Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Maret 2021

KPK Dalami Dugaan Suap Miliaran di Ditjen Pajak


KABARPROGRESIF.COM; (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan suap senilai puluhan miliar rupiah di Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bahkan, KPK sudah menggelar penggeledahan terkait kasus tersebut.

"Sudah (geledah) dan kami juga sudah koordinasi dengan Itjen, Inspektorat Jenderal Kemenkeu, agar apa? Ini kita sinergi," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di kantornya, Selasa (2/3).

Meski demikian, Alex belum merinci berapa dan di mana saja lokasi yang sudah digeledah penyidik KPK. Termasuk siapa yang menjadi tersangka dalam kasus ini.

Adapun mengenai modusnya, Alex menyebut diduga ada suap yang mengalir ke tim pemeriksa Ditjen Pajak agar pajak yang harus dibayarkan bisa rendah. Tentu hal ini berpengaruh pada pendapatan negara.

"Biasa lah kalau di pajak itu kan ya seperti penanganan pajak sebelumnya. Pemeriksaan pajak bagaimana caranya supaya itu rendah, prinsipnya begitu," ucap Alex.

Alex menyebut biasanya ada timbal balik yang diberikan dalam modus tersebut. Bila angka pajaknya direndahkan, tentu ada imbalan yang diberikan kepada pemeriksa pajak.

Dalam pengusutan kasus tersebut, KPK bekerja sama dengan Inspektorat dan Direktorat Jenderal Pajak. Selagi KPK mengusut dugaan suap, Itjen bersama Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan ulang terhadap nilai pajak yang seharusnya.

"Nanti teman-teman Itjen dan Dirjen Pajak itu akan melakukan pemeriksaan ulang yang terhadap WP (Wajib Pajak) yang dalam pemeriksaan awal itu yang mengandung suap tadi pemeriksaanya enggak bener, itu diperiksa ulang," kata dia.

"Supaya ditentukan pajak yang bener berapa. Kalau memang bener ada kekurangan pajak dendanya itu kan 200 persen," pungkas Alex.

Diperiksa Kejari, Ini Penjelasan Mantan Bupati Jember


KABARPROGRESIF.COM: (Jember) Mantan Bupati Jember Faida angkat bicara terkait pemeriksaannya atas laporan dugaan penyimpangan bantuan dana APBD Jember ke Yayasan Bina Sehat Jember sebesar Rp570 juta di Kejaksaan Negeri Jember, Jawa Timur.

Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember melakukan pemeriksaan terhadap mantan Bupati Jember Faida di salah satu ruangan Pidana Khusus Kejari setempat, Senin.

"Sebenarnya masalah tersebut sempat menjadi bahan hak angket berujung Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang diajukan DPRD Jember kepada saya selaku Bupati Jember," kata Faida dikutip dari Antara.

Ia mengatakan hasilnya Mahkamah Agung (MA) menolak melalui putusan Nomor 2 P.KHS/2020 tentang Perkara Khusus Hak Uji Pendapat antara DPRD Jember melawan Bupati Jember, termasuk soal bantuan ke Yayasan Bina Sehat.

"MA juga telah memutuskan, tidak ada penyimpangan atau korupsi seperti yang dituduhkan karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku," tutur-nya.

Menurutnya semuanya sudah clear dan sudah ada putusan MA terkait bantuan tersebut karena tidak ada niat sedikitpun untuk melakukan korupsi, apalagi mengambil keuntungan pribadi.

"Semuanya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selama ini saya memilih diam dengan tuduhan dan fitnah yang mengarah kepada saya," katanya.

Namun, lanjut dia, kali ini pihaknya harus membuka hasil putusan MA tersebut agar tidak menimbulkan opini negatif dan persepsi yang salah pada dirinya, apalagi kini sudah tidak lagi menjabat sebagai Bupati Jember.

Terhadap pendapat DPRD Jember tersebut, lanjut dia, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan-nya menyatakan bahwa apa yang dilakukan nya saat menjabat Bupati Jember sudah benar dan tidak menyalahi aturan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia menjelaskan MA dalam putusan-nya juga menegaskan bahwa Yayasan Bina Sehat tidak memberikan keuntungan pribadi dan keluarga, karena bantuan tersebut seluruhnya diperuntukkan bagi warga Jember (pasien duafa) sebagai pelaksanaan aksi kemanusiaan berupa operasi gratis (kasus katarak, hernia, polydactily, CTEV, bedah saraf, dan khitan) bagi masyarakat tidak mampu/duafa yang dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya.

Dalam kegiatan kemanusiaan tersebut, ada 1.201 pasien yang diberikan bantuan dengan rincian sebagai berikut yakni pasien kasus bedah saraf sebanyak 29 pasien, 110 pasien kasus hernia, dan 1.009 pasien kasus katarak.

“Semuanya sudah saya jelaskan saat pemeriksaan. Sebagai warga yang baik saya mentaati dan hadir dalam pemeriksaan. Sehingga masyarakat tidak beropini negatif terhadap saya yang selama ini dituduhkan," ujarnya.

Ia mengatakan masalah tersebut sebenarnya juga sudah pernah dilaporkan dan sudah disidangkan dan diputus oleh PN Jember dan melalui putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 67/Pdt.G/2019/PNJmr dan gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Kejari Sibolga Selamatkan Rp6,9 Miliar Dana Desa di Tapteng


KABARPROGRESIF.COM: (Sibolga) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sibolga, berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp6,9 miliar yang bersumber dari dana desa tahun anggaran 2020.

Dana desa dengan total sebesar Rp6.975.850.000 dari 95 desa di Tapteng berhasil diselamatkan dari tangan perusahaan penyedia barang selalu pihak ketiga.

Pengembalian uang dana desa itu dilaksanakan di Aula Kantor Kejari Sibolga, Senin (1/3/2021), disaksikan langsung oleh pihak perusahaan selaku pihak ketiga.

Turut juga hadir perwakilan kepala desa, Kepala Cabang BRI Sibolga Jhon Hendrik Hasibuan, Kajari Sibolga Henri Nainggolan, serta Kadis PMD Tapteng Hendri Sitinjak.

Kajari Sibolga, Henri Nainggolan menjelaskan, persoalan pengembalian dana desa tersebut bermula ketika 95 desa dari total 159 desa di Tapteng, bermaksud mengadakan alat kesehatan dari anggaran dana desa tahun 2020.

Ada pun besaran anggaran tiap desa untuk pengadaan alkes tersebut sebesar Rp73.430.000. Sehingga total anggaran pengadaan alkes bagi 95 desa adalah sebesar Rp6,9 miliar.

Namun hingga tahun anggaran 2020 berakhir, alat kesehatan tersebut tak kunjung datang dari pihak ketiga yang telah dihunjuk sebagai penyedia barang.

Berkat adanya laporan dari masyarakat, Kajari Sibolga Henri Nainggolan langsung memerintahkan Kasi Intel untuk melakukan penyelidikan.

“Dari hasil penyelidikan yang kita lakukan, pihak perusahaan yang dipercaya menyediakan alkes itu tidak sanggup memenuhi alat kesehatan tersebut, karena perusahaan fokus dalam penanggulangan COVID-19,” ungkap Kajari Sibolga Henri Nainggolan.

“Dengan alasan itu kita melakukan mediasi antara pihak perusahaan, para kepala desa, dan juga Dinas PMD Tapanuli Tengah. Karena tahun 2020 sudah berlalu sementara alkes belum juga ada, tentu para kepala desa kebingungan untuk mempertanggungjawabkannya. Karena 95 kepala desa sudah mengeluarkan uang sebesar Rp73.430.000 per desa,” ujarnya.

Setelah dilakukan mediasi dan diberikan penjelasan, akhirnya pihak perusahaan bersedia mengembalikan uang tersebut. Dana tersebut kemudian disetor ke BRI, selanjutnya pihak BRI mentransfer dana tersebut ke rekening 95 desa.

Atas dasar itu, lanjut Henri Nainggolan, dia mengundang awak media untuk memberikan penjelasan terkait persoalan tersebut, sehingga masyarakat tidak salah memahami.

Menurut Kajari, pengadaan alat kesehatan yang dilakukan kepala desa adalah hal yang baik. Namun pihak perusahaan tidak sanggup menyediakan barang tersebut tepat waktu, sehingga dicarikan solusi terbaik dengan mengembalikan uang tersebut agar tidak menjadi temuan.

Henri Nainggolan menerangkan bahwa langkah yang diambil tersebut adalah mengedepankan pencegahan daripada penindakan. Hal itu menurut Henri sesuai arahan pimpinan Kejaksaan agar lebih mengedepankan pencegahan pada kasus korupsi demi menyelamatkan uang negara.

“Kejaksaan kalau boleh melakukan pencegahan bukan penindakan. Kalau sudah dilakukan pencegahan tapi tetap ngeyel, maka kita lakukan penindakan,” tegasnya.

“Demikian juga kalau ada proyek yang kurang dalam pengerjaan, kita panggil rekanannya, kita sampaikan agar kekurangan pada proyek itu dilengkapi supaya proyek itu dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya,” ungkap Henri.

Sebab menurut Henri, jikalau mengedepankan penindakan hukum, maka pengembalian uang negara sulit dilakukan, dan proyeknya juga tidak dapat digunakan.

Pada kesempatan itu, Kajari Sibolga juga memberikan apresiasi kepada Kadis PMD Tapteng Hendri Sitinjak, yang telah bekerja keras membantu menyelesaikan persoalan tersebut.

Kepala Cabang BRI Sibolga, Jhon Hendrik Hasibuan membenarkan bahwa proses pengembalian uang tersebut sudah disetor melalui BRI.

“Karena BRI mulai dari awal 2020 sudah menyalurkan dana desa di Tapteng,” ungkap Jhon Hendrik.

Selasa, 02 Maret 2021

Bos PT PAL Budiman Saleh Segera Disidang di Kasus PT Dirgantara Indonesia


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelesaikan pemeriksaan kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tahun 2007-2017 yang menjerat Direktur Utama nonaktif PT PAL Indonesia, Budiman Saleh.

Dengan demikian, Budiman Saleh yang merupakan Direktur Aerostructure PT DI periode 2007- 2010, Direktur Aircraft Integration PT DI (2010-2012); dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI (2012-2017) bakal segera duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Bandung.

"Setelah dinyatakan berkas perkara penyidikan lengkap (P21), hari ini Senin (1/3/2021) Tim Penyidik KPK melaksanakan tahap II penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Tim JPU dengan tersangka BS (Budiman Saleh)," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 1 Maret.

Dengan pelimpahan ini, kewenangan penahanan Budiman Saleh beralih ke tim JPU selama 20 hari ke depan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih terhitung sejak 1 Maret hingga 20 Maret 2021. 

Di sisi lain, tim Jaksa Penuntut memiliki waktu maksimal 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan terhadap Budiman Saleh. 

Nantinya surat dakwaan tersebut akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung untuk disidangkan.

"Dalam waktu 14 hari kerja, Tim JPU akan segera melimpahkan berkas perkara ke PN Tipikor. Persidangan diagendakan di laksanakan di PN Tipikor Bandung," katanya.

Dalam merampungkan penyidikan kasus ini, tim penyidik telah memeriksa sedikitnya 112 saksi selama proses penyidikan. Para saksi di antaranya berasal dari pihak internal PT Dirgantara Indonesia.

Usai Diperiksa Kejari Jember, Mantan Bupati Jember Faida Pilih Keluar Lewat Pintu Belakang


KABARPROGRESIF.COM: (Jember) Pasca pemeriksaan Faida, Mantan Bupati Jember ini tidak bisa dikonfirmasi karena meninggalkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember lewat pintu belakang.

Saksi mata dari salah satu Kantor Stasiun Radio di Jember, Silvi Sonya menyampaikan bahwa pintu belakang Kejari Jember memang bersebalahan dengan kantor radio tersebut.

"Ya saya waktu mau ke belakang, ke kamar mandi saya berpapasan beliau (Faida)," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin 1 Maret 2021.

Namun, dirinya meyakini bahwa yang baru saja berpapasan dengannya adalah mantan orang nomor satu di Jember. Maka dari itu, dirinya ingin memastikan dengan bertanya kepada pegawai Kejari Jember.

"Iya saya tahu itu Bu Faida tapi kan pakai masker, tapi saya tau lewat gestur tubuhnya. Makanya saya tanyakan ke pegawai Kejari yang saya tahu dia bilang kalau benar itu bu Faida," ungkapnya.

Silvi menjelaskan, Faida melwati tengah kantornya dan bergegas keluar dari kantor tersebut, saat dikonfirmasi dirinya mengaku bahwa Faida keluar dari ruangan sendirian.

"Dia keluar dari ruangan sendirian dan lewat tengah kantor terus ke halaman," imbuhnya.

Ternyata sampai di depan kantor radio tersebut, sudah ada kendaraan milik Faida yang menunggu di halaman tersebut.

"Iya lewat tengah sini langsung keluar, kendaraannya sudah menunggu di halaman dan langsung masuk ke dalam," tutupnya.

Kejaksaan Negeri Jember memeriksa mantan orang nomor satu di Jember itu, terkait persoalan bantuan sosial kepada Rumah Sakit Bina Sehat (RSBS).***

Diduga Korupsi Rp 100 Miliar, Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Diduga melakukan korupsi kredit fiktif sebesar Rp100 miliar pada Bank Jatim cabang Kepanjen Malang, 4 orang tersangka ditahan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Salah satu tersangka, merupakan mantan Kepala Cabang (Kacab).

Keempat tersangka tersebut antara lain, Mochamad Ridho Yunianto, eks Kepala Bank Jatim cabang Kepanjen; Edhowin Farisca Riawan, karyawan Bank Jatim penyedia kredit; Dwi Budianto, koordinator debitur; dan Andi Pramono, kreditur.

Keempatnya langsung dijebloskan ke sel Rutan klas I Cabang Kejati Jatim tepat pukul 16.00 WIB, setelah melewati rangkaian pemeriksaan, salah satunya tes kesehatan, Senin (1/3).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim, Anggara Suryanagara mengatakan, dugaan kasus ini berawal dari proses realisasi kredit yang dikucurkan Bank Jatim cabang Kepanjen Malang terhadap 10 kelompok debitur pada kurun waktu 2017 hingga September 2019 lalu.

"Masing-masing kelompok debitur ini berjumlah 3 hingga 24 anggota debitur. Dalam prosesnya, tersangka MRY selaku pimpinan Bank Jatim bekerja sama dengan ketiga tersangka lainnya untuk merealisasikan kredit," ujarnya.

Padahal pengajuan kredit tersebut tidak memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan. 

Modusnya yakni, meminjam nama-nama orang lain untuk menerima kredit. Sehingga seolah-olah persyaratan kredit yang diajukan oleh debitur tersebut semua telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.

Karena proses yang tidak layak, akibatnya, kredit yang telah dikucurkan tersebut tidak terbayar, angsurannya dinyatakan macet. Oleh Bank Jatim kredit-kredit sebesar total Rp100.018.133.170.000 itu dinyatakan macet berdasarkan Laporan Audit Nomor: 059/14/AUI/SAA/SPC/NOTA tanggal 15 April 2020.

Sedangkan untuk perhitungan jumlah kerugian negara secara pastinya, masih menunggu perhitungan BPKP yang progresnya sudah 80 persen.

"Dengan mempertimbangkan alasan subyektif dan obyektif penyidik akhirnya berpendapat untuk perlu melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari ke depan," pungkasnya.

KPK Geledah BP Bintan, Ada Kasus Apa?


KABARPROGRESIF.COM: (Bintan) Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) melakukan penggeledahan di kantor BP Kawasan Kabupaten Bintan di Jalan Raya Tanjung Uban KM 16, Senin ( 1/3/2021). 

Terlihat beberapa petugas mondar-mandir dengan menggunakan baju rompi dengan pengawalan ketat dari kepolisian dilengkapi dengan senjata lengkap.

Sebelum penggeledahan ini dilakukan oleh KPK, beberapa hari yang lalu tim dari KPK melakukan pemeriksaan kepada beberapa pejabat Kabupaten Bintan di Mapolres Tanjungpinang, dimana mereka yang mendapat pemeriksaan adalah Mardiah mantan kepala BP FreeTrade Zone ( FTZ ) Bintan, Muhammad Hendri mantan Wakil Kepala BP Kawasan Bintan dan Edi Pribadi Kadisperindag.

Sampai saat ini masih dilakukan penggeledahan oleh KPK dan sampai saat inibelum ada keterangan resmi dari KPK terkait dengan penggeledahan dan beberapa awak media masih melakukan monitor di kantor BP Kawasan Bintan.

KPK Garap Dua Pejabat Pemkab Muara Enim


KABARPROGRESIF.COM: (Muara Enim) Dua pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muara Enim diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Mereka adalah bagian Rumah Tangga Rumah Dinas Bupati Muara Enim, bernama Habibi, dan Kepala BKPSDM Muara Enim, Harson Sunardi. 

Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri, mengatakan dipanggilnya ke dua orang tersebut untuk diperiksa terkait tindak pidana korupsi (tipikor) yang dilakukan Bupati Muara Enim nonaktif, Juarsah yang ditahan KPK. Statusnya, sebagai saksi. 

“Diperiksa seputar kasus yang menjerat Juarsah. Ke duanya (saksi) dihadirkan di Mapolda Sumsel,” ujarnya, Senin (1/3). 

Dalam pemeriksaan yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut, lanjutnya, masih menelusuri kerugian negara dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada 2019 lalu. 

“Masih menelusuri dugaan korupsi terkait pengadaan proyek itu (pengadaan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim tahun anggaran 2019). Mereka dipanggil untuk kita dimintai keterangan lebih lanjut,” katanya. 

Sekedar mengingat, Bupati Muara Enim nonaktif, Juarsah ditahan oleh KPK pada 15 Februari 2021 lalu hingga 6 Maret mendatang untuk melengkapi berkas perkaranya. 

Juarsah sendiri diduga terlibat penerimaan fee suap senilai Rp 4 miliar dalam pengerjaan 16 proyek jalan di wilayahnya yang dilakukan oleh kontraktor PT Enra Sari beserta Bupati Muara Enim periode 2018-2019, yakni Ahmad Yani. 

Sebelumnya, sudah ada lima terpidana. Mereka adalah Ahmad Yani (mantan Bupati Muara Enim), Kepala Bidang (Kabid) Pembangunan Jalan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Elfin Mz Muchtar. 

Kemudian, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR Kabupaten Muara Enim, Ramlan Suryadi, lalu mantan Ketua DPRD Muara Enim, Aries HB, serta kontraktor pemberi fee proyek, yakni Robi Okta Fahlefi. 

Mereka pun telah divonis bersalah dan tengah menjalani hukuman. Sedangkan untuk Juarsah kini disangkakan tiga pasal. Di antaranya Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) tahun 2001, Pasal 11 UU tahun 2001, dan Pasal 128 UU tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Kejari Jember Periksa Mantan Bupati Faida Terkait Bantuan Sosial kepada RS Bina Sehat


KABARPROGRESIF.COM: (Jember) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember saat ini melakukan pemeriksaan terhadap Mantan Bupati Jember Faida terkait bantuan sosial (bansos) kepada RS Bina Sehat (RSBS).

"Ya memang ada dan nanti ke pidsus ya detailnya," kata Kejari Jember Prima Idwan Mariza, Senin (1/3).

Prima menyampaikan, bahwa pemeriksaan tersebut saat ini sedang berlangsung, tentang adanya kasus bantuan sosial (bansos) kepada RSBS.

"Ini tentang kasus Bina Sehat (rumah sakit milik Mantan Bupati Jember Faida)," imbuhnya.

Pemeriksaan terhadap Faida menurutnya, dilakukan sejak pagi tadi. Dan hingga kini masih belum ada tanda-tanda yang bersangkutan keluar dari Kejari Jember.

"Ya sejak tadi pagi, nanti jelasnya ke Kasi Pidsus ya teman-teman," ungkapnya.

Seperti diketahui, warga Jember melaporkan Mantan Bupati Jember Faida terkait anggaran Biaya Operasional Bupati Jember yang seharusnya digunakan untuk operasional sehari hari, namun digunakan untuk pembiayaan operasi gratis di RSBS.***

KPK Periksa 5 Saksi Kasus Suap Rumah Sakit Bunda Cimahi


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil sejumlah saksi terkait kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda Kota Cimahi TA 2018-2020 yang menjerat Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna (AJM) pada Senin (1/3).

Dalam pemeriksaan kali ini penyidik memanggil lima orang saksi untuk tersangka Ajay Muhammad Priatna.

"KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi untuk tersangka AJM," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan.

Para saksi yang dipanggil yakni Sri Ratnawati dari PT. Nur Mandiri Jaya Properti, Kusnandi Surya Chandra dari PT Nafiri Fajar Kemilau.

Kemudian, KPK juga memanggil Fenky Hadiansyah dari PT. Media Kreasi Cipta Indonesia, Edi Yabi Putra dari PT. Profesional Telekomunika Indonesia dan Bambang dari PT. Pola Mitra.

Dalam kasus ini, KPK menduga Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna telah menerima suap senilai Rp 1,661 miliar terkait pembangunan rumah sakit tersebut. Adapun keseluruhan commitment fee yang bakal diterima Ajay dari proyek itu senilai Rp 3,2 miliar.

Selain Ajay, KPK juga telah menetapkan Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan (HY) sebagai tersangka pemberi suap.

Pemberian suap dilakukan sejak 6 Mei 2020, sedangkan pemberian terakhir dilakukan pada 27 November 2020 sebesar Rp 425 juta.

Karena itu, tersangka Ajay diduga melanggar Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Hutama pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Senin, 01 Maret 2021

Dalami Kasus Penguasaan Lahan Milik Kejari Tabanan, Kejati Bali Periksa Tiga Pegawai BPN


KABARPROGRESIF.COM: (Bali) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terus mendalami dugaan korupsi terhadap aset negara berupa tanah kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan.

Usai menetapkan 6 oran tersangka masing-masing berinisial WS, NM, NS, IKG, PM dan MK.

Kini penyidik Pidsus Kejati Bali memanggil tiga orang saksi untuk dimintai keterangan.

Ketiga saksi ini semuanya adalah pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tabanan.

"Ketiga saksi yang semuanya pergawai BPN Tabanan ini kami periksa di Kantor Kejari Bali hari ini, Senin taggal 1 Maret 2021," kta Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali A. Luga Herlianto, Senin (1/3).

Kejari Lembata Naikkan Status Kasus Tanah di Desa Meredeka ke Penyidikan


KABARPROGRESIF.COM: (Lembata) Penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejari Lembata meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi penyalahgunaan tanah desa di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata ke tahap penyidikan. 

Peningkatan status proses hukum ini setelah tim penyelidik Kejari Lembata melakukan ekspos hasil penyelidikan bersama sama dengan seluruh kasi dan jaksa fungsional di lingkungan Kejaksaan Negeri Lembata, Senin (1/3).

"Dari ekspos hasil penyelidikan, berdasarkan keterangan saksi-saksi sebanyak 19 orang yang telah diperiksa dan dokumen-dokumen terkait pada tahap penyelidikan, maka dinaikan ke tahap penyidikan," kata Kajari Lembata, Ridwan Angsar.

"Kami menemukan telah terjadi suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi. Dari peristiwa itu dapat dilakukan penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti serta dengan bukti membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya atau siapakah yang harus mempertanggungjawabkan suatu peristiwa pidana yang telah terjadi," ujarnya.

Ridwan mengatakan, pada tahap penyedikan, para saksi ini akan diperiksa lagi. 

"Seluruh pihak yang terkait dengan perkara ini akan diperiksa, termasuk kami akan meminta bantuan ahli guna menambah pengetahuan serta membuat terang tentang penyalahgunaan tanah desa ini," jelas Ridwan.

Dalam tahap penyidikan, lanjutnya, penyidik juga akan melakukan pemeriksaan lahan dan melakukan upaya paksa jika dianggap perlu sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Dalam tahap penyidikan juga penyidik akan mencari dan menetapkan para pihak yang dinilai paling bertanggung jawab dalam perkara ini untuk dimintai pertanggung jawaban hukum.

"Terhadap semua pihak yang dinilai patut bertanggungjawab dalam perkara ini, kami akan tindak tegas dan tidak memilah-milah sesuai dengan aturan yang berlaku. Kami berkomitmen untuk menyelesaikan perkara ini sampai ke persidangan agar si pelaku mempertanggungjawabkan perbauatnya," tegas Ridwan Angsar.

Diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Lembata tengah menangani perkara dugaan korupsi terkait mafia tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan dengan estimasi kerugian negara sebesar Rp 1 miliar. 

Tanah milik negara seluas 5 hektare lebih yang selama ini dikuasai pemerintah desa setempat diduga telah dihibahkan ke oknum investor lokal di daerah tersebut.

Proses hibah termuat dalam surat hibah tanah tertanggal 26 September 2018 yang ditandatangani oleh kepala desa dan pihak investor. 

Pihak investor disebutkan telah membayar tanah tersebut seharga Rp 200 juta lebih, namun diduga tidak dijadikan sebagai pendapatan desa tapi malah dinikmati oleh oknum tertentu.

Dengan dasar surat hibah tersebut, pihak investor juga telah mengajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lembata untuk proses penerbitan sertifikat hak milik. BPN Lembata juga telah melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap lahan dimaksud. **

Kejagung Garap Manager Apartemen South Hills, Ini Kasusnya


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua saksi dalam perkara dugaan korupsi PT Asabri. Salah satu saksi di antaranya Building Manager Apartemen South Hills.

"Saksi yang diperiksa berinisial MUS selaku Building Manager Apartemen South Hills," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Senin (1/3).

Pemeriksaan terhadap MUS untuk mendalami kesepakatan kerja antara Tan Kian dan Benny Tjokrosaputro. Sementara, satu saksi lainnya yakni AK yang merupakan Direktur PT Erdikha Elit Sekuritas.

"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada PT Asabri," kata Leonard.

Sebelumnya diberitakan, Kejagung menemukan perbuatan hukum yang dilakukan Tan Kian dalam perkara dugaan korupsi PT Asabri. 

Sebab, Tan Kian berkerjasama dengan Benny Tjokrosaputro yang merupakan salah seorang tersangka perkara tersebut.

"Perbuatan hukumnya ada. Tapi perbuatan melawan hukumnya belum," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Ali Mukartono.

Dengan alasan itu, penyidik belum bisa menetapkan Tan Kian sebagai tersangka. Sehingga, sampai saat ini penyidik masih mencari bukti-bukti kuat perihal tersebut.

Bukti yang cukup itu nantinya bakal menjadi modal penyidik dalam mengungkap lebih dalam perkara ini. Bahkan, bukan tak mungkin bakal ada penetapan tersangka.

"Ada kerja sama antara Benny Tjokro dengan Tan Kian. apakah itu perbuatan melawan hukum atau tidak, didalami dulu," kata dia.

"(Tersangka) Bisa iya bisa tidak," sambungnya.

KPK Garap Bos PT Multi Structure, Ini Kasusnya


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan kasus korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Barat Duri di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau tahun anggran 2013-2015.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa KPK memanggil dua nama untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus tersebut.

Dua nama tersebut adalah Manager Marketing PT Multi Structure Jeffry Ronald Situmorang dan Direktur PT Multi Structure Kukuh Bandiono Putro.

Sebelumnya KPK telah menetapkan Komisaris PT Arta Niaga Nusantara Handoko Setiono bersama istrinya, Direktur PT Arta Niaga Nusantara Melia Boentaran, Jumat (5/2).

Pasangan ini ditetapkan sebagai tersangka bersama 8 nama lainnya yang terdiri dari pejabat proyek, kontraktor dan pihak lainnya.

Mereka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Minim Bukti, Polda Sumbar Hentikan Penyelidikan Dugaan Penyelewengan Anggaran MTQ Nasional 2020


KABARPROGRESIF.COM: (Padang) Polda Sumatera Barat menghentikan penyelidikan kasus dugaan penyelewengan dana pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional. Acara itu digelar di Sumbar itu pada November 2020.

"Hasil gelar perkara yang dilakukan belum ditemukan adanya penyalahgunaan anggaran," kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Satake Bayu, Senin (1/3/2021).

Satake menambahkan, dengan tidak ada temuan dalam gelar perkara ini, penyidik tidak menaikkan persoalan ini ke tingkat penyidikan.

"Kami sudah menelusuri persoalan ini dan keputusannya memang tidak ada pelanggaran," kata dia.

Polda Sumatera Barat menindaklanjuti dugaan penyelewengan dana pelaksanaan MTQ Nasional 2020. 

Dalam kasus ini, ada beberapa pejabat yang dimintai klarifikasi terkait hal itu.

"Kami tidak melakukan berita acara pemeriksaan (BAP) pada saat itu," kata dia.

Hingga saat ini, lanjutnya, penyidik masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan terkait laporan yang masuk ke Polda Sumatera Barat.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah ada laporan masyarakat ke Polda Sumbar terkait dugaan penyalahgunaan dana MTQ Nasional 2020.

"Kami hanya menindaklanjuti saja dan hingga saat ini masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan," kata dia.

MTQ Nasional ke-28 di Stadion Utama Sumatera Barat di Kabupaten Padang Pariaman dibuka Presiden Joko Widodo secara virtual.

Kejari Surabaya Jebloskan Terpidana Korupsi Pajak Fiktif Rp 1,7 Miliar ke Lapas Porong


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Usai menjalani proses administrasi di Kejari Surabaya, Terpidana Johanes Limardi Soenarjo akhirnya dijebloskan ke lapas klas I Porong, Rabu (24/2).

Johanes Limardi Soenarjo yang berprofesi sebagai notaris itu tak bisa berbuat banyak saat menjalani proses administrasi.

"Ya hanya mengikuti prosedurnya saja, sekitar jam 17.00 Wib kita berangkatkan ke lapas Porong," kata Kasi Pidsus Kejari Surabaya Ari Prasetyo Panca Atmaja, Senin (1/3).

Seperti diberitakan tim tangkap buronan (Tabur) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya akhirnya menangkap buronan Johanes Limardi Soenarjo.Johanes Limardi Soenarjo yang merupakan terpidana tindak pidana korupsi pajak PPH fiktif senilai Rp 1,7 milliar.

Tim gabungan terdiri Intelijen dan Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Surabaya terpaksa harus melakukan pengintaian selama tiga hari berturut-turut dikawasan Tegalsari.

"Iya, tadi jam 11.00 Wib, tim (Intelijen dan Pidsus) Kejari Surabaya berhasil menangkap Johanes Limardi Soenarjo dirumahnya. Terpidana kooperatif," kata Kasi Pidsus Kejari Surabaya Ari Prasetyo Panca Atmaja, Rabu (24/2).

Usai ditangkap menurut Ari, terpidana Johanes Limardi Soenarjo ini selanjutnya dikeler ke Korps Adhyaksa di jalan Sukomanunggal no 1 Surabaya untuk menjalani proses administrasi. 

"Sekarang masih diperiksa di kantor untuk proses administrasinya," jelas Ari.

Ia menambahkan, eksekusi terpidana Johanes Limardi Soenarjo ini berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung (MA) nomer 388 K/Pidsus/2019 tanggal 15 April 2019 yang mengabulkan permohonan kasasi dari penuntut umum dan membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri surabaya nomer 278/Pidsus/TPK/2016/PN.Sby.

"Relas tanggal 17 Maret 2020 dengan amar putusan yakni menyatakan terdakwa Johanes Limardi Soenarjo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Lalu menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Johanes Limardi Soenarjo oleh karena itu menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Kemudian menetapkan masa penangkaan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," ungkap Ari.

Menurut Ari, kasus yang menimpa terpidana Johanes Limardi Soenarjo ini berawal dari proses jual beli tanah dan bangunan di daerah Rungkut pada Mei 2015. 

Tanah seluas 3.145 M2 milik PT Logam Jaya dibeli PT Royal Star Paragon Regensi seharga Rp 20 Miliar.

Proses perjanjian jual beli dilaksanakan di depan terpidana Johanes Limardi Soenarjo yang merupakan seorang Notaris. 

Saat itu PT Logam Jaya menitipkan uang PPH final Rp 1,79 Miliar kepada terpidana Johanes Limardi Soenarjo berupa cek BCA. 

Ternyata cek itu diserahkan terpidana Johanes Limardi Soenarjo kepada Joko Sutrisno seorang freelance untuk dicairkan.

Johanes Limardi Soenarjo kemudian mendapatkan bukti setoran pajak (SSP) fiktif bank Jatim dari Joko yang diterima dari tersangka Andika Waluyo sebagai imbalan permainan pajak ini. 

Johanes mendapatkan pengembalian uang setoran itu (cash back) sebesar Rp 719 juta yang diterima di rekening BCA milik Johanes.

Sedangkan peran tersangka Edi Suyanto, sebagai perantara untuk membikin validasi palsu. 

Penyidikan yang dilakukan tim Pidsus Kejari Surabaya terhenti dari keterangan Edi. Kepada penyidik, tersangka Edi mengaku bahwa proses validasi tersebut diserahkan kepada seseorang yang disebut bernama ‘Om’.

"Terdakwa tahun 2015 menggelapkan pajak PPh atas penjualan tanah sebesar Rp 1.798.893.250,00 dengan cara memalsukan surat setoran pajak (SSP) yang seolah-olah pajak PPh penjualan tanah tersebut telah disetorkan ke Kas Negara," pungkasnya.

PDIP Akan Berikan Bantuan Hukum kepada Nurdin Abdullah


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan alias PDIP mengatakan bahwa mereka akan memberikan bantuan hukum kepada Gubernur Sulawesi Selatan, yaitu Nurdin Abdullah, dalam menghadapi proses hukum di KPK.

Seperti yang kita tahu, Nurdin Abdullah terjaring OTT KPK pada Sabtu dini hari kemarin bersama beberapa orang lainnya di rumah dinas sang Gubernur Sulsel yang berlokasi di Makassar, Sulawesi Selatan.

Lalu pada hari Minggu ini, 28 Februari 2021, Nurdin Abdullah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama dua orang lainnya, yaitu ER dan AS.

Kendati demikian, Sekjen PDIP, yakni Hasto Kristiyanto, mengatakan bahwa pihaknya masih akan menunggu perkembangan lebih lanjut atas kasus tersebut.

“Tetapi pada prinsipnya melihat kepemimpinan beliau, masukan yang diberikan dari jajaran DPD PDI Perjuangan Sulawesi Selatan agar partai memberikan advokasi,” bukanya pada hari Minggu, 28 Februari 2021.

“Untuk itu, kami masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait hal tersebut.”

Sesuai kata Hasto, PDIP terus mengikuti perkembangan proses hukum Nurdin. Termasuk mendengar keterangan resmi dari KPK.

Bagaimanapun, menurut Hasto Kristiyanto, Gubernur Sulawesi Selatan tersebut merupakan sosok yang baik dan dekat dengan petani.

“Beliau adalah sosok yang mendalami ilmu-ilmu pertanian dan betul-betul mendedikasikan diri bagi kepentingan masyarakat sehingga kami sangat kaget atas kejadian tersebut,” ujar Hasto.

Terkait sisa jabatan tiga tahun sebagai gubernur, Hasto mengaku bahwa PDIP belum memikirkan masalah itu.

Sampai sejauh ini, Hasto menyatakan bahwa pihaknya masih belum bisa lepas dari rasa syok serta terkejut luar biasa.

Hal itu lantaran rekam jejak Nurdin Abdullah yang sangat baik sehingga membuat pihaknya sangat sulit untuk percaya bahwa Gubernur Sulsel tersebut terlibat kasus seperti ini.

“Karena beliau rekam jejaknya kan sangat baik. Apakah ini ada faktor x yang kami belum ketahui, kami masih menunggu penjelasan lebih lanjut dari KPK,” terang Hasto.

“Saya pikir itu suatu sikap yang berada dalam koridor ketaatan kami pada proses hukum tanpa intervensi politik,” pungkasnya kemudian.

KPK Dalami Kasus Nurdin Abdullah, Sebut Ada Peluang Tersangka Baru


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memgungkapkan, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus Nurdin Abdullah. 

Sejauh ini, KPK terus mendalami pihak-pihak mana saja yang terkait kasus infrastruktur ini.

KPK telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi suap proyek pembangunan infrastruktur. 

Nurdin ditetapkan jadi tersangka lantaran menerima gratifikasi atau janji dari seorang pengusaha.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan KPK akan mendalami kasus ini, termasuk mempelajari barang bukti yang sudah diamankan.

“Jadi Kita tidak menutup kemungkinan nama-nama yang disebutkan tadi perlu kita dalami, apakah betul dia adalah seseorang yang melakukan perbuatan, apakah perbuatan itu adalah perbuatan melawan hukum, apakah itu juga memiliki kesalahan, apakah itu juga dapat kita pertanggungjawabkan,” kata Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021) dini hari.

“Dan yang paling penting adalah KPK bekerja dengan prinsip adanya kecukupan alat bukti. Jadi jangan kuatir. Kalau ada yang belum ketangkap, seketika alat bukti cukup, pasti kita lakukan penangkapan,” lanjutnya.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi suap proyek pembangunan infrastruktur di wilayahnya.

Nurdin ditetapkan jadi tersangka lantaran menerima gratifikasi atau janji dari seorang pengusaha.

“Dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara, atau para pihak yang yang mewakilinya. Terkait dengan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur di Sulsel,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri KPK dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (28/2/2021) dini hari.

Saat konferensi pers, Nurdin dan sejumlah orang yang diamankan KPK di Makassar dihadirkan mengenakan rompi tahanan KPK.

KPK menetapkan tersangka berdasarkan penyelidikan dan keterangan para saksi. Nurdin ditetapkan menjadi tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Sulsel inisial ER.

“Sebagai penerima yaitu saudara NA (Nurdin Abdullah) dan saudara ER Sekdis PUPR Sulsel, sebagai sebagai pemberi adalah saudara AS,” kata Firli.

“Adapun para tersangka tersebut disangkakan, saudara NA dan ER, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf b, atau pasal 11 dan pasal 12 B besar Undang-undang nomor 31 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” lanjut Firli.

Usai ditetapkan menjadi tersangka, Nurdin ditahan di Rutan KPK. “Saudara NA ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur,” tuturnya.

Minggu, 28 Februari 2021

Firli: Jangan Pikir yang Dapat Penghargaan Tak Korupsi


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Ketua KPK, Firli Bahuri, mengomentari sosok Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, yang mendapat banyak penghargaan sebagai kepala daerah hingga akhirnya menjadi tersangka korupsi.

Nurdin menjadi tersangka bersama 2 orang lainnya yakni Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.

Menurutnya, seseorang yang telah mendapat penghargaan antikorupsi, bukan berarti tidak mungkin melakukan tindak pidana korupsi. Menurut dia, korupsi disebabkan adanya kekuasaan dan kesempatan.

"Kalau disampakan prestasi yang pernah diterima oleh saudara NA (Nurdin Abdullah) termasuk dengan beberapa penghargaan, tentu itu diberikan sesuai prestasi dan waktu tempat tertentu. Jadi kita memang memberikan apresiasi seluruh pejabat negara yang dinilai untuk berprestasi," ujar Firli, di kantornya Minggu (28/2) dini hari.

"Tapi coba ingat bahwa korupsi itu disebakan oleh karena ada kekuasaan. Korupsi karena ada kesempatan, korupsi terjadi karena ada keserakahan, ada kebutuhan, dan yang paling penting lagi adalah jangan berpikir bahwa setiap orang yang sudah menerima penghargaan tidak akan melakukan korupsi," lanjut Firli. 

Nurdin selama ini memang dikenal sebagai kepala daerah yang menorehkan banyak prestasi, khususnya ketika menjabat Bupati Bantaeng.

Ia menjabat sebagai Bupati Bantaeng selama 2 periode mulai 2008 hingga 2018. Ketika itu ia diusung PKS, PBB, PKB, PPNUI, PNBK, Patriot, PIB, PSI, dan Partai Merdeka.

Selama 6 tahun awal ia memimpin, Bantaeng menyabet lebih dari 50 penghargaan tingkat nasional, termasuk 4 kali berturut-turut piala Adipura yang sebelumnya tidak pernah didapatkan.

Selain itu, 3 tahun berturut-turut meraih Otonomi Award dan berhasil memenangkan Innovative Government Award (IGA) tahun 2013 yang diadakan Kementerian Dalam Negeri.

Usai memimpin Bantaeng 2 periode, Nurdin mencalonkan diri di Pilgub Sulsel 2018. Nurdin berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman.

Pasangan yang diusung PDIP, PAN, PKS, dan PSI itu berhasil menang dengan meraup 43,87% suara. 

Nurdin-Andi mengalahkan 2 paslon lain yakni Nurdin Halid-Aziz Qahhar dan Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar. Setahun setelah Pilgub Sulsel, Nurdin disebut bergabung dengan PDIP sebagai kader.

Sementara terkait sosoknya secara pribadi, Nurdin sempat mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) karena prestasinya membangun daerah pada 2017 lalu.

Penghargaan bergengsi ini pernah juga diterima oleh Erry Riyana Hardjapamekas, Busyro Muqoddas, Sri Mulyani, Jokowi, Ahok, hingga Tri Rismaharini.

Di laman Bung Hatta Award disebutkan bahwa Nurdin Abdullah telah membawa gebrakan pembangunan di Bantaeng.

"Selama dua periode memimpin Bantaeng, Nurdin Abdullah telah banyak membuat gebrakan dalam pembangunan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan ini," tulis Bung Hatta Award di lamannya.

Dalam laman tersebut, juga disebutkan bahwa sejak 2015, sudah sekitar 200 pemerintah kabupaten dan provinsi dari seluruh Indonesia yang belajar langsung ke Bantaeng mengenai peningkatan pelayanan publik dan terobosan dalam reformasi birokrasi.

Dalam kasusnya, Nurdin diduga menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Agung melalui Edy. Suap diduga terkait penunjukan Agung sebagai kontraktor proyek Wisata Bira.

Selain itu, diduga Nurdin menerima gratifikasi berupa uang dari beberapa kontraktor lain senilai Rp 3 miliar. Sehingga total suap dan gratifikasi yang diterima Nurdin sebesar Rp 5,4 miliar.

Wow, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Diduga Terima Rp 5,4 Miliar Terkait Proyek Infrastruktur


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka suap dan gratifikasi. 

Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yakni Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Agung Sucipto telah kenal baik dengan Nurdin Abdullah. Diduga, Agung Sucipto sudah mendapatkan total 5 proyek sepanjang 2019-2021 di sejumlah wilayah di Sulsel.

Proyek tersebut yakni:

-Peningkatan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan di Kabupaten Sinjai/Bulukumba TA 2019 dengan nilai Rp 28,9 M.

-Pembangunan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan TA 2020 dengan nilai Rp 15.7 M.

-Pembangunan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan 1 1 Paket dengan nilai Rp 19 M.

-Pembangunan Jalan, Pedisterian Dan Penerangan Jalan Kawasan Wisata Bira TA 2020 dengan nilai proyek Rp 20.8 M.

-Rehabilitasi Jalan Parkiran 1 Dan Pembangunan Jalan Parkiran 2 Kawasan Wisata Bira TA 2020 dengan nilai proyek Rp 7.1 M.

Adapun terkait OTT ini, diduga ada komunikasi yang dijalin Nurdin Abdullah dengan Agung Sucipto dan Edy Rahmat untuk membahas mengenai proyek wisata Bira. Proyek tersebut diharapkan dapat dikerjakan oleh Agung Sucipto.

Nurdin Abdullah pun sepakat untuk memberikan proyek itu kepada Agung Sucipto.

"NA (Nurdin Abdullah) menyampaikan pada ER (Edy Rahmat) bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali di kerjakan oleh AS (Agung Sucipto) yang kemudian NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen Detail Engineering Design yang akan dilelang pada APBD TA 2022," kata Firli di kantornya, Minggu (28/2) dini hari.

Dari proyek tersebut, diduga Agung Sucipto memberikan uang Rp 2 miliar kepada Nurdin Abdullah melalui Edhy Rahmat pada Jumat (26/2) yang berujung tangkap tangan KPK.

Selain itu, diduga Nurdin menerima gratifikasi berupa uang dari beberapa kontraktor lain. Berikut rinciannya:

-Pada akhir tahun 2020, Nurdin Abdullah menerima uang sebesar Rp 200 juta.

-Pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui SB (Samsul Bahri selaku ajudan Nurdin) menerima uang Rp 1 Miliar;

-Awal Februari 2021, NA (Nurdin Abdullah) melalui SB (Samsul Bahri selaku ajudan Nurdin) menerima uang Rp 2.2 Miliar.

Sehingga total diduga Nurdin menerima Rp 5,4 miliar terkait proyek Wisata Bira dari Agung Sucipto dan beberapa kontraktor lainnya.