Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Pilkada Surabaya 2024 Tanpa Bakal Calon Perseorangan

KPU Kota Surabaya menyatakan pemilihan kepala daerah tahun 2024 tanpa diikuti pasangan bakal calon kepala daerah perseorangan karena faktor kurangnya syarat dukungan yang harus dipenuhi oleh para bakal calon tersebut.

Wali Kota Eri Cek Penggunaan Dana Kelurahan

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi blusukan ke perkampungan untuk mengecek penggunaan Dana Kelurahan (Dakel) yang digunakan untuk membangun saluran.

Bapaslon Independen Pilkada Kecewa Sikap KPU Surabaya

Bapaslon independen Pilkada Surabaya, Pandu Budi Raharjono-Kusrini Purwijanti menyasalkan sikap komisioner KPU Surabaya yang tak mau menerima copy data pendukung meskipun hanya terlambat cuma dua menit.

Sambut HJKS ke-731, Pegawai Pemkot Surabaya Cat Ulang Curbing Median Jalan

Menyambut Hari Jadi Kota Surabaya ke-731, seluruh pegawai di lingkup Pemkot Surabaya melakukan kerja bakti dengan mengecat ulang curbing median jalan atau pembatas jalan yang meliputi 51 ruas jalan di Kota Surabaya.

Pemkot Surabaya Bangun 8 Wisata Rakyat

Upaya Pemkot Surabaya memanfaatkan aset agar memberikan kontribusi sekaligus menciptakan lapangan kerja antara lain dilakukan dengan membangun Wisata Rakyat di 8 lokasi, khususnya di wilayah Surabaya Barat.

Kamis, 30 Agustus 2018

Tipu Tiga Pengusaha, Henry Jacosity Gunawan Kembali Diadili


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Belum tuntas menghadapi persidangan kasus penipuan yang dilaporkan sejumlah pedagang Pasar Turi, Henry Jacosity Gunawan kembali didudukan sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Kali ini, Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) ini diadili karena menipu tiga pengusaha asal Surabaya yang menjadi kongsi saat pembangunan Pasar Turi Baru pasca terbakar.

Tiga pengusaha yang ditipu Henry ratusan miliar rupiah itu adalah Tee Teguh Kinarto (owner PT Podo Joyo Mashur), Shindo Sumidomo alias Asui (Bos PT Siantar Top) dan Widjijono Nurhadi (Pemegang Saham di PT Graha Nandi Sampoerna).

Sidang perdana kasus ini mengagendakan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harwaedi. Dan perkara tipu gelap ini disidangkan diruang cakra PN Surabaya oleh Majelis hakim yang terdiri dari Anne Rusiana (ketua), Pujo Saksono dan Dwi Purwadi (anggota).

Dijelaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Perbuatan pidana Henry ini bermula dari pembangunan Pasar Turi Baru. Dimana saat itu, Henry mengaku sebagai pemenang lelang dari Pemkot Surabaya dalam proyek pembangunan Pasar Turi.

Saat proses lelang tersebut, Henry menggunakan bendera PT Gala Megah Invesment dan perusahaan PT Gala Megah Invesment.

Dua perusahan itu merupakan hasil kerjasama antara Henry selaku Pemilik PT Gala Bumi Perkasa (GBP), PT. Central Asia Invesment yang dipimpin oleh Moch. Turino Junaedy dan PT. Lusida Megah Sejahtera yang dipimpin oleh Paulus Totok Lusida

Pada perusahaan Join Operation Gala Megah Invesment tersebut telah ditentukan pembagian keuntungan yaitu sebesar 51% untuk PT. Gala Bumi Perkasa selaku Lead Firm, sebesar 27% untuk PT. Central Asia Invesment dan sebesar 22 % untuk PT. Lusida Megah Sejahtera.

Selain bekerjasama dengan Moch. Turino Junaedy dan Paulus Totok Lusida, Henry kembali mencari dukungan modal ke investor lainnya dalam pembangunan pasar turi.

Bos PT GBP itu akhirnya mengajak para korban, yakni Tee Teguh Kinarto,  Shindo Sumidomo (Asui)  dan Widjijono Nurhadi untuk mendukung dana atas pembanguan Pasar Turi tersebut.

Awalnya Tee Teguh Kinarto,  Shindo Sumidomo (Asui)  dan Widjijono Nurhadi tidak tertarik namun Terdakwa Henry mengatakan akan memberikan keuntungan yang banyak apabila mau memberikan modal.

Saat itu Tee Teguh Kinarto belum memberikan jawaban, kemudian Terdakwa Henry kembali mendatangi Tee Teguh Kinarto dan Terdakwa kembali berusaha meyakinkan Tee Teguh Kinarto untuk memberikan tambahan modal atas pembangunan Pasar Turi dengan mengatakan selain akan memberikan keuntungan yang besar, Terdakwa juga mengatakan akan memasukkan PT. Graha Nandi Sampoerna sebagai pemegang saham pada PT. Gala Bumi Perkasa (Perusahaan milik terdakwa). 

Atas bujuk rayu itulah akhirnya Tee Teguh Kinarto menyetujui dan kemudian pada hari Selasa tanggal 23 Maret 2010 dibuat Notulen Kesepakatan antara Terdakwa dengan Shindo Sumidomo (Asui) yang mengatur bahwa terdakwa Henry Jocosity Gunawan selaku pemilik atau owner dari PT. Gala Bumi Perkasa akan memberikan bagian keuntungan sebesar 50 % kepada PT. Graha Nandi Sampoerna dimana PT. Gala Bumi Perkasa berhak atas keuntungan dalam GMI (Gala Megah Investmen) Joint Operation sebesar 51 % sehingga perhitungannya 50 X 51% = 25.5% dari 100 persen keseluruhan saham/keuntungan dalam proyek Pasar Turi Baru.

Dalam notulen kesepakatan tanggal 23 Maret 2010 tersebut juga diatur mengenai modal kerja yang harus disediakan oleh PT. Graha Nandi Sampoerna yaitu sebesar  Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh miliar rupiah) dan atas modal kerja tersebut akan diperhitungkan dengan bunga sebesar 14% per tahunnya.

Selanjutnya PT Graha Nandi Sampoerna menyerahkan uang  kepada Terdakwa total sebesar  Rp.68.800.000.000,- (enam puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah) yang diberikan secara bertahap yang rincian penggunaannya dibagi dua tahap setoran yaitu :

Setoran tahap pertama sebesar Rp.34.650.000.000,- (tiga puluh empat miliar enam ratus lima puluh juta rupiah), yang mana 50% dari dana tersebut yakni sebesar Rp.17.325.000.000,- (tujuh belas miliar tiga ratus dua puluh lima juta rupiah) adalah diperuntukan sebagai saham PT. Graha Nandi Sampoerna di PT. Gala Bumi Perkasa dan sisanya sebesar Rp.17.325.000.000,- (tujuh belas miliar tiga ratus dua puluh lima juta rupiah) adalah sebagai hutang pribadi Terdakwa sebagaimana Akta Pengakuan Hutang No. 15 tanggal 6 Juli 2010.Setoran tahap kedua sebesar Rp.25.350.000.000,- (dua puluh lima miliar tiga ratus lima puluh juta rupiah)  digunakan sebagai modal kerja untuk membangun Pasar Turi dan diperhitungkan dengan bunga sebesar 14% per tahun.

Namun dalam perjalanannya terdakwa Henry Jocosity Gunawan dengan berbagai alasan masih meminta kembali dukungan dana kepada PT. Graha Nandi Sampoerna sehingga total keseluruhan uang yang telah diserahkan sebesar Rp.68.800.000.000,- (enam puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah) dengan perinciannya sebagai berikut :

Dengan adanya bantuan dari dana dari PT. Graha Nandi Sampoerna kepada PT. Gala Bumi Perkasa tersebut maka Tee Teguh Kinarto diangkat sebagai Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa, namun  PT Graha Nandi Sampoerna kenyataannya tidak pernah dimasukan sebagai pemegang saham di PT Gala Bumi Perkasa (jual beli saham), bahkan pada tanggal 30 Maret 2012 Tee Teguh Kinarto diberhentikan dari jabatan selaku Direktur Utama PT. Gala Bumi Perkasa tanpa sepengetahuan dari Tee Teguh Kinarto.

Bahwa dengan tidak adanya penjelasan atas uang yang diterima oleh Terdakwa sejumlah Rp.68.800.000.000,- (enam puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah) tersebut maka Tee Teguh Kinarto menanyakan kepada Terdakwa tentang keuntungan yang dijanjikan oleh Terdakwa, namun Terdakwa menyakinkan Sdr. Tee Teguh Kinarto akan memberikan keuntungan sebesar Rp.240.975.000.000,- (dua ratus empat puluh juta Sembilan ratus tujuh puluh lima juta rupiah) dan hal tersebut dibuatkan Nota Kesepakatan pada tanggal 13 September 2013 di kantor terdakwa Jl. Putat Indah No. 1A Surabaya yang ditandatangani oleh Terdakwa, Tee Teguh Kinarto dan Widjijono Nurhadi, adapun kesepakatan tersebut yaitu :

Pertama, Sebesar Rp.120.487.500.000,- (seratus dua puluh miliar empat ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dibayarkan oleh Terdakwa kepada PT. Graha Nandi Sampoerna dalam bentuk tanah dan bangunan gudang di proyek pergudangan Ritzpark di Gedangan Sidoarjo sebanyak 57 (lima puluh tujuh) unit yang akan diterima oleh pihak PT Graha Nandi Sampoerna selambat lambatnya pada tanggal 30 Maret 2015 dengan harga per unit Rp.2.100.000.000,- (dua miliar seratus juta rupiah) total sebesar Rp. 119.700.000.000,- (seratus sembilan belas miliar tujuh ratus juta rupiah) dan sisanya sebesar Rp. 787.500.000,- (tujuh ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) akan dibukakan giro tertanggal 30 Maret 2015.

Yang kedua Sisanya sebesar Rp.120.487.500.000,- (seratus dua puluh miliar empat ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dibayarkan oleh Terdakwa berupa dana tunai dalam bentuk 12 (dua belas) lembar Bilyet Giro masing-masing bilyet giro sebesar:

1).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 April 2015;
2).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Mei 2015;
3).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Juni 2015;
4).Rp. 10.000.000.000,-  (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Juli 2015;       
5).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Agustus 2015;
6).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 September 2015;
7).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Oktober 2015;
8).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 November 2015;
9).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Desember 2015;
10).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Januari 2016;
11).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Februari 2016;
12).Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) giro tertanggal 15 Maret 2016.


Namun setelah Tee Teguh Kinarto mencoba mencairkan sebagian dari 12 (dua belas) Bilyet Giro tersebut yakni Cek bilyet giro tertanggal 15 April 2015 Nomor BW485258 mendapat penolakan dari Bank BCA pada tanggal 31 Agustus 2015, Bilyet giro tertanggal 15 Mei 2015 nomor BW485259 mendapatkan penolakan dari Bank BCA pada tanggal 7 September 2015, Bilyet giro tertanggal 15 Juni 2015 nomor BW485260 mendapatkan penolakan dari Bank BCA pada tanggal 15 September 2015, Bilyet giro tertanggal 15 Juli 2015 nomor BW485261 mendapatkan penolakan dari Bank BCA pada tanggal 15 September 2015, penolakan tersebut karena saldo tidak cukup.

Kemudian Tee Teguh Kinarto menagih dan mengecek unit tanah beserta bangunan gudang di wilayah Gedangan Sidoarjo sejumlah 57 (lima puluh tujuh) unit namun tidak pernah ada wujud fisik atas Gudang yang dijanjikan oleh Terdakwa tersebut.

"Akibat perbuatan Terdakwa Henry Jacosity Gunawan tersebut telah mengakibatkan para korban mengalami kerugian sebesar Rp.240.975.000.000,"kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harwaedi saat membacakan surat dakwaannya.

Dalam kasus ini, terdakwa Henry didakwa melanggar pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dan melanggar Pasal  372  KUH Pidana tentang penggelapan.

Atas dakwaan tersebut, terdakwa Henry melalui ketua tim penasehat hukumnya, Yusril Ihza Mahendra mengaku akan mengajukan eksepsi yang sedianya akan dibacakan pada 12 September mendatang.

Untuk diketahui, pidana tipu gelap ini adalah kasus ketiga yang dihadapi  Henry. Sebelumnya Bos PT GBP ini dinyatakan bersalah dalam kasus penggelapan dan penipuan tanah di Claket Malang yang dilaporkan Notaris Caroline C Kalempung. Henry dihukum 8 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Namun kasus ini belum memiliki kekuatan hukum tetap, dikarenakan Kejari Surabaya masih melakukan upaya hukum banding lantaran putusan hakim jauh lebih ringan dari tuntutannya yakni 4 tahun penjara.

Kasus  yang kedua adalah kasus tipu gelap terhadap 12 pedagang Pasar Turi. Dalam kasus ini, Henry dijatuhi tuntutan 4 tahun penjara oleh Kejari Surabaya. (Komang)

Pimpin Apel Gartap, Mayjen Arif Rahman Perkuat Sinergitas TNI-Polri


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Keberhasilan tiga pilar di Jawa Timur dalam menjaga kondusifitas wilayah, ternyata mendapat apresiasi dari Dangartap III/Surabaya, Mayjen TNI Arif Rahman, M. A.

Menurut Dangartap, keberhasilan itu terlihat melalui berbagai tugas dan tanggung jawab yang dihadapi oleh unsur tiga pilar beberapa waktu lalu, terlebih dalam menjaga kondusifitas wilayah selama berlangsungnya Pemilukada serentak 2018 lalu.

Jenderal bintang dua yang juga menjabat sebagai Pangdam V/Brawijaya itu menambahkan, apel gabungan yang dipimpin oleh dirinya saat ini, merupakan salah satu sarana komunikasi yang dinilai sangat efektif dalam menyampaikan berbagai kebijakan pimpinan.

“Hal tersebut, merupakan upaya untuk mewujudkan prajurit TNI-Polri yang solid, profesional dan harmonis, hingga nantinya dapat tercapai kinerja yang optimal,” jelas Dangartap III/Surabaya, melalui Apel Gabungan yang berlangsung di lapangan Makodam V/Brawijaya, Kamis, 30 Agustus 2018.


Sejatinya, kata Mayjen Arif, hubungan TNI-Polri itu bersifat lahir dan batin. Sebab, kata Dangartap, jika hubungan tersebut dapat terjaga dengan baik, tidak menutup kemungkinan jika terdapat suatu persoalan, hal tersebut dapat di pecahkan secara bijaksana.

“Kondisi yang sudah baik ini, hendaknya kita pertahankan. Jika perlu, kita tingkatkan lagi,” tegas almameter Akmil tahun 1988 ini.

Tidak hanya itu saja, Dangartap juga mengimbau seluruh personel TNI-Polri di Jawa Timur, untuk bisa mengamati dan mencermati setiap perkembangan situasi dan kondisi seperti yang terjadi saat ini.

“Untuk itu, diperlukan komitmen, tekad dan keteguhan hati segenap unsur masyarakat Jawa Timur, khususnya TNI-Polri dalam upaya tersebut,” tuturnya. “Sehingga, nantinya mampu menghadapi setiap permasalahan dengan lebih bijaksana dan tetap mencerminkan kematangan, serta kedewasaan dalam menyelesaikan setiap permasalahan,” tambah Jenderal Arif Rahman.

Rencananya, tahun 2019 mendatang, Indonesia akan memasuki masa pemilihan Presiden (Pilpres). Sehubungan dengan hal itu, Dangartap III/Surabaya berharap seluruh personel TNI-Polri untuk bersikap netral, dan lebih memfokuskan diri terhadap keamanan dan kondusifitas wilayah.

“TNI-Polri, harus netral. Tidak boleh memihak ke salah satu pasangan calon Presiden,” tegas Dangartap. (andre)

Puluhan Warga Eks Lokalisasi Dolly Tolak Gugatan Class Action


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Forum Komunikasi warga Dolly (Forkaji) dan Gerakan Pemuda (GP) Anshor Kota Surabaya menolak gugatan yang dilakukan class action kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang dinilai merenggut mata perekonomian warga Dolly dan menuntut ganti rugi kepada pemkot sebesar Rp 270 miliar.

Aksi penolakan tersebut dilakukan di depan Pengadilan Negeri (PN) Jalan Arjuno, Surabaya. Wujud penolakan dilakukan aksi massa dengan membawa spanduk bertuliskan

"Dolly saiki wes ayem tentrem ojok diganggu maneh, Njarak Dolly tutup anak anak kita terselamatkan, Njarak Dolly Now, No Prostitution Wes tutup ojok di utek-utek cak" dan "Warga dolly tidak pernah merasakan adanya intimidasi dan diskriminasi dari pihak manapun, kalaupun ada, itu hanya dirasakan oleh kelompok yang mempunyai kepentingan".


Selain membawa sejumlah poster yang bertuliskan penolakan atas gugatan class action, massa juga membawa sejumlah produk-produk UKM Jarak – Dolly yang selama ini dibina Pemkot Surabaya pasca eks lokalisasi Dolly ditutup 3,5 tahun lalu.

“Di sini sudah berdiri produk UKM sampai kebanjiran order salah satunya sandal hotel yang sudah mendapatkan ribuan order dari beberapa hotel yang ada di Surabaya. Kami sendiri kurang tenaga kerja. Kalau mereka ngomong tidak ada peningkatan ekonomi, itu bohong,” seru Korlap Aksi Forkaji, Kurnia Cahyanto di depan PN Surabaya, Kamis, (30/8/2018).

Kurnia juga menuturkan, gugatan class action yang ditujukan ke Pemkot Surabaya sebesar Rp 2,7 miliar hanya untuk kepentingan segelintir warga. Bahkan, dirinya menduga kelompok tersebut bukan murni warga Jarak – Dolly.


“Uang itu buat siapa? Hanya untuk memenuhi perut atau kepentingan segelintir orang saja,” imbuhnya.

Selain menolak gugatan class action mengatasnamakan warga Jarak – Dolly, mereka juga menuntut penolakan dibukanya rumah musik yang akan melahirkan kembali bibit-bibit prostitusi di kawasan eks lokalisasi Dolly.

“Kita dukung upaya warga menolak rencana rumah musik karena kita nggak ingin ada bibit-bibit lagi prostitusi di Jarak dan Dolly,” terang Ketua PC GP Ansor Kota Surabaya M Faridz Afif.

Afif menegaskan bahwa pihaknya terus mengawal serta bergandengan dengan massa dari ormas Islam lainnya untuk tetap mengawal isu ini.

“Seluruh ormas Islam akan turun, terutama ormas di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU),” jelasnya.

Sebelumnya, sekelompok orang yang mengatasnamakan warga Jarak – Dolly menuntut Pemkot Surabaya yang dinilai ingkar janji dengan tidak mensejahterakan warganya pasca penutupan eks lokalisasi Dolly. (uc/arf)


Rabu, 29 Agustus 2018

Kata Wawali, Dana BOPDA masuk ke Yayasan Bukan Ke Sekolah


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Usut punya usut hasil audit yang dilakukan Inspektorat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terhadap SMP-SMP Swasta terkait dengan adanya dugaan penyelewengan dana BOPDA dari APBD ternyata cukup mencengangkan.

Aliran dana BOPDA itu ternyata tidak langsung ke rekening sekolah tetapi masuk dulu ke pihak yayasan.

"Ini kan ternyata dana BOPDA yang didistribusikan tidak langsung masuk ke sekolah-sekolah. Melainkan harus masuk ke yayasan," kata Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, Rabu (29/8).

Namun sayangnya upaya audit atas penggunaan dana BOPDA di sekolah SMP Swasta oleh Inspektorat Kota Surabaya mendapat tanggapan berbeda dari legislator Partai Nasdem, Vincensius Awey. 

Menurutnya menjadi tidak bijak ketika sekolah-sekolah swasta yang memperjuangkan masa depan sekolah mereka justru diancam dengan upaya audit semacam itu.

“ Masalahnya kan dari ketika guru guru sekolah swasta mempersoalkan pelaksanaan PPDB yang  melanggar ketentuan Perwali 47 / 2013 khususnya soal kuota mitra warga namun bukannya duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan yang ada, malahan balik menyerang perjuangan sekolah swasta dengan menurunkan inspektorat untuk mengaudit ,” kesal Awey.

Awey juga menyayangkan ketika pemeriksaan sedang berlangsung, pihak Pemkot Surabaya sudah melempar ke media bahwa ada dugaan penyimpangan Bopda dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun memeriksa yang menurutnya hanyalah pengalihan isu.

Awey juga menyebut seharusnya Wali kota Tri Rismaharini harus hadir memberikan solusi, bukannya balik menyerang seperti ini.

“ Saya pikir cara yang dipertontonkan walikota seperti ini sungguh tidak bijak,” tegasnya.

Seperti ramai diberitakan, temuan adanya dugaan penyelewengan dana BOPDA ini bermula dari kunjungan Wali Kota Tri Rismaharini yang menemukan sejumlah siswa SMP putus sekolah. Dia menemukan fakta itu ketika berkunjung ke kawasan eks-lokalisasi Dolly.

Katanya, mereka berhenti sekolah karena menunggak SPP. Atas temuan itu, Risma lalu melunasi pembayaran jumlah SPP yang berfariasi antara Rp. 525 ribu hingga Rp. 800 ribu.

Tidak berhenti disana, Wali Kota sarat prestasi ini pun lantas melaporkan temuannya kepada Inspektorat Surabaya. Bahkan rencananya Walikota sarat dengan prestasi tersebut menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan.

Pasalnya, Ia menganggap sudah menyalurkan dana BOPDA ke semua sekolah. Baik sekolah swasta maupun negeri.

"Kalau sekarang ada anak mau sekolah tapi ditolak karena alasan biaya, terus ke mana BOPDA-nya. KPK harus telusuri itu," cetus Wali Kota Risma beberapa waktu lalu. (arf)

Pemkot Surabaya Kantongi Hasil Audit Dugaan Penyelewengan Dana BOPDA


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Tak butuh waktu lama, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menyelesaikan hasil audit  yang dilakukan kepada SMP-SMP Swasta terkait dengan adanya dugaan penyelewengan dana BOPDA dari APBD.

" Kalau dari hasil audit kita, ini kan ternyata dana BOPDA yang didistribusikan tidak langsung masuk ke sekolah-sekolah." kata Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, Rabu (29/8/2018).

Namun anehnya Pemkot Surabaya emoh meneruskan adanya dugaan penyelewengan dana BOPDA tersebut hingga ke ranah hukum seperti yang dikatakan Walikota Tri Rismaharini beberapa waktu lalu.

Pemkot Surabaya berkeinginan menempuh jalur damai tanpa menyalahkan siapapun terkait masalah tersebut.

" Justru kami akan mengajak para pihak yang terkait untuk duduk bersama, tentunya dengan Bu Wali Kota juga, kami akan ajak mereka untuk memecahkan masalah yang ada dan juga apa saja yang jadi keluh kesah mereka" jelas Wisnu.

Seperti ramai diberitakan, temuan adanya dugaan penyelewengan dana BOPDA ini bermula dari kunjungan Wali Kota Tri Rismaharini yang menemukan sejumlah siswa SMP putus sekolah. Dia menemukan fakta itu ketika berkunjung ke kawasan eks-lokalisasi Dolly.

Katanya, mereka berhenti sekolah karena menunggak SPP. Atas temuan itu, Risma lalu melunasi pembayaran jumlah SPP yang berfariasi antara Rp. 525 ribu hingga Rp. 800 ribu.

Tidak berhenti disana, Wali Kota sarat prestasi ini pun lantas melaporkan temuannya kepada Inspektorat Surabaya. Bahkan rencananya Walikota sarat dengan prestasi tersebut menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan.

Pasalnya, Ia menganggap sudah menyalurkan dana BOPDA ke semua sekolah. Baik sekolah swasta maupun negeri.

"Kalau sekarang ada anak mau sekolah tapi ditolak karena alasan biaya, terus ke mana BOPDA-nya. KPK harus telusuri itu," cetus Wali Kota Risma beberapa waktu lalu. (arf)

Jadi Tersangka di KPK, MA Berhentikan Sementara Hakim dan Panitera


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Mahkamah Agung (MA) akhirnya memberhentikan sementara hakim adhoc pada Pengadilan Tipikor Medan, Merry Purba, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

" Hakim adhoc MP kami berhentikan sementara karena sudah jadi tersangka. Yang lain kami tidak berani berhentikan sementara, kami tidak mau gegabah juga," ujar Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Sunarto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Selain Merry, MA juga memberhentikan sementara panitera pengganti Helpandi yang sudah berstatus tersangka.

" Tunjangan tidak akan dibayar. Sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, langsung yang bersangkutan diberhentikan secara tetap," kata Sunarto.

KPK sebelumnya menangkap delapan orang dalam operasi tangkap tangan di Medan, Sumatera Utara.

Sebanyak empat orang di antaranya adalah hakim.

Masing-masing yakni, Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.

Kemudian, hakim Sontan Merauke Sinaga dan hakim adhoc Merry Purba.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK hanya menetapkan Merry Purba sebagai tersangka. Merry disangka menerima suap 280.000 dollar Singapura. (rio)

Tokoh Pers Nasional Sabam Leo Batubara Tutup Usia


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Bangsa Indonesia kehilangan seorang tokoh pers nasional Sabam Leo Batubara yang juga Anggota Kelompok Kerja Persatuan tutup usia.

Almarhum meninggal di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).

Almarhum meninggal di usia 79 tahun. Menurut Hendry, Leo Batubara meninggal setelah terjatuh di ruangannya, di Lantai 7 kantor Dewan Pers, Jakarta.

Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 16.30 WIB.

" Jadi dia itu jalan dari kamar mandi ke ruang belakang, lalu terjatuh, mungkin membentur kayu atau apa-apa," urainya.

" Langsung dilarikan ke RSPAD yang paling dekat, tetapi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sudah tidak ada," sambung dia.

Ia pun menyampaikan dukanya atas kepergian Leo yang juga merupakan Mantan Waran Ketua Pers periode 2007-2010.

" Kita tentu berduka karena dia termasuk pejuang kemerdekaan pers ya sejak reformasi," tutur Hendry.

Saat ini jenazah Leo berada di Rumah Duka RSPAD dan para keluarga pun sudah hadir.

Menurut informasi, Leo akan dimakamkan Jumat (31/8/2018). Sabam Leo Batubara yang lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara 26 Agustus 1939 dikenal sebagai organisasi pers yang memperjuangkan kebebasan bersuara di Indonesia.

Almarhum pernah menjadi Pimpinan Perusahaan harian Suara Karya. Jebolan IKIP (sekarang Universitas Negeri Jakarta) ini juga ikut merumuskan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. 

Pesan terakhir Leo Batubara, mengucapkan pesan untuk Dewan Pers. Pesan tersebut dilontarkan Leo saat mendampingi Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo menerima audiensi Pengurung Asosiasi Media Siber Indonesia di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (27/8/2018).

Dalam pertemuan itu, Leo Batubara menyambut baik niat AMSI menjadi konstituen Dewan Pers. Leo yang bersuara lantang ini berpesan, anggota Dewan Persatuan harus mereka yang sudah selesai dengan dirinya sendiri dan punya waktu di Dewan Pers.

" Berbeda dengan lembaga lain, Dewan Pers ini pengabdian. Baik mereka yang sudah tidak sibuk dengan dirinya sendiri dan karirnya," ujar Leo Batubara.

Dalam pertemuan itu, Leo menjelaskan ulang informasi yang ditulis dan diterbitkan di Harian Kompas terkait polemik Hari Pers Nasional. (dbs)

Kejagung Terbitkan Tiga Sprindik Dugaan Korupsi di PT Danareksa


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menerbitkan tiga Surat Perintah Penyidikan (sprindik) sekaligus untuk tiga perusahaan debitur berinisial PT O, PT E dan PT FR terkait kasus tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan uang hasil pinjaman PT Danareksa Sekuritas dan anak perusahaannya yang macet.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung, Warih Sadono mengungkapkan tiga sprindik tersebut telah diterbitkan untuk beberapa debitur dari perusahaan swasta karena diduga telah merugikan negara hingga mencapai Rp. 659 miliar.

Menurut Warih, sprindik itu merupakan sprindik umum karena itu belum diikuti dengan penetapan para tersangkanya.

" Telah diterbitkan tiga Sprindik untuk kasus dugaan korupsi di PT Danareksa (BUMN)," tuturnya, Selasa (28/8/2018).

Warih juga memastikan Kejaksaan Agung akan terus bekerja keras untuk mengumpulkan sejumlah bukti yang kuat untuk menjerat sejumlah nama sebagai tersangka dalam perkara yang merugikan negara sebesar Rp. 659 miliar itu.

" Penyidikan saat ini masih dalam rangkaian mengumpulkan barang bukti untuk menetapkan tersangka," katanya.

Sebelumnya, LSM Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan adanya dugaan penyimpangan pemakaian uang hasil pinjaman dari PT Danareksa Sekuritas dan anak perusahaannya yang berpotensi macet.

Utang macet itu digelontorkan kepada beberapa debitur perusahaan swasta. Pembiayaan oleh PT Danareksa (Persero) kepada PT FR yaitu sebesar Rp. 201 miliar.

Berdasarkan nilai agunan yang tidak mencukupi nilai pembiayaan sebesar Rp. 342 miliar atau rasio agunan hanya 29,82%, sehingga berpotensi merugikan negara Rp. 140 miliar.

Kemudian, pembiayaan juga dilakukan PT Danareksa kepada PT API, nilai agunan saham atas fasilitas di bawa yang seharusnya dengan selisih kurang hingga Rp121 miliar dan nilai jaminan tambahan tidak mencukupi.

Selanjutnya, pembiayaan kepada PT BJS sebesar Rp56,4 miliar tidak berpedoman pada ketentuan customer due diligence yang berpotensi merugikan hingga Rp. 26,2 miliar.

Pembiayaan Anjak Piutang Kepada PT. WS pada PT Danareksa Finance diiduga berdasarkan invoice yang di mark up berpotensi merugikan perusahaan sebesar Rp. 10 miliar.

Terakhir adalah pembiayaan dengan jaminan saham kepada PT MCI mengalami gagal bayar dan berpotensi merugikan PT Danareksa Sekuritas Minimal Sebesar Rp. 5 miliar dan Pembiayaan kepada PT ATR serta PT EVS telah jatuh tempo sebesar Rp. 155 miliar dengan jaminan saham yang seang dihentikan sementara perdagangannya, berpotensi merugikan PT Danareksa Sekuritas. (rio)

Terjerat Kasus Pemalsuan, Notaris Agatha Henny Asmania Sipa Diadili


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Agatha Henny Asmania, Notaris yang berkantor di jalan Kusuma Bangsa No. 144 Ngaglik 2 stand 4 Rt.014 Rw.005 Kapasan Kec. Genteng Surabaya menjalani sidang perdana kasus pemalsuan surat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (29/8).

Dengan menggunakan rompi warna hijau muda bertuliskan 'Tahanan 95 Kejari Tanjung Perak' sambil duduk dikursi pesakitan, Notaris Agatha terlihat tegang saat tiga Jaksa Penutut Umum (JPU) yakni Djuariyah, Rachmat Hari Basuki dan Winarko membacakan surat dakwaan kasus ini.

Dihadapan majelis hakim yang terdiri dari Dwi Winarko (ketua majelis), Dedi Fardiman dan Timur Pradoko (Hakim Anggota), tiga jaksa yang bertugas di Kejati Jatim ini membeberkan kronologis perbuatan pidana yang dilakukan Notaris Agatha.

Selain Notaris Agatha, kasus pemalsuan ini juga menjerat terdakwa lain yang disidang dalam berkas terpisah. Mereka adalah, Nafsijah, Munandar alias Bagong dan Sudjoko Moch Anton.

Dijelaskan dalam dakwaan, Notaris Agatha telah melagalisasi surat pernyataan yang menyatakan kliennya yakni terdakwa Nafsijah dan terdakwa Sudjoko Moch Anton merupakan ahli waris dan memiliki hak atas tanah tersebut berdasarkan Petok D No 1166 atas nama Saripin Almarhum (ayah dari terdakwa Nafsijah). Padahal, tanah yang diklaim sebagai tanah warisan itu telah diberalih kepemilikannya atas nama Taher Gunadi berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 90 dan 91 berdasarkan jual beli dengan Saripin Almarhum (ayah dari terdkawa Nafsijah).

"Saat melegalisasi surat pernyataan itu, terdakwa Agatha sangat ceroboh, dia tau kalau tanah itu sudah beralih kepemilikannya ke Pelopor yakni Taher Gunadi tapi dalam surat pernyataan yang dilegalisasi seolah-olah tanah itu belum beralih dan bersertifikat,"ujar Jaksa Rachmat Hari Basuki saat dikonfirmasi usai persidangan.


Dijelaskan jaksa Rachmat Hari Basuki,  perbuatan Notaris Agatha ini bukanlah yang pertama. Dia juga pernah membuatkan surat pernyataan yang sama guna melakukan gugatan perdata di PN Surabaya. Tapi gugatan itu kalah hingga ke tingkat kasasi dan menyatakan SHM 90 dan 91 atas nama Taher Gunadi adalah sah.

"Dan yang kedua ini sebagai upaya terahkir, membuat surat pernyataan lagi untuk menggugat pembatalan sertifikat itu lagi di PTUN Surabaya. Dan gugatan mereka dikabulkan, tapi saat banding hingga kasasi ditolak,"sambung jaksa yang akrab disapa Hari.

Diterangkan jaksa Hari, perbuatan Notaris Agatha melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 263 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke -1.

"Didalam surat pernyataan yang dilegalisasi terdakwa Agatha itu isinya tidak benar,"terangnya.

Menyikapai dakwaan jaksa, Notaris Agatha melalui DR Wijayanto Setiawan, SH, M.Hum selaku penasehat hukumnya mengaku akan mengajukan eksepsi.

"Mohon waktu, karena kami belum membaca berkasnya karena baru tadi malam kami terima surat kuasa. Kami akan baca berkas nya dulu baru mengajukan eksepsi,"ujar Wijayanto pada hakim Dwi Winarko.

Diakhir persidangan, tim penasehat hukum terdakwa Agatha mengajukan pernohonan penangguhan penahanan. Namun permohonan itu belum dikabulkan.

"Sementara kami terima dulu ,"kata Hakim Dwi Winarko.

Sementara tiga terdakwa lainnya yakni  Nafsijah, Munandar alias Bagong dan Sudjoko Moch Anton tidak mengajukan keberatan. Budi Surahmat Gandi, SH, MH selaku penasehat hukum terdakwa meminta pada majelis hakim yang diketuai Dwi Winarko untuk melanjutkan kasus ini ke pembuktian.

Perlu diketahui, perkara ini dilaporkan Taher Gunadi ke Polda Jatim pada 2015 lalu. Setelah berjalan tiga tahun lamanya, berkas perkaranya dinyatakan sempurna hingga berlanjut ke persidangan.

Notaris Agatha tidak ditahan saat penyidikkan  di Polda Jatim. Namun Ia ditahan oleh Kejati Jatim saat pelimpahan tahap II pada 6 Agustus lalu.

Selain Notaris Agatha, jaksa juga menahan Munandar alias Bagong dan Sudjoko Moch Anton. Sedangkan Nafsijah tidak dilakukan penahanan dikarenakan usianya yang renta yakni 93 tahun. (Komang)

Tamin Sukardi Suap Hakim Tipikor Medan 280.000 Dollar Singapura


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Merry Purba diduga menerima suap dari terdakwa Tamin Sukardi. Merry diduga menerima total 280.000 dollar Singapura dari Tamin.

"Diduga uang tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Merry merupakan salah satu satu anggota majelis hakim yang mengadili perkara korupsi penjualan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2 dengan terdakwa Tamin Sukardi.

Dalam operasi tangkap tangan, KPK menangkap seorang panitera pengganti, Helpandi.

Dari tangan Helpandi, petugas KPK menemukan uang 130.000 dollar Singapura di dalam amplop cokelat. Uang tersebut rencananya akan diserahkan kepada Merry.

Menurut Agus, sebelumnya Merry sudah menerima uang 150.000 dollar Singapura.

Uang diserahkan Tamin melalui orang kepercayaannya kepada Helpandi pada 24 Agustus 2018.

Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK menetapkan Merry dan Helpandi sebagai tersangka.

Selain itu, KPK menetapkan Tamin Sukardi dan orang kepercayaanya Hadi Setiawan sebagai tersangka pemberi suap. (rio)

Peserta Binaan Kodim Pamekasan dan Sumenep, Berhasil Juarai Lomba Komsos Kreatif


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Setelah melewati proses selektif dari pihak panitia, akhirnya perlombaan melukis dan hadrah yang berlangsung di aula Makorem Bhaskara Jaya kemarin, Selasa, 29 Agustus 2018, berhasil dijuarai oleh peserta binaan dari Kodim Pamekasan dan Sumenep.

Kepala Seksi Teritorial (Kasiter) Korem, Mayor Inf A. Wakhid yang hadir mewakili Danrem menuturkan, tak hanya sampai tingkat Korem saja. Namun, perlombaan komsos kreatif itu, nantinya akan berlangsung hingga tingkat Kodam, bahkan Mabesad.

“Nantinya, lomba komsos kreatif ini akan terus berlanjut hingga tingkat Pusat,” kata Kasiter.

Selain mewujudkan kemanunggalan antara TNI dan Rakyat, menurut Kasiter, digelarnya perlombaan tersebut, juga bertujuan untuk menangkal keberadaan paham radikalisme yang saat ini menjadi momok masyarakat, terlebih para remaja.

“Kita berikan wadah bagi para remaja ini untuk meningkatkan bakatnya,” ujar Mayor Wakhid. “Kita berharap, melalui perlombaan ini, akan terwujud hubungan yang harmonis diantara TNI dan Rakyat,” pintanya. (andre)

KPK Tetapkan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Medan Sebagai Tersangka


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Merry Purba sebagai tersangka.

" Ada dugaan korupsi oleh hakim secara bersama-sama terkait perkara yang diadili. KPK meningkatkan penanganan perkara ke tingkat penyidikan dan menetapkan empat tersangka," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Dalam kasus ini, Merry merupakan salah satu anggota majelis hakim yang mengadili perkara korupsi penjualan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2 dengan terdakwa Tamin Sukardi.

KPK menduga Merry menerima suap dari terdakwa untuk memengaruhi putusan.

Dalam operasi tangkap tangan, KPK menangkap seorang panitera pengganti Helpandi. Dari tangan Helpandi, petugas KPK menghasilkan uang 130.000 dolar Singapura di dalam amplop cokelat.

Uang yang berasal dari Tamin Sukardi itu akan diberikan untuk Merry Purba. Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK menetapkan Merry dan Helpandi sebagai tersangka.

Pasal yang disangkakan yakni Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, termasuk dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, KPK juga menetapkan Tamin Sukardi dan orang-orang terdekatnya Hadi Setiawan sebagai tersangka pemberi suap.

Adapun pasal yakng disagkakan yakni Pasal 6 huruf 1 huruf a atau Pasal 5 huruf 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, termasuk dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (rio)