhi Panggilan Kejati Maluku Utara


KABARPROGRESIF.COM: (Ternate) Mantan Calon Wali Kota Ternate, Muhammad Hasan Bay (MHB) menghadiri panggilan penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Maluku Utara sebagai saksi.

Kehadiran MHB dalam kasus dugaan korupsi penempatan dana investasi pada Perusahaan Daerah (Perusda) PT Bahari Berkesan Kota Ternate tahun 2016-2018 sebesar Rp 25 miliar lebih.

MHB saat ditemui awak media di Kantor Kejati Maluku Utara mengatakan kehadirannya di kantor Kejati untuk memenuhi panggilan penyidik.

“Saya ke sini memenuhi undangan mengenai kasus Perusda,” ucap MHB, Senin (4/10).

MHB menambahkan, panggilan pertama tak dihadirinya lantaran sedang berada di Papua terkait agenda Pekan Olahraga Nasional (PON).

“Saya ada di Jayapura, ada urusan terkait dengan PON,” akunya.

MHB bilang, dirinya tidak dalam pengurusan Perusda, tetapi ia berhubungan dengan Bank BPRS Ternate.

“Yang jelas saya tidak ada dalam kepengurusan Perusda, tetapi memiliki saham di BPRS,” pungkasnya.

Sidang Dugaan Korupsi Banprov Indramayu, Dicecar Jaksa Dedy Mulyadi Bantah Terima dari Siti


KABARPROGRESIF.COM: (Bandung) Mantan Bupati Purwakarta, Dedy Mulyadi dihadirkan sebagai saksi dalam dugaan korupsi dana bantuan provinsi (Banprov) Jawa Barat untuk Indramayu.

Dedy datang ke Pengadilan Negeri Bandung, menggunakan batik putih, lengkap dengan ikat kepalanya, Senin (4/10/2021).

Majelis hakim menanyakan hubungan Dedy dengan sejumlah terdakwa seperti Ade Barkah, Abdul Rozak Muslim dan Siti Aisyah.

Hakim pun menanyakan, apakah Dedy tahu kenapa dia dihadirkan sebagai sakai dalam kasus tersebut.

"Apakah anda tahu, ada masalah apa anda di sini?," tanya hakim.

"Masalah bantuan Provinsi," jawab Dedy.

Dedy kemudian dicecar sejumlah pertanyaan berkaitan dengan dugaan keterlibatannya dalam pusaran korupsi bantuan Provinsi untuk Indramayu, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Semua pertanyaan berkaitan dengan pencalonan saudara (Dedy Mulyadi) menjadi Gubernur," ujar JPU KPK, Febi Dwi.

Febi Dwi menanyakan apakah Dedy pernah menerima bantuan berupa uang dari terdakwa Siti Aisyah dan Ade Barkah pada saat pencalonan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat.

"Tidak pernah," kata Dedy.

Dedy juga ditanyakan apakah dirinya sempat mengumpulkan kader Golkar di daerah Cianjur, dan meminta para praksi agar menyiapkan sarung dan telor untuk dibagikan pada saat pencalonannya.

Seusai persidangan, Dedy mengatakan jika faktanya pada saat dirinya mencalonkam sebagai Gubernur Jawa Barat Siti Aisyah tidak mendukung dirinya.

"Faktanyakan sudah jelas, pada waktu Pilgub tidak mendukung saya, bagaimana tidak mendukung saya tapi dia (Siti Aisyah) membantu saya, kan tidak mungkin," katanya.

Ia pun membantah pernah mengintruksikan kader Golkar untuk menyumbangkan sarung dan telor pada saat pencalonan dirinya.

"Tidak ada, mana intruksi. Keterangan saksi terdahulu kan sudah jelas, saya tidak pernah intruksi apapun," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Pimpinan DPRD Jawa Barat nonaktif, Ade Barkah Surahman menerima suap Rp 750 juta.

Ade Barkah disebut menerima uang tersebut dari pengusaha bernama Carsa ES, agar mendapatkan dana bantuan provinsi (Banprov) guna proyek di Kabupaten Indramayu, tahun anggaran 2017 sampai 2019.

Dakwaan dibacakan JPU KPK, Febi Dwi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Senin (30/8/2021).

Sidang terkait Kasus Pengaturan Proyek di Indramayu tersebut diikuti Ade Barkah secara online, karena saat ini masih ditahan di gedung Merah Putih KPK Jakarta.

"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu beberapa kali menerima pemberian uang yang totalnya sejumlah Rp 750 juta," ujar Febi Dwi, saat membacakan dakwaan.

Uang Rp 750 juta yang diterima Ade Barkah dari Carsa ES diberikan dalam dua tahap.

Pertama, Ade Barkah menerima uang dari Carsa ES melalui sebesar Rp 250 juta pada 15 Februari 2019.

Uang diberikan langsung Carsa ES di kediaman Ade Barkah di Cianjur.

Pemberian uang yang kedua dilakukan pada 28 Mei 2019. Saat itu Carsa ES menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Ade Barkah di kediamannya di Bandung.

"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa uang yang diberikan dengan maksud supaya terdakwa bersama Abdul Rozaq Muslim dan Siti Aisyah Tuti Handayani mengurus proses penganggaran proyek-proyek di lingkungan Pemkab Indramayu yang didanai dari bantuan keuangan provinsi tahun anggaran 2017 sampai dengan 2019," kata dia menambahkan.

Dalam kasus ini, Ade Barkah didakwa Pasal 12 huruf A sebagaimana dakwaan pertama, Pasal 12 huruf b sebagaimana dakwaan kedua dan Pasal 11 sebagaimana dakwaan ketiga.

Sidang Dugaan Suap, Saksi Sebut Azis Punya Delapan Orang di KPK


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Yusmada, menyebut bahwa eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin memiliki delapan orang di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengamankan operasi tangkap tangan. 

Hal itu terungkap saat dirinya menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dari beberapa pihak terkait penanganan perkara di KPK.

Yusmada mengatakan informasi mengenai delapan orang Azis di KPK didapat saat berbincang dengan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial. 

Kesaksian itu juga sempat dituangkan dalam berita acara pemeriksaan di tingkat penyidikan sebelumnya.

"Saudara menerangkan bahwa M Syahrial mengatkan dirinya bisa kenal dengan Robin karena dibantu dengan Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR RI, karena dipertemukan di rumah Azis di Jakarta," jelas jaksa KPK saat membacakan BAP Yusmada di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/10).

"M Syahrial juga mengatakan bahwa Azis punya delapan orang di KPK yang bisa digerakkan oleh Azis untuk kepentingan OTT atau amankan perkara, salah satunya Robin," sambungnya.

KPK telah menetapkan Yusmada sebagai tersangka dalam perkara jual beli jabatan di Tanjungbalai bersama Syahrial. 

Sebelumnya, ia diminta Syahrial Rp200 juta sebagai rasa terima kasih karena terpilih sebagai sekretaris darerah.

Saat kasus tersebut masih berada di tingkat penyelidikan, Yusmada menyebut bahwa Syahrial sempat mengatakan bahwa perkara tersebut akan ditingkatkan ke penyidikan oleh KPK. 

Namun, Syahrial mengatakan akan ada orang yang membantu agar tidak ditingkatkan, yakni Stepanus Robin Pattuju yang saat itu masih bekerja sebagai penyidik KPK.

Dalam kasus ini, Robin dan pengacara bernama Maskur Husain duduk sebagai terdakwa. 

Jaksa KPK mendakwanya telah menerima uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000 dan US$36 ribu atas pengangan lima perkara.

Selain kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai, Robin dan Maskur menangani perkara Lampung Tengah yang melibatkan Azis Syamsuddin, penyidikan perkara bantuan sosial, Direktur PT Tenjo Usman Effendi, dan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Lagi, KPK sut Korupsi e-KTP, PNS Kemendagri Diperiksa


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengusut kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). 

Pengusutan itu ditandai dengan pemanggilan seorang saksi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Muhammad Wahyu Hidayat.

Diketahui, Wahyu Hidayat pernah menjabat sebagai Kepala Subdit Informasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

Keterangan Wahyu dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan Dirut PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS).

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka PLS," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (4/10/2021).

Sekadar informasi, KPK kembali menetapkan empat tersangka baru terkait kasus korupsi e-KTP. 

Empat tersangka baru tersebut yakni, mantan anggota DPR, Miryam S Haryani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara (PNRI), Isnu Edhi Wijaya; PNS BPPT, Husni Fahmi; dan Dirut PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.

Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan 10 orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi e-KTP. 

Adapun, 10 tersangka tersebut yakni, Irman, Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Andi Narogong, Made Oka Masagung, Markus Nari.

Delapan orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pokok korupsi e-KTP. 

Mereka telah divonis bersalah atas perkara korupsi e-KTP dan dijatuhi hukuman yang berbeda-beda oleh pengadilan.

Sedangkan dua orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ini yaitu, Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo. 

Keduanya dijerat pasal merintangi atau menghalang-halangi proses penyidikan e-KTP. Keduanya juga telah divonis bersalah.

Dalami Kredit Fiktif Rp 39,5 Miliar di BTN Cabang Medan, Kejati Sumut Panggil Ahli OJK dan BPKP


KABARPROGRESIF.COM: (Medan) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) terus mendalami kasus dugaan kredit fiktif senilai Rp 39,5 miliar di PT Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan agunan 93 Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diajukan Canakya Direktur PT. Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA).

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut Muhammad Syarifuddin melalui Kasi Penkum Yos Arnold Tarigan menyebutkan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan dan pihak penyidik pidsus telah meminta keterangan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga dari perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumatera Utara.

"Pihak penyidik pidsus Kejatisu telah memanggil ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga dari BPKP untuk dimintai keterangannya," ujarnya, Minggu, 03 Oktober 2021.

Mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini mengatakan selain meminta keterangan ahli dari OJK dan perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara, pihak Kejatisu juga telah memanggil kurang lebih 27 saksi.

"Pihak Penyidik Pidsus Kejatisu juga telah memanggil kurang lebih 27 saksi baik dari pihak bank BTN maupun debitur dan pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangannya untuk menggali lebih dalam dari data apa yang sudah didapatkan dengan keterangan-keterangan para saksi yang dipanggil," kata Yos Arnold Tarigan.

Dalam kasus ini, kata Kasi Penkum, diduga ada penyaluran dana yang melanggar hukum sebesar Rp 39,5 miliar. 

Dari Fakta Penyidikan, dugaan korupsi ini diketahui terjadi karena permohonan pengajuan kredit hingga terjadinya pencairan kredit menyalahi SOP dan Perundang-undangan lainnya serta debitur tidak melaksanakan kewajibannya.

"Kita harapkan dukungan dari rekan-rekan agar proses penyidikan dapat berjalan dengan lancar untuk mendapatkan hasil penanganan perkara yang berkualitas," ujarnya.

Sebelumnya diketahui, kasus dugaan korupsi kredit fiktif Rp39,5 miliar ini bermula pada tahun 2014, bahwa Canakya mengajukan kredit pinjaman kepada PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan nilai sebesar Rp 39,5 miliar dengan jaminan sebanyak 93 buah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT. Agung Cemara Realty.

Dalam kasus ini, saksi Mujianto memberikan kuasa kepada Canakya Suman di Kantor Notaris Elvira untuk menjual 93 SHGB dan berdasarkan hal tersebut Canakya Suman mendapat pinjaman kredit sebesar Rp 39,5 miliar.

Proses pengajuan kredit pun dibantu oleh seseorang bernama Dayan Sutomo yang mengenalkan Canakya kepada Ferry Sonefille selaku Kepala Kantor Cabang BTN Medan dan menjadi penghubung ke pejabat bagian kredit BTN Cabang Medan.

Dari hasil kerja yang dilakukan Dayan ke pejabat bagian pihak BTN Cabang Medan, Dayan diduga mendapatkan sukses fee sebesar Rp 2 miliar dan untuk berbagi dengan orang dalam bank.

Sebelumnya, pengajuan 93 SHGB yang diagunkan hanya 58 SHGB telah dilakukan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). Sedangkan 35 SHGB diketahui belum dilakukan APHT.

Selanjutnya, pada bulan Juni 2016 sampai dengan Maret 2019 Canakya mengalihkan dan atau menjual ke-35 sertifikat tersebut kepada orang lain tanpa seizin dari pihak PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

Minggu, 03 Oktober 2021

Kepala Disdukcapil Malaka Resmi Ditahan Polisi


KABARPROGRESIF.COM: (Malaka) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disducapil) Malaka, Ferdinandus Rame, ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

Ia kemudian ditahan oleh pihak Polres Malaka, Sabtu (02/10), sekitar pukul 02.00 dini hari waktu setempat usai diperiksa selama 8 jam.

Kadis Ferdinandus sendiri diduga kuat terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan KTP milik Raiminda Funan, penggugat intervensi dalam sengketa lahan di Dusun Laran, Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka.

Kasat Reskrim Polres Malaka IPTU Jamari membenarkan penahanan terhadap Kadis Ferdinandus.

“Ini merupakan prestasi dan kerja keras Sat Reskrim Polres Malaka di bawah pimpinan Kapolres AKBP Rudy J. J. Ledoh, SH., SIK dan patut diacungi jempol,” ungkap IPTU Jamari.

Menurut dia, di bawah kepemimpinan AKBP Rudy, dalam waktu singkat Polres Malaka berhasil membongkar kasus dugaan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk oleh pihak Disdukcapil Malaka.

Informasi yang dihimpun proses penyidikan kasus ini dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Malaka IPTU Jamari.

Polisi kemudian melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli, dan penyitaan barang bukti hingga pemeriksaan terhadap tersangka Kadis Ferdinandus.

Pemeriksaan terhadap tersangka yang didampingi pengacara Melkianus Conterius Seran yang dilakukan oleh Aipda Abdullah Donumo berjalan dengan lancar.

Sebelum dimasukkan ke dalam sel tahanan, tersangka terlebih dahulu dibawa ke RSPP Betun untuk pengecekan kondisi kesehatan.

“Tersangka dalam kondisi sehat dan langsung kami tahan,” jelas IPTU Jamari.

Tersangka, kata dia, dijerat dengan Pasal 94 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman pidana 6 tahun penjara.

Kajari Pringsewu Lampung Tetapkan Satu Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di Sekwan


KABARPROGRESIF.COM: (Pringsewu) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Sekretariat DPRD setempat.

Kejari Peringsewu menetapkan SRW yang merupakan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) kegiatan makan dan minum di sekretariat DPRD Pringsewu, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi anggaran untuk kegiatan makan dan minum pada tahun 2019 dan 2020 silam.

Hal ini dikatakan oleh Kasi Intel Kejari Pringsewu, Median Suwardi dalam siaran pers pada Jumat (1/10/2021) malam.

"Saudari SRW selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada kegiatan tersebut," ujar Median mewakili Kajari Pringsewu Ade Indrawan.

Menurut Median, penetapan tersangka ini tertuang dalam SPRINDIK No.01 / L.8.20/ Fd.2/10/2021 tanggal 01 Oktober 2021.

Dimana SRW ditetapkan sebagai tersangka karena telah dianggap merugikan keuangan negara atas kegiatan belanja makan dan minum di Sekretariat DPRD Pringsewu tahun anggaran 2019 dan 2020 lalu.

Median mengatakan, Kejari Pringsewu pun telah menerima hasil perhitungan kerugian negara dalam kasus tersebut dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Lampung dengan nernomor : SR -1303/PWOB/5/2021 tanggal 09 September 2021.

Dimana kerugian negara yang diakibatkan atas dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Pringsewu itu sebesar Rp Rp.311.821.300.

"Kerugian negara itu dari total anggaran makan dan minum Sekretariat DPRD sebesar Rp 1.095.770.000," ungkap Median.

Rincinya, anggaran pada Kegiatan Belanja Makanan dan Minuman Rapat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan Kegiatan Belanja Makanan dan Minum Rapat Paripurna Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp. 576.020.000.

Kemudian, Kegiatan Belanja Makanan dan Minuman Rapat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan Kegiatan Belanja Makanan dan Minuma Rapat Paripurna Tahun Angaran 2020 Rp. 519.750.000.

Diketahui sejak bulan Mei lalu, penyidik Kejari Pringsewu maraton melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan itu untuk pengambilan keterangan saksi.

Dimana saksi yang dipanggil terdiri dari anggota DPRD Pringsewu. Mulai dari ketua hingga anggota. Selain itu Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan pihak rekanan.

Kala itu, penyidik belum menyebut kerugian negara atas dua tahun anggaran kegiatan di Sekretariat DPRD Pringsewu ini, mengingat penyidik masih bekerja.

Diketahui penyidikkan kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Pringsewu itu berdasar surat perintah penyidikkan Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu Nomor PRINT-01/L.8.20/Fd.2/04/2021 tanggal 08 April 2021.

Tersangka Dilakukan Penahan Kota

Kasi Intel Kejari Pringsewu Median Suwardi menjelaskan, selaku PPTK kegiatan SRW melakukan mark up anggaran kegiatan belanja makan dan minum rapat alat kelengkapan dewan (AKD) dan rapat paripurna di Sekretariat DPRD Pringsewu tahun anggaran 2020 dan 2019 lalu.

Kejari Pringsewu melakukan penahan kota terhadap tersangka SRW. Hal ini mempertimbangkan tersangka SRW yang koperatif.

“Selain itu kondisi kesehatan tersangka dalam keadaan kurang baik,” terang Median.

Dikatakannya, kondisi kesehatan tersangka ini dibuktikan dengan surat rekam medik dari dokter. Selain itu, pihak keluarga tersangka telah membuat surat jaminan bahwa tersangka akan terus bersikap kooperatif selama proses penyidikan berlangsung.

SRW didampingi oleh penasehat hukumnya saat menjalani pemeriksaan di Kejari Pringsewu pada Jumat (1/10/2021) kemarin.

Kasi Intel Kejari Pringsewu Median Suwardi mengungkapkan, tersangka didampingi penasihat hukum juga telah menitipkan uang titipan sebesar Rp 295 juta.

Sedangkan kerugian negara atas perbuatan PPTK makan minum Sekretariat DPRD Pringsewu ini sebesar Rp 311.821.300.

Perbuatannya itu diduga telah malawan hukum sebagaimana diatur dan diancam Primair : Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Subsidair : Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sabtu, 02 Oktober 2021

Bupati Indramayu Apresiasi Kejaksaan Tangkap Dua Pejabat Pemkab Dalam Kasus Dugaan Korupsi


KABARPROGRESIF.COM: (Indramayu) Bupati Indramayu, Jawa Barat Nina Agustina apresiasi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan. Ia mengatakan hal ini terkait penangkapan terhadap Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKP) Kabupaten Indramayu, S dan Kepala Bidang Kawasan Pemukiman di DPKPP BSM oleh Kejaksaan Tingi (Kejati) Jabar, Rabu (29/9).

"Mari kita hormati proses penegakan hukum yang sedang dilakukan," tutur, Nina Agustina, Jumat (1/10).

S dan BSM ditangkap setelah diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi proyek penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jatibarang, Kabupaten Indramayu. 

Proyek tersebut dilakukan pada tahun anggaran 2019. Dalam kasus itu, Kejati Jawa Barat juga menetapkan dua tersangka lainnya dari pihak swasta, yaitu PPP selaku kontraktor dan N selaku makelar.

Nina menilai perilaku kedua oknum aparatur sipil negara (ASN) tersebut sangat merugikan. 

"Penangkapan itu menunjukkan masih terjadi tindak pidana korupsi di dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan di Kabupaten Indramayu," tutur Nina.

Ia berharap kejadian ini dapat dijadikan pembelajaran dan tidak boleh terjadi di masa kepemimpinannya. 

Nina menambahkan, sebagai kepala daerah dirinya sudah melakukan langkah, baik internal maupun eksternal, agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.

Diantaranya dengan melakukan pembenahan semua birokrasi serta mengupayakan agar pengadaan dari proyek dan penganggaran sesuai dengan aturan. "Tidak boleh ada yang bermain-main soal anggaran negara, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten," tegas Nina.

Kejagung Kembali Usut Kasus Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit Bank Mandiri


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengusut kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari Bank Mandiri kepada PT Central Steel Indonesia (CSI) dengan memeriksa satu orang saksi, Jumat (1/10/21).

Saksi yang diperiksa berinisial WFR selaku Policy dan Procedure Group Head PT Bank Mandiri.

Pemeriksaan terhadap saksi terkait pemberian fasilitas kredit Bank Mandiri ke PT CSI.

Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung Supardi mengatakan pemeriksaan saksi tersebut dalam rangka pengembangan perkara yang pernah ditangani pihaknya tahun 2020 lalu.

"Itu 'on progress' baru kami garap," kata Supardi.

Menurut Supardi, kasus pemberian fasilitas kredit dari Bank Mandiri kepada PT Central Steel Indonesia (CSI) merupakan tunggakan kasus yang harus diselesaikan oleh Kejagung.

"Pokoknya saya di sini, perkara harus diselesaikan, entah nanti maju atau tidak ya harus diselesaikan," tegasnya.

Terkait duduk perkaranya, kata Supardi, PT CSI yang berada di Cilegon mengajukan kredit ke Solo, dalam transaksi tersebut ada jaminan yang tidak selesai.

"Ini terkait kredit macet, CSI kan di Cilegon ngajuin kredit ke Solo, jaminan tidak beres," terang Supardi.

Supardi menambahkan, pihaknya terus bergerak menyelesaikan perkara dugaan tindak pidana korupsi baik yang baru-baru ini ditangani maupun kasus yang sudah lama menunggak.

Sejumlah kasus yang tengah ditangani oleh Jampidsus Kejagung seperti PT Asabri (Persero), PDPDE Gas Sumsel, penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Perum Perindo, dan Askrindo.

Membuka kembali kasus yang sudah lama, menurut Supardi, tidak menghambat pihaknya dalam menyelesaikan perkara yang baru-baru ini diproses.

"Yang baru juga harus saya kejar, yang lama harus saya tarik, saya ingin ketika di pidsus semua perkara itu diselesaikan," ujar Supardi.

Tahun 2020 lalu, Penyidik Kejagung memeriksa Komisaris sekaligus pemilik saham PT CSI terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari Bank Mandiri Cabang Surakarta yang menimbulkan kerugian ditaksir sekitar ratusan miliar rupiah.

Kasus berawal saat PT CSI mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Mandiri selama 2011-2014.

Ternyata, permohonan kredit sebesar Rp472 miliar lebih dilakukan dengan data dan laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonis dua orang yakni Mulyadi Supardi alias Hua Ping, Direktur Keuangan PT CDI divonis 5 tahun 6 bulan dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan. 

Sementara, terdakwa lainnya Erika Widiyanti Liong selaku Dirut PT CSI divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidier 6 bulan.

Tapi kepada kedua terpidana majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti, pada persidangan tahun 2018 silam.

Tersangka Kasus Korupsi Masjid Sriwijaya Bertambah, Alex Noerdin Kini Punya Teman


KABARPROGRESIF.COM: (Palembang) Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan telah menetapkan tiga orang tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.

Satu dari dua tersangka, ialah mantan PJ Wali Kota Palembang, Ahmad Najib. Ia pun menjadi mantan sekda kedua yang ditetapkan atas kasus ini.

Sebelumnya, penyidik menetapkan mantan Sekda Mukti Sulaiman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi masjid yang digadang-gadang terbesar di Asia Tenggara ini.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Khaidirman di Palembang mengatakan mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan pemeriksaan intensif oleh penyidik selama delapan jam di lantai enam gedung Kejati Sumsel.

Masing-masing tersangka yaitu Loka Sangganegara sebagai Project Manager/team leader PT Indah Karya dalam pembangun Masjid Sriwijaya dan Agustinus Toni yakni mantan Kepala Seksi Anggaran BPKAD).

Akhmad Najib yang merupakan mantan Asisten I Bidang Pemerintahan, Kesra Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sekaligus Sekretaris Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya.

"Mereka ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dalam jabatan mereka dalam kasus pembangunan Masjid Sriwijaya," kata dia.

Tersangka dengan tangan diborgol dibawa menggunakan mobil tahanan Kejati Sumsel untuk langsung menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas 1A Pakjo, Palembang hingga 20 hari ke depan.

"Dua sudah dibawa ke Rutan, namun untuk tersangka Akhmad Najib saat ini masih dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan di gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan," ujarnya.

Para tersangka dikenakan Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus dugaan tindak korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ini Kejati Sumsel kini telah menetapkan enam orang tersangka dan enam terdakwa.

Tersangka lain yakni Alex Noerdin (mantan Gubernur Sumsel), Muddai Madang (mantan Bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya), Laoma L Tobing (mantan Kepala BPKAD).

Sedangkan enam orang yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan sudah disidangkan Pengadilan Negeri Palembang, yakni Ahmad Nasuhi (mantan Plt Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Sumsel) dan Mukti Sulaiman (mantan Sekretaris Daerah sekaligus ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah TAPD).

Kemudian Eddy Hermanto (mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya), Dwi Kridayani (KSO PT Brantas Abipraya - Yodya Karya), Syarifudin (Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya) dan Yudi Arminto (Project Manager PT Brantas Abipraya).

Dalam kasus tersebut mereka diduga telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp113 miliar dari total Rp130 miliar uang hibah pembangunan Masjid Sriwijaya. 

Kamis, 30 September 2021

Kejati Jabar Tetapkan Empat Tersangka Kasus Korupsi RTh Kabupaten Indramayu


KABARPROGRESIF.COM: (Bandung) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menetapkan empat tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Taman Alun-Alun, di Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2019, senilai Rp15 miliar

Empat tersangka itu berinisial S, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu, BSM, Kepala Bidang Kawasan Pemukiman di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan Kabupaten Indramayu, PPP, Direktur Utama PT. MPG, dan N, selaku pihak swasta atau makelar.

"Kami melakukan penahanan (tersangka) untuk perkara baru, perkara RTH Alun-Alun Kabupaten Indramayu, dari keempat tersangka ucapnya, baru S dan BSM yang langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan," kata Riyono, Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar, Kamis (30/9).

Kedua tersangka ditahan untuk 20 hari ke depan dan dititipkan ke rutan Polrestabes Bandung. 

Dua tersangka lain yakni PPP dan N, belum ditahan lantaran meminta pemunduran jadwal pemeriksaan dengan alasan sakit. 

Keempatnya ditetapkan tersangka karena merekayasa proses penataan taman sehingga tak sesuai dengan spesifikasi.

"Mulai dari proses pengadaan ada rekayasa pengadaan kemudian dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi, ini sudah kita periksa

kemudian pembayaran 100 persen, padahal tidak sampai 100 persen," jelasnya.

Kasus dugaan korupsi tersebut bermula pada tahun 2019 saat Kabupaten Indramayu mendapat bantuan dari Provinsi Jabar untuk penataan RTH Alun-alun dengan pagu penataan RTH tersebut senilai Rp 15 miliar. 

Terdiri dari tiga pagu anggaran yaitu konsultan perencanaan, konsultan pengawas dan pelaksana.

"Tersangka N diketahui meminjam bendera dari tersangka BSM selaku PPK, untuk jasa konsultan perencanaan dan konsultan pengawas. Anggaran untuk jasa konsultan perencana dan pengawas telah dibagi oleh tersangka N kepada tersangka BSM dan tersangka S selaku kepala dinas," urainnya.

Dalam pelaksanaan atau fisik pekerjaannya, S memanipulasi data seolah-olah pekerjaan fisik sudah 100 persen, agar dijadikan pengakuan hutang kepada pihak kontraktor. 

Pembayaran termin 100 persen ada dokumen yang direkayasa tanda tangan dan dokumen tersebut dibuat seolah-olah mundur.

"PPP selaku pihak swasta dan penyedia telah mengurangi volume dan spesifikasi seperti yang tertuang dalam kontrak. Sehingga terjadi kekurangan volume dan tidak sesuai spek. Akibat hal tersebut, mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp14 miliar," ungkapnya.

Atas perbuatannya ini, keempat tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK Akan Lelang Aset Rampasan Korupsi Hambalang


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Pelaksana Harian (Plh) Juru Bicara KPK yang baru Ali Fikri menyampaikan konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2019). 

Dalam kesempatan tersebut, Firli Bahuri mengenalkan dua Pelaksana harian (Plh) juru bicara KPK antara lain Ipi Maryati dalam bidang pencegahan dan Ali Fikri dalam bidang penindakan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melelang tanah dan bangunan hasil barang rampasan dari perkara korupsi Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan objek lelang berupa tanah dan bangunan rumah toko dengan luas tanah 45 meter persegi. Lokasinya berada di Jalan Fatmawati Festival Blok B Nomor 2 Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Panitia lelang mematok harga limit Rp3,28 miliar dan peserta lelang diwajibkan memberikan uang jaminan Rp800 juta

"KPK melalui KPKNL Jakarta III akan melakukan lelang eksekusi barang rampasan di muka umum dengan penawaran secara tertutup tanpa kehadiran peserta lelang (closed bidding) berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 117/Pid.Sus/TPl(2014/PN.JKT.PST tanggal 1 April 2015 atas nama terpidana Mahfud Suroso yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)," katanya, Kamis (30/9).

Selain itu, ada juga tanah dan bangunan beserta turutannya dengan luas tanah 107 meter persegi. 

Lokasinya berada di di Jalan Niaga Hijau I/Jalan Walanda Maramis/Ruko Plaza III Blok E Nomor 10 Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta dengan harga limit Rp5,21 miliar dan uang jaminan Rp1,5 miliar

Ali mengatakan waktu pelaksanaan lelang pada Rabu (13/10) waktu server sesuai WIB dengan cara penawarannya menggunakan metode "closed bidding" dengan mengakses https://www.lelang.go.id.

Selanjutnya, batas akhir penawaran Rabu (13/10) pukul 11.15 waktu server aplikasi lelang sesuai WIB, penetapan pemenang lelang setelah batas akhir penawaran, bea lelang pembeli 2 persen dari harga lelang, dan tempat pelaksanaan lelang di KPKNL Jakarta III Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun Nomor 10 Jakarta Pusat.

Kedua aset ini sebelumnya dimiliki oleh Mahfud Suroso, Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (PT DCL), terpidana kasus korupsi hambalang. 

Ia telah dijatuhi hukuman vonis enam tahun penjara. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni pidana 7,5 tahun bui dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.

Mahfud sebagai pimpinan perusahaan subkontraktor yang menggarap mekanikal elektrik (ME) proyek Hambalang didakwa menerima duit Rp 185 miliar dari hanya Rp 89 miliar yang terpakai. 

Sisanya sebanyak Rp 96 miliar digunakan untuk membayar sejumlah pihak seperti mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng.

Kejati Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Senilai Rp109 Miliar


KABARPRIGRESIF.COM: (Mandaling Natal) Tim Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pada PT Perkebunan Sumatera Utara (PT PSU) pada tahun 2007 hingga tahun 2019. 

Jaksa pun kemudian menetapkan 3 orang tersangka atas kasus tersebut.

Kepala Kejati Sumut IBN Wiswantanu melalui Kasi Penkum Yos Arnold Tarigan menyampaikan bahwa ketiga tersangka yang ditetapkan adalah MSH sebagai Manager Kebun Simpang Koje tahun 2011-2013, HC sebagai Direktur PT PSU tahun 2007 - 2010, dan DS selaku Ketua Panitia Ganti Rugi dan Manager Kebun Simpang Koje tahun 2007-2010 serta Ketua Panitia Ganti Rugi dan Manager Kebun Kampung Baru tahun 2015-2018.

Menurut Yos Arnold, dugaan tindak pidana yang dilakukan para tersangka di antaranya yakni pelaksanaan proyek pengembangan areal PT PSU di Desa Simpang Koje, dugaan penyalahgunaan anggaran pemeliharaan kebun Simpang Koje tahun 2011-2013 serta dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek pengembangan areal PT PSU di Desa Kampung Baru Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011-2019.

“Dari hasil pemeriksaan dan penghitungan kerugian keuangan negara oleh akuntan publik, diperoleh nilai kerugian negara mencapai Rp 109.263.887.612,00,” sebut Yos, Rabu (29/9/2021).

Sebelumnya, kata Yos pihak Kejati Sumut telah mengeksekusi lahan seluas 626 hektare milik PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU). 

Penyitaan ini dilakukan karena lahan tersebut diduga terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pada perusahaan periode tahun 2007-2019.

Eksekusi lahan dilakukan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Tipikor Medan Nomor 34/SIT/PIDSUS-TPK/PN.MDN tanggal 2 Juni 2021.

Areal yang disita berada pada dua lokasi, tepatnya di Desa Simpang Koje, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal seluas 518,22 Ha. 

Kemudian di Desa Kampung Baru seluas 106,06 Ha areal bertanam dan belum tanam seluas 1,8 Ha.

“Lahan tersebut merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan bukan lokasi yang dapat dikelola PT PSU. Lahan ini juga masuk dalam dugaan tindak pidana korupsi pada PT PSU Tahun 2007-2019,” sebut Yos Arnold.

Para tersangka diduga telah melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

“Saat ini masih dilakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi lainnya. Setelah nanti dipanggil bersama saksi-saksi lainnya termasuk para tersangka, maka tim penyidik pidsus Kejati Sumut akan menentukan sikap,” sebut Yos.

Obok-Obok Kantor Perusda Kota Ternate, Kejati Maluku Utara Bawa 6 Kardus Dokumen


KABARPROGRESIF.COM: (Ternate) Kejaksaan Tinggi Maluku Utara menggeledah kantor Perusahaan Daerah (Perusda) Kota Ternate terkait dugaan korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp25 miliar.

"Hari ini kita melakukan penggeledahan pada PT. TBB (Ternate Bahari Berkesan), yang menurut kita sangat kita perlukan. Yang mana kegunaan dari penggeledahan ini yang nantinya akan kita gunakan pada saksi-saksi yang mengatakan ada di kantor data-datanya. Ini sudak kita lakukan penggeledahan," kata Richard Sinaga, Kasi Penkum Kejati Malut, Rabu (29/9/2021).

Penggeledahan ini dilakukan untuk memperkuat bukti yang pernah disampaikan sejumlah saksi. 

"Jadi nanti tidak ada lagi alasan yang mengatakan bahwa data-data tersebut masih ada di kantor, karena selama ini yang kita dapati seperti itu, sehingga kita lakukan upaya penggeledahan hari ini," ucapnya.

Usai melakukan penggeledahan, penyidik Tindak Pidana Khusus membawa enam kardus ukuran besar berisi ratusan dokumen, perangkat komputer dan sejumlah aset yang tersisa.

"Dengan kondisi seperti ini kita tidak bisa menyampaikan, bukan kita tidak mau menyampaikan karena kondisi gelap. Jadi kita tidak bisa mengatakan apa-apa saja. Dalam prose ini kita sudak melakuka pemeriksaan terkait ini kurang lebih 20 orang," pungkasnya.

Untuk diketahui, dugaan kerugian yang terjadi di Perusda Ternate tesebut terjadi sejak tahun 2015-2019, sehingga Pemkot Ternate pada tahun 2020 lalu menghentikan sementara aktifitas Perusda PT. TBB.

Kejati Jabar Tetapkan Mantan Kepala Cabang PT Berdikari Sebagai Tersangka


KABARPROGRESIF.COM: (Bandung) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar) menetapkan MT, Mantan Kepala Cabang PT Berdikari Insurance Cabang Bandung sebagai tersangka perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara Rp2,8 miliar.

“Menetapkan Tersangka MT selaku Wiraswasta / Mantan Kepala Cabang PT. Berdikari Insurance Cabang Bandung, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-968/M.2/Fd.1/09/2021 tanggal 28 September 2021, yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum yaitu mark up dalam pembayaran premi asuransi,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Rabu (29/9/2021).

Leonard menuturkan MT, telah diperiksa sebagai tersangka sekitar pukul 15.00 WIB yang bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. 

Selanjutnya terhadap tersangka, dilakukan penahanan pada Tingkat Penyidikan selama 20 (dua puluh) hari ke depan terhitung mulai tanggal 28 September 2021 s/d 17 Oktober 2021 dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung.

“Berdasarkan Surat Perintah Penahanan (tingkat Penyidikan) T-2 Nomor: Print-970/M.2.1/Fd.1/09/2021 tanggal 28 September 2021 dengan dasar penahanan yaitu Pasal 21 ayat (1) KUHAP,” ujarnya.

Lebih lanjut, Leonard menjelaskan konstruksi kasus ini diawali dengan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam penggunaan keuangan secara tidak sah di PT Pos Finansial Indonesia selaku anak perusahaan dari PT Pos Indonesia Tahun 2018 s/d 2020.

Adalah Direktur PT. POSFIN (Sdr. S) dan Manager Keuangan dan Akutansi PT. POSFIN (Sdr. R.D.C) yang diduga melakukan penyimpangan penggunaan keuangan sekurang-kurangnya sebesar Rp 52.612.200.000.

Dalam dugaan penyimpangan tersebut, dilakukan pembayaran premi sertifikat penjaminan kepada PT Berdikari Insurance melalui Brooker PT Caraka Mulia yang ternyata dimark-up dan dibatalkan oleh PT Berdikari Insurance sebesar Rp 2.812.800.000.

“Dengan modus operandi, pembayaran premi asuransi penjaminan untuk tertanggung PT Biometrik Kharisma Utama (PT BKU) atas proyek kerjasama antara PT BKU dengan PT POSFIN yang pembayarannya dibebankan pada PT POSFIN dan dimark-up sebesar Rp 2.800.000.000,” ujarnya.

KPK Eksekusi Mantan PPK Kemensos ke Lapas Sukamiskin


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Adi Wahyono ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (29/9/2021).

Anak buah bekas Menteri Sosial Juliari Batubara itu merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan bantuan sosial Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Eksekusi dilakukan oleh jaksa Rusdi Amin berdasarkan keputusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 31/Pid.Sus-Tpk/2021/PN.Jkt. Pst tanggal 1 September 2021 yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Rabu (29/9).

Ali mengatakan, Adi juga diwajibkan membayar pidana denda Rp 350 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan Adi terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan paket bansos Covid-19 bersama dengan Julari Batubara dan Matheus Joko Santoso dengan total Rp 32,48 miliar.

Adi dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Rabu, 29 September 2021

Mencuat Fakta Sidang, KPK Berpeluang Jerat Bank Ini Jadi Tersangka Korporasi


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus mencermati setiap fakta-fakta yang mencuat dalam persidangan kasus dugaan suap pengurangan nilai pajak pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ketua KPK, Firli Bahuri menegaskan pihaknya tak akan pandang bulu untuk menetapkan tersangka baru jika terdapat bukti-bukti keterlibatan yang kuat, termasuk menetapkan tersangka korporasi dalam kasus ini.

Pernyataan Firli menyoroti munculnya fakta sidang yang menyebutkan adanya dugaan keterlibatan pemegang saham PT Bank Pan Indonesia atau Bank Panin, Mu`min Ali Gunawan dan Bos PT Gunung Madu Plantation, Lim Poh Ching dalam kasus ini.

"Semua informasi tentu akan kami pelajari dan dalami, kami juga terus bekerja dan mengembangkan penyidikan kepada para pihak. Kami mendalami keterangan dan bukti petunjuk lainnya, sehingga membuat terang suatu perkara dan menemukan tersangka," kata Firli Bahuri kepada awak media, Rabu, (29/9).

Jenderal polisi aktif itu menyatakan pihaknya memahami harapan masyarakat sehingga KPK tidak akan menunda keadilan. 

Di mana, KPK akan terus bekerja dengan mempertajam bukti-bukti melalui pemeriksaan saksi untuk menuntaskan perkara ini.

"Kami juga menjunjung tinggi dan menganut prinsip the sun rise and the sun set principle kami sungguh-sungguh memahami harapan rakyat kepada KPK untuk pemberantasan korupsi karenanya KPK terus bekerja keras termasuk meminta keterangan para pihak dan terus melakukan kerja-kerja keras untuk tuntaskan perkara korupsi," kata Firli.

Sebelumnya, nama pemilik PT Bank Panin Mu`min Ali Gunawan disebut sebagai pihak yang mengutus kuasa wajib pajak Bank Panin, Veronika Lindawati, untuk bertemu dengan pejabat pajak dan mengurus pengurangan nilai pajak Bank Panin.

Sementara itu, General Manager PT Gunung Madu Plantations Lim Poh Ching bersama dua konsultan pajak dari Foresight, bertemu dengan pemeriksa pajak di kantor Direktorat P2 Ditjen Pajak terkait pemeriksaan pajak perusahaan tersebut.

Jaksa KPK pun telah mendakwa dua mantan pejabat pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani menerima suap sebesar Rp 15 miliar dan SGD 4 juta atau sekitar Rp 42 miliar.

Uang suap total sebesar Rp 57 miliar tersebut diterima pejabat pajak dari tiga konsultan dan satu kuasa pajak. 

Mereka yakni, Veronika Lindawati selaku kuasa dari PT Bank Panin, Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, serta Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak dari PT Gunung Madu Plantations.

KPK Blokir Rekening Istri dan Anak Bupati Muara Enim Nonaktif Juarsah


KABARPROGRESIF.COM: (Muara Enim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memblokir rekening anggota keluarga Juarsah, Bupati Muara Enim yang kini menjadi terdakwa kasus korupsi. Jaksa KPK menegaskan pemblokiran sampai ada putusan inkrah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ricky B Magnaz menyampaikan respons terhadap terdakwa Juarsah, Bupati Muara Enim (nonaktif) yang memohon untuk membuka pemblokiran nomor rekening keluarganya dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Sahlan Effendi, di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (28/9/2021).

“Pemblokiran nomor rekening itu dilakukan sampai ada putusan inkrah dari pengadilan atas kasusnya,” ujar jaksa Ricky.

Menurut dia, pembelokiran nomor rekening itu ditujukan sebagai langkah untuk mengamankan barang bukti yang ada dalam pemeriksaan. 

Apalagi saat penyidik melakukan pemeriksaan juga menemukan uang senilai Rp58 juta dalam sebuah koper di ruang kerja di rumah terdakwa.

“Hanya diblokir saja uangnya juga masih utuh. Kami juga menemukan uang yang diduga hasil jual beli jabatan karena ada amplop bertuliskan Kabid Mutasi yang disita sebagai barang bukti," katanya.

Terdakwa Juarsah dalam sidang tersebut mengatakan, keluarganya sama sekali tidak terlibat dalam kasus yang sedang ia hadapi ini, sehingga berharap hakim mempertimbangkan permohonannya itu.

"Saya mohon yang mulia mengizinkan membuka blokiran rekening anak dan istri saya itu. Untuk mereka memenuhi kebutuhan hidup,” katanya.

Juarsah menyebut dirinya telah dizalimi dan menepis semua pernyataan saksi Elfin Mz Muchtar dan Ahmad Yani yang dalam dakwaan menyebut istri dan anaknya menerima uang untuk maju dalam pileg 2019.

“Keluarga saya maju pileg hanya sebuah keisengan, tidak ada menerima uang seperti pernyataan tiga terpidana dalam sidang sebelumnya,” ujarnya.

Sebelumnya, berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan pada sidang Kamis (19/8) yaitu Bupati Kabupaten Muara Enim periode 2018- 2019 Ahmad Yani, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Muara Enim Ramlan Suryadi, Ketua Badan Pendapatan Daerah Rinaldo serta Ketua Proyek Ilham Sudiono menyebut terdakwa Juarsa meminta uang untuk menjadi modal pencalonan istri dan anaknya sebagai anggota legislatif.

Atas permintaan tersebut, saksi memberikan uang senilai Rp4 miliar dari total Rp10 miliar yang direncanakan, hingga terhenti setelah ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK 2018 terhadap Ahmad Yani, mantan Bupati Muara Enim, hingga saat ini juga menjerat Juarsah bupati definitif yang menggantikan Ahmad Yani.

Dalam kasus ini Juarsah didakwa turut serta menerima sejumlah aliran dana dari 16 paket proyek jalan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim TA 2019 dengan jumlah keseluruhan senilai Rp3,5 miliar.

Terdakwa dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

KPK Geledah Kantor DPRD Muara Enim


KABARPROGRESIF.COM: (Muara Enim) Kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2019 di Kabupaten Muara Enim kini sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pernyataan tersebut disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis pada Rabu (29/9/2021).

"KPK saat ini sedang melakukan penyidikan perkara dugaan TPK penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 yang dimulai pada September 2021," katanya.

Untuk mengungkap kasus tersebut, KPK menggeledah sejumlah ruangan di Kantor DPRD Muara Enim dan memeriksa sejumlah saksi.

"Sejauh ini Tim masih terus mengumpulkan alat bukti dan pemanggilan para saksi guna melengkapi keterangan yang dibutuhkan pada proses penyidikannya," ujar Ali.

Meski begitu, hingga kini KPK belum membeberkan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Namun, Ali Fikri memastikan, pihak lembaga antirasuah akan selalu memberikan informasi terbaru.

"KPK tentu akan menyampaikan secara lengkap konstruksi perkaranya, pasal-pasal yang disangkakan, serta pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, pada saat nanti dilakukan upaya paksa penangkapan dan/atau penahanan," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, KPK melakukan penggeledahan di kantor DPRD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. 

Penggeledahan ini dilakukan penyidik guna mencari barang bukti terkait pembagian fee 16 proyek pembangunan.

Penggeledahan yang berlangsung Senin (28/9/2021), dikatakan Ketua KPK Firli Bahuri guna terus melengkapi penyelidikan. 

Dalam penggeledahan tersebut, penyidik KPK menggeledah ruang kerja komisi I, II, III dan IV. 

Lalu, ruang rapat banggar dan banmus. Beberapa penyidik bahkan membawa keluar beberapa koper usai penggeledahan.

"Betul, penyidik KPK masih terus bekerja. Pada saatnya kami akan sampaikan hasil kerja itu ke publik," ungkap Ketua KPK, Firli Bahuri, Selasa (28/9/2021).

Dugaan anggota DPRD Muara Enim turut mendapatkan fee proyek terungkap setelah sang kontraktor yang kini narapidana, Roby Okta Fahlevi merinci aliran fee tersebut diberikan.

Kasus ini bermula menyeret pejabat Bupati Muara Enim 2018-2019 Ahmad Yani yang tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT).

"KPK sekarang terus bekerja mencari dan mengumpulkan keterangan dan barang bukti," tegasnya.

Aliran dana ke anggota DPRD Muara Enim didalami KPK setelah pada berkas perkara ke dua, Ketua DPRD Muara Enim Aries HB ikut terseret dan sudah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang.