Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Mei 2021

Jampidsus: Modus di BP Jamsostek Beda dengan ASABRI dan Jiwasraya


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung, Ali Mukartono, memastikan modus kasus dugaan korupsi yang terjadi di BP Jamsostek berbeda dengan korupsi di tubuh Jiwasraya dan ASABRI.

"Eggak, agak berbeda. Kalau dua (Jiwasarya dan ASABRI) itu kan ada persekongkolan antara pembeli dan penjual, ini (BP Jamsostek) belum kelihatan," kata Ali di Gedung Bundar Kejagung, Selasa (4/5).

Menurut Ali, penyidik masih mendalami satu transaksi saham dalam kasus tersebut. Ali masih belum mau menyebut saham yang dimaksud. Ia juga tidak menjelaskan besaran saham yang didalami. Namun, transaksi saham itu terjadi dalam tempus perkara, yakni 2017-2019.

"Belum sampai ke jumlah. Ini (memastikan) penjualannya melawan hukum atau tidak," ujarnya.

Ali mengatakan jika tidak ditemukan perbuatan melawan hukum dalam penyelidikan BP Jamsostek, maka kasusnya akan dihentikan. Dalam proses penyidikan, Ali menyebut pihaknya tidak menyasar ke pihak tertentu.

"Tidak melihat orang. Kita melihat dugaan tindak pidana. Nanti gampang itu. Kalau cari orang ternyata bukan tindak pidana untuk apa? Ini dugaannya tindak pidana apa bukan. Setelah itu baru siapa yang bertanggung jawab," tandasnya.

KPK Tetapkan Bos Bank Panin Jadi Tersangka Suap Pajak


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Veronika Lindawati selaku petinggi dari Grup Panin sebagai tersangka suap di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. Veronika dijerat bersamaan dengan lima tersangka lainnya.

"Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data serta ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada bulan Februari 2021, dengan menetapkan tersangka" kata Ketua KPK Firli Bahuri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Mei 2021.

Adapun lima tersangka lain yakni Angin Prayitno Aji (APA) selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 serta Dadan Ramdani (DR) selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak.

Kemudian, Ryan Ahmad Ronas (RAR), Aulia Imran Maghribi (AIM) dan Agus Susetyo (AS) selaku konsultan pajak. Sedangkan, Veronika Lindawati (VL) dijerat selaku kuasa wajib pajak.

Periksa 30 Pegawai Damkar, Kejari Depok: Siapapun Tak Bisa Intervensi


KABARPROGRESIF.COM: (Depok) Kejaksaan Negeri Depok terus mendalami dugaan korupsi di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Depok. Hari ini, Selasa (4/5/2021) kejaksaan meminta keterangan 30 pegawai di dinas tersebut.

“Ya, hari ini kita memeriksa sekitar 30 orang,” kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Depok Herlangga Wisnu Murdianto, Selasa (4/5/2021).

Pihaknya sengaja meminta klarifikasi secara berantai hari ini agar segera ditemukan titik terang. Keterangan yang diminta dilakukan bertahap namun dikebut satu hari. 

“Kita rally untuk pendalaman. Kan keterangannya sedikit bukan hal teknis,” ucapnya.

Mereka yang diminta keterangan adalah anggota regu di UPT Damkar Cimanggis dan Tapos. Mereka rata-rata pegawai honorer. 

“Jangka waktu sprint belum berakhir. Kita masih harus melakukan pendalaman sebelum memberikan kesimpulan,” kata Herlangga.

Dia menegaskan proses atas laporan masih berjalan dan dipastikan profesional. “Tidak ada yang mandek. Kejaksaan Negeri Depok independen dan profesional dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat. Siapapun tidak dapat mengintervensi kita,” ujarnya.

Tak Hanya Enam Tersangka Kasus Ditjen Pajak, KPK: Kemungkinan Pihak Lain Akan Ikut Terjerat


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Sebanyak enam tersangka telah di tetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dalam pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.

"KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan pada bulan Februari 2021, dengan menetapkan enam tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan, Selasa 4 Mei 2021.

Keenam tersangka tersebut antara lain, Angin Prayitno Aji (APA) Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019.

Kedua, Dadan Ramdani (DR) Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak.

Tersangka berikutnya adalah Ryan Ahmad Ronas (RAR) Konsultan Pajak.

Keempat Aulia Imran Maghribi (AIM) Konsultan Pajak, kelima Veronika Lindawati (VL) Kuasa Wajib Pajak, dan terakhir Agus Susetyo (AS) Konsultan Pajak.

"Sebagai salah satu upaya antisipasi penyebaran virus Covid-19 dilingkungan Rutan KPK, tersangka APA akan dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK Kavling C1 pada gedung ACLC," tukasnya.

Tapi tidak berhenti disitu, KPK kemungkinan akan menjerat pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan suap pemeriksaan pajak tersebut.

"Bahwa penanganan perkara berupa pemberian hadiah atau janji kepada pegawai pajak yang hari ini kami ungkap dengan menetapkan enam tersangka, ini belum berakhir. Jadi ini bukan panggung terakhir, pertunjukannya belum tuntas. Ini baru awal daripada apa yang sudah ditemukan oleh penyidik," ucap Ketua KPK Firli Bahuri.

Angin dan Dadan diduga menyetujui, memerintahkan, dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak.

Keduanya diduga menerima suap puluhan miliar terkait pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak, yaitu PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia Tbk untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Detail rincian yang ditemukan, yakni pada Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp15 miliar diserahkan oleh Ryan dan Aulia sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations.

Pertengahan tahun 2018 sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh Veronika sebagai perwakilan PT Bank PAN Indonesia Tbk dari total komitmen sebesar Rp25 miliar.

Selanjutnya, dalam kurun waktu Juli-September 2019 sebesar total 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh Agus sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama.***

KPK Buka Peluang Jerat Pihak lain Dalam Kasus Dugaan Suap Ditjen Pajak


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan bakal menjerat pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan suap pemeriksaan perpajakan Tahun 2016 dan Tahun 2017 pada Ditjen Pajak.

“Bahwa penanganan perkara berupa pemberian hadiah atau janji kepada pegawai pajak yang hari ini kami ungkap dengan menetapkan enam tersangka, ini belum berakhir. Jadi ini bukan panggung terakhir, pertunjukannya belum tuntas. Ini baru awal daripada apa yang sudah ditemukan oleh penyidik,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Adapun enam tersangka, yakni mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji (APA), mantan Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Dadan Ramdani (DR), kuasa wajib pajak Veronika Lindawati (VL) serta tiga konsultan pajak masing-masing Ryan Ahmad Ronas (RAR), Aulia Imran Maghribi (AIM), dan Agus Susetyo (AS).

“Hari ini, KPK telah menetapkan dan menemukan enam tersangka. Dari masing-masing tersangka tentu kami akan gali dan sudah kami temukan perbuatannya, bukti-bukti yang didapat sehingga kami meyakini bahwa betul para tersangka ini adalah merupakan pelaku tindak pidana korupsi,” ucap Firli.

Angin dan Dadan diduga menyetujui, memerintahkan, dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak.

Keduanya diduga menerima suap puluhan miliar terkait pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak, yaitu PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia Tbk untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Adapun rinciannya, yakni pada Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp15 miliar diserahkan oleh Ryan dan Aulia sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations.

Pertengahan tahun 2018 sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh Veronika sebagai perwakilan PT Bank PAN Indonesia Tbk dari total komitmen sebesar Rp25 miliar.

Selanjutnya, dalam kurun waktu Juli-September 2019 sebesar total 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh Agus sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama.

KPK Dalami Kongkalikong Penyidik dan Pengacara di Kasus Tanjungbalai


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap meloloskan perkara ke tahap penyidikan. 

Penyidik memeriksa tersangka sekaligus pengacara Maskur Husain.

"Yang bersangkutan dikonfirmasi di antaranya terkait dengan dugaan adanya kesepakatan terhadap MH (Markus) dengan tersangka SRP (penyidik Stepannus Robin Pattuju) dalam pengurusan perkara penyelidikan dugaan korupsi di Tanjungbalai," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 4 Mei 2021.

Ali enggan memerinci lebih lanjut isi pemeriksaan itu. Alasannya, menjaga kerahasian proses penyidikan.

Sebelumnya, KPK menetapkan penyidik KPK asal Polri Stepannus Robin Pattuju, pengacara Maskur Husain, dan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial sebagai tersangka. Ketiganya sudah ditahan.

Robin dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Sementara itu, Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.

Jadi Tersangka Kasus Pajak, Angin Prayitno Langsung Ditahan KPK


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji (APA) sebagai tersangka suap, terkait dengan pemeriksaan perpajakan Tahun 2016 dan Tahun 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak.

Selain Angin, KPK juga menetapkan 5 tersangka lainnya. Mereka yakni Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak Dadan Ramdani (DR), dan Kuasa Wajib Pajak Veronika Lindawati (VL).

Serta tiga orang konsultan pajak, yakni Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, dan Agus Susetyo.

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, bahwa keenam tersangka termasuk Angin Prayitno dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan.

"Tim Penyidik akan melakukan penahanan tersangka APA untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 4 Mei 2021 sampai dengan 23 Mei 2021 di Rutan KPK Gedung Merah Putih," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Firli menjelaskan, sebagai salah satu upaya antisipasi penyebaran virus Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, tersangka APA akan dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK Kavling C1 pada gedung ACLC.

"Untuk kepentingan penyidikan, pada hari ini setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi," tambahnya.

Atas perbuatannya, APA dan DR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sedangkan RAR, AIM, VL dan AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Bukti Suap Walkot Tanjungbalai Kembali Ditemukan di Rumah Azis Syamsuddin


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pada Senin, 3 Mei 2021. Selain rumah Azis, Lembaga Antikorupsi juga menggeledah dua rumah lain di bilangan Jakarta Selatan.

"Dalam proses penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan barang yang diduga terkait dengan perkara," kata pelaksana tugas (Plt) bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 4 Mei 2021.

Ali enggan memerinci bukti yang diambil penyidik dari rumah Azis. Barang-barang tersebut sudah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK.

"Bukti ini segera di lakukan validasi serta verifikasi untuk segera diajukan penyitaan sebagai bagian dalam berkas perkara dimaksud," ujar Ali.

Barang bukti kasus dugaan suap Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial ini bukan yang pertama ditemukan KPK. Sebelumnya, Lembaga Antirasuah juga menemukan dokumen terkait rasuah itu di ruang kerja Azis di Gedung DPR dan di rumah dinas saat penggeledahan pada Rabu, 28 April 2021.

Penyidik KPK asal Polri Stepannus Robin Pattuju, Pengacara Maskur Husain, dan Syahrial ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ketiganya sudah ditahan KPK.

Robin dan Maskur disangkakan melanggar Pasal Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, Syahrial disangkakan melanggar Pasal Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.

Kasus Eks Pejabat Pajak, Ketua KPK Bakal Telpon Kapolda Jatim


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Ketua KPK Firli Bahuri berjanji akan menelepon Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta. Firli akan menanyakan perkembangan kasus penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Hal itu disampaikan Firli saat melakukan konferensi pers penetapan status tersangka dan penahanan terhadap Angin Prayitno Aji selaku eks Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak.

"Saya janji saya akan telepon Kapolda Jawa Timur bagaimana perkembangan perkara di Jawa Timur," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/5/2021).

Ketika masih proses penyidikan oleh KPK, jurnalis Tempo Nurhadi sempat ingin mengkonfirmasi kepada Angin terkait kasus suap Direktorat Jenderal Pajak di Kementerian Keuangan tahun 2016 sampai 2017.

Saat itu, Angin berada di Surabaya untuk menghadiri pernikahan anaknya. Bukannya mendapat konfirmasi terkait pemberitaan, Nurhadi malah mendapatkan penganiayaan dan sempat disekap oleh beberapa orang.

Kasus penganiayaan terhadap Nurhadi pun kini bergulir dalam proses penyelidikan di Polda Jawa Timur. Maka itu, untuk memastikan proses hukum, Firli Bahuri akan melakukan komunikasi dengan Nico.

"Kami pastikan bahwa proses hukum di Jatim itu berjalan. Karena prinsip kita sebagai aparat penegak hukum, kita harus memberikan jaminan kepastian hukum, memberikan keadilan, dan tentu juga tetap menghormati hak asasi manusia dengan asas-asas praduga tak bersalah," kata Firli.

Dalam perkara korupsi ini, Angin dan Dandan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak diduga melakukan pemeriksaan pajak terhadap 3 wajib pajak, yaitu PT GMP Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT. BPI Bank Panin Indonesia untuk tahun pajak 2016. Terakhir PT. JB Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Dari ketiga wajib pajak itu, karlta Firli, Angin dan Dandan menerima suap pajak dari bulan Januari dan Februari 2018 mencapai Rp 15 miliar dari PT. GMP.

Uang itu diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas (RAR) Konsultan Pajak dan Aulia Imran Maghribi (AIM) Konsultan Pajak.

Sementara dari PT. BPI, Angin dan Dandan mendapatkan uang mencapai total komitmen sebesar Rp 25 miliar. Itu dari pertengahan tahun 2018.

"Kurun waktu bulan Juli sampai September 2019 sebesar total SGD 3 juta diserahkan oleh AS sebagai perwakilan PT Jhonlin Bratama," tutup Firli.

Untuk Angin, KPK langsung melakukan penahanan selama 20 hari pertama. Angin akan ditahan di Rumah Tahanan KPK Cabang K-4 Gedung Merah Putih KPK.

Sementara lima orang lainnya belum dilakukan penahanan. Ini dikarenakan mereka tidak hadir dalam pemeriksaan hari ini.

Kasus Korupsi di RS Kota Tangerang, Kejari Jebloskan Tersangka ke Pandeglang


KABARPROGRESIF.COM: (Tangerang) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang menjebloskan tersangka berinisial NA ke Rutan Kelas 2B Pandeglang.

NA dijebloskan ke Rutan lantaran diduga terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan jasa Cleaning Service (CS) pada Satker RS Sitanala Tangerang TA 2018.

Hal itu diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang I Dewa Gede Wirajana melalui Kasi Intelijen Kejari Kota Tangerang R. Bayu Probo.

"Iya, benar (sudah dijebloskan ke Rutan)," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (4/5/2021).

NA merupakan Anggota Pokja ULP RS Sitanala. Sedangkan tersangka lainnya, yakni berinisial YY yang merupakan penyedia jasa dilakukan penahanan kota dan wajib lapor.

"Hal tersebut dilakukan karena kondisi kesehatan Tsk YY yang mengidap penyakit jantung kronis dan saat ini baru saja menjalani rawat inap di RS Eka Hospital dan masih melakukan pengobatan rawat jalan," jelasnya.

Adapun selanjutnya, Tim Jaksa Penuntut Umum akan melimpahkan berkas perkara ke PN Tipikor Serang untuk dilakukan penuntutan dalam persidangan secepatnya. 

Rabu, 05 Mei 2021

Putusan MK Tegaskan KPK Berwenang Terbitkan SP3 Dua Tahun Setelah SPDP


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materil atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang diajukan oleh para akademisi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Termasuk Pasal 40 ayat (1)

MK memutuskan bahwa frasa "tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai "tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)”.

Putusan tersebut tertuang dalam perkara nomor 70/PUU-XVII/2019. Pemohon perkara tersebut ialah Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid, Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil, Direktur Pusat Studi HAM UII Yogyakarta Eko Riyadi, dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII Yogyakarta Ari Wibowo.

Dalam salah satu gugatannya Fathur dkk, menggugat Pasal 40 ayat (1) UU 19 Tahun 2019 terkait waktu dalam memulai Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi.

Secara khusus pemohon menyoroti frasa “yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun” dalam Pasal 40 ayat (1) UU 19 Tahun 2019.

Menurut Fathur, frasa itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai sejak kapan penghitungan waktu akan dimulai.

Hakim Mahkamah Konstitusi, Enny Nurbaningsih mengatakan adaya kekhawatiran para pemohon terkait kepastian penghitungan waktu SP3 sudah beralasan secara hukum.

Untuk itu, menurut putusan MK, agar ada kepastian hukum penghitungan waktu harus ada pemaknaan frasa “tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)”.

Artinya, penerbitan SPDP menjadi acuan KPK nantinya saat memutuskan untuk menerbitkan SP3 suatu perkara.

“Kekhawatiran para Pemohon mengenai tidak adanya kepastian penghitungan sejak kapan dikeluarkannya SP3 sebagaimana ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU 19/2019 adalah beralasan menurut hukum,” ujarnya.

Seiring dengan putusan tersebut, Pasal 40 ayat (1) UU KPK yang semula berbunyi, "Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun" berubah menjadi;

"Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)"

Kerugian Negara Akibat Korupsi RSUD Lombok Bukan Rp30 Juta, Masih Diaudit


KABARPROGRESIF.COM: (Mataram) Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kajati NTB) Tomo Sitepu memastikan kerugian negara Rp30 juta yang muncul dalam penanganan empat perkara dugaan korupsi pada pengerjaan proyek di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara belum final.

"Kalau yang kerugian Rp30 juta itu kan hanya dari sebagian proyek saja. Sisanya masih diaudit," kata Tomo Sitepu, di Mataram, Selasa, 4 Mei.

Dia memastikan bahwa kerugian negara senilai Rp30 juta itu muncul dari salah satu pelaksanaan proyek yang status penanganannya kini telah naik ke penyidikan.

Namun terkait dengan proyek tersebut, Tomo mengaku belum menerima informasi lengkap dari penyidik. "Yang jelas kan ada dua yang sudah penyidikan, jadi salah satu di antaranya," ujarnya.

Lebih lanjut, untuk menelusuri kerugian negara dari tiga proyek lainnya, Tomo mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu hasil audit Inspektorat NTB. Koordinasi terkait kebutuhan audit, masih terus ditingkatkan.

Empat kasus dugaan korupsi yang muncul dalam pengerjaan proyek di RSUD Lombok Utara tahun 2019 itu adalah penambahan ruang operasi dan ICU, penambahan ruang IGD, pembangunan gedung farmasi, dan penambahan gedung rawat inap untuk kelas I, II, dan III.

Tiga dari empat proyek, yakni penambahan ruang operasi dan ICU, pembangunan gedung farmasi, dan penambahan gedung rawat inap untuk kelas I, II, dan III, dikerjakan oleh PT Apro Megatama yang berdomisili di Makassar, Sulawesi Selatan.

Sedangkan untuk pengerjaan proyek penambahan ruang IGD, dikerjakan oleh PT Batara Guru Group dari Samarinda, Kalimantan Timur.

Dua dari empat kasus dugaan korupsi yang muncul dalam pengerjaan proyek di RSUD Lombok Utara ini sudah naik ke tahap penyidikan. Keduanya adalah proyek penambahan ruang operasi dan ICU, serta proyek penambahan ruang IGD.

Untuk proyek penambahan ruang operasi dan ICU, dikerjakan PT Apro Megatama dengan nilai kontrak mencapai Rp6,4 miliar. Dugaan korupsinya muncul karena pengerjaannya molor hingga menimbulkan denda.

Kemudian pengerjaan proyek penambahan ruang IGD oleh PT Batara Guru Group. Proyeknya dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar. Dugaannya muncul usai pemerintah memutus kontrak proyeknya di tengah progres pengerjaan.

Korupsi Anggaran Makan Minum DPRD Batam Hanya Jerat Eks Sekwan Disorot


KABARPROGRESIF.COM: (Tanjungpinang) anggaran makan minum unsur pimpinan DPRD Batam periode 2017-2019 hingga kini baru menjerat mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) Kota Batam , Asril sebagai terpidana tunggal atas dakwaan jaksa penuntut umum dan telah diputus Pengadilan Tipikor Tanjungpinang beberapa waktu lalu.

Hal itu pun yang membuat Anak Muda Indonesia (AMI) angkat bicara dan menyoroti kelanjutan penanganan kasus korupsi itu.

Ketua AMI Kepri, Kurnia Fajrizon mengatakan, dugaan korupsi ini tak mungkin dilakukan seorang diri melainkan berjemaah. 

“Karena dalam dugaan korupsi ini tidak tunggal,” ungkapnya, Selasa (4/5/ 2021).

Kurnia menyatakan, ada kesan pengungkapan kasus tersebut tebang pilih. Pasalnya, hingga saat ini kasus tersebut hanya berhenti pada mantan Sekretaris DPRD Kota Batam Asril, sementara sejumlah nama yang seharusnya ikut terlibat justru sampai saat ini masih melenggang.

Padahal lanjut Kurnia, Asril didakwa melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) dan dakwaan subider Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. BerdasarkanPasal 55 ayat(1)KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana.

Jadi kata dia, berdasarkanPasal 55 ayat(1)KUHP orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.

“Tapi anehnya, saat jaksa membacakan amar tuntutannya, jaksa menyampaikan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana, sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," katanya.

Padahal, pasal 4 UU No 31 Tahun 1999 ditegaskan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan tindakan pidana pelaku korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 Undang- Undang . 

“Artinya, 12 saksi yang mengembalikan uang dugaan hasil korupsi tersebut tidak bisa dihapuskan pidananya,” ketus dia.

Menurut informasi, pegawai dan anggota dewan Batam yang mengembalikan uang adalah RG senilai Rp 9,8 juta (penyedia), RG senilai Rp 22 juta (penyedia), LR senilai Rp 10 juta (PPTK 2017), RFS senilai Rp 16 juta (PPTK 2018), TRJ senilai Rp 3 juta (penyedia), DRT senilai Rp 8,412 juta (penyedia), MRL senilai Rp 15 juta (PPTK 2019), AWN senilai Rp 3,7 juta (penyedia), MK senilai Rp 9,8 juta (penyedia), RRD senilai Rp 14 juta (penyedia), RRD senilai Rp 7,3 juta (penyedia) dan TF senilai Rp 41 juta (PPK).

Kejari Batam saat itu menyampaikan sudah menerima pengembalian uang sebanyak Rp 160 072.000 dari 12 saksi dalam kasus dugaan korupsi anggaran belanja konsumsi pimpinan DPRD Batam.

“Dari 12 saksi, satu di antaranya Wakil Ketua DPRD Batam Muhammad Kamaluddin, yang merupakan legislator dari Partai Nasdem,” kata Kajari saat itu.

Mantan Sekwan DPRD Batam, Asril divonis hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Senin (22/3/2021). 

Kemudian Asril melakukan upaya banding dari putusan 6 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Pinang.

KPK Tahan Angin Prayitno di Suap Ditjen Pajak


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan pengusutan kasus suap di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan terus berjalan meski telah menahan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Tahun 2016-2019 Angin Prayitno Aji.

Bukan tak mungkin, ke depannya, KPK juga akan mengusut para wajib pajak yang diduga menyuap Angin melalui konsultan pajak maupun perwakilan mereka.

"Ini belum berakhir. Jadi ini bukan panggung terakhir, pertunjukan belum tuntas. Ini baru awal daripada apa yang sudah ditemukan penyidik," kata Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Mei.

Penyidik, sambungnya, saat ini memang baru melakukan pengusutan terhadap kasus ini sebagai awalan. 

Tapi, bukan tak mungkin, ke depannya ada tindak pidana lain dalam kasus ini yang ditemukan termasuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kenapa saya katakan awal? Hari ini kita mengungkap kasus suap terkait penerimaan hadiah atau janji, tetapi, tadi apakah kita berhenti di sini tentu tidak," tegasnya.

"Karena tindak pidana korupsi tentu kita harus buktikan dulu suapnya dan bagian korupsinya sekaligus kita lihat apakah (ada, red) tindak pidana lain berupa tindak pidana pencucian uang," imbuh eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan dua pejabat di Direktorat Jenderal Pajak sebagai tersangka.

Dua orang tersebut adalah Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Ditjen Pajak Tahun 2016-2019 Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Dadan Ramdani.

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi yang diduga mengetahui perbuatan para tersangka.

Selain itu, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam dugaan suap ini. Mereka adalah tiga konsultan pajak yaitu Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, dan Agus Susetyo serta seorang kuasa wajib pajak yaitu Veronika Lindawati.

Dalam kasus ini, Angin bersama Dadan diduga melakukan penerimaan uang sebanyak tiga kali pada 2018-2019.

Pada Januari-Februari 2018 terjadi penerimaan uang sebesar Rp15 miliar yang diserahkan oleh perwakilan PT GMP yaitu Ryan Ahmad dan Aulia Imran.

Selanjutnya, penerimaan juga dilakukan pada pertengahan tahun 2018 sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT BPI. Angka ini merupakan sebagian dari komitmen yang telah disetujui yaitu Rp25 miliar.

Penerimaan unag terakhir, terjadi pada Juli-September 2019. Uang ini diterima dari perwakilan PT Jhonlin Baratama, yaitu Agung Susetyo senilai 3 juta dolar Singapura.

Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji Terima Suap Puluhan Miliar dari 3 Perusahaan


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Tersangka penerima suap terdiri dari Angin Prayitno Aji (APA) yang merupakan mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019.

Serta Dadan Ramdani (DR) Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak.

Sementara tersangka pemberi suap adalah Ryan Ahmad Ronas (RAR), Aulia Imran Maghribi (AIM), dan Agus Susetyo (AS) yang merupakan konsultan pajak.

Lalu, Veronika Lindawati (VL) yang merupakan Kuasa Wajib Pajak.

Dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta (04/05/2021), Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan konstruksi perkara ini.

Firli mengungkapkan, Angin Prayitno Aji bersama dengan Dadan Ramdani diduga menyetujui, memerintahkan, dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak.

Mereka juga melakukan pemeriksaan perpajakan tidak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

"APA bersama DR diduga melakukan pemeriksaan pajak terhadap 3 wajib pajak, yaitu PT GMP (Gunung Madu Plantations) untuk tahun pajak 2016, PT BPI Tbk (Bank PAN Indonesia) untuk tahun pajak 2016, dan PT. JB (Jhonlin Baratama) untuk tahun pajak 2016 dan 2017," jelas Firli.

Angin Prayitno Aji bersama dengan Dadan Ramdani diduga menerima uang sebesar Rp15 miliar dari RAR dan AIM sebagai perwakilan PT GMP, pada Januari-Februari 2018.

Kemudian pada pertengahan tahun 2018, mereka menerima sebesar 500 ribu dollar Singapura dari VL, sebagai perwakilan PT BPI Tbk, dari total komitmen sebesar Rp25 miliar.

Selanjutnya selama bulan Juli-September 2019, keduanya menerima sebesar total 3 juta dollar Singapura, diserahkan oleh AS sebagai perwakilan PT JB.

"KPK memperingatkan baik kepada wajib pajak, pemeriksa pajak, dan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak agar melakukan hak dan kewajibannya dengan integritas. Bukan dengan menjanjikan atau memberi dan menerima suap," kata Firli.

Sebab, pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang utama yang dipergunakan untuk pembangunan negara.

Akan sangat merugikan bangsa dan negara jika penerimaan pajak direkayasa untuk kepentingan dan keuntungan pihak tertentu.

Geledah 3 Rumah Azis Syamsuddin, KPK Temuan Barang Bukti Kasus Suap


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penggeledahan rumah pribadi Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin terkait dugaan kasus suap dan gratifikasi.

Penggeledahan di tiga lokasi itu demi mencari barang bukti kasus suap atas tersangka penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan seorang pengacara Maskur Husain.

“Senin (3/5/2021) Tim Penyidik KPK telah selesai melaksanakan penggeledahan rumah kediaman pribadi milik AZ ( Azis Syamsuddin) di 3 lokasi berbeda di wilayah Jakarta Selatan,” tulis Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi, Selasa (4/5/2021).

Ali mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah barang yang terindikasi sebagai barang bukti kasus suap itu.

Pihak KPK pun mengangkut barang-barang tersebut.

“Dalam proses penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan barang yang diduga terkait dengan perkara,” ujar Ali.

Saat ini, kata Ali, KPK sedang melakukan validasi dan verifikasi atas barang-barang bukti hasil penggeledahan.

“Selanjutnya bukti ini akan segera dilakukan validasi serta verifikasi untuk segera diajukan penyitaan sebagai bagian dalam berkas perkara dimaksud,” beber Ali.

Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah 4 lokasi berbeda untuk mengetahui kaitan Azis Syamsuddin dengan kasus dugaan suap penyidik KPK.

Tim KPK sempat memeriksa rumah dinas Azis dan ruang kerjanya di Gedung DPR RI.

Mereka pun sempat membawa dua koper hasil penggeledahan di rumah dinas Azis.

Tak cuma itu, KPK pun mengajukan pencekalan ke luar negeri Azis Syamsuddin pada Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI, pada Selasa (27/4/2021) silam.

“Benar, KPK pada tanggal 27 April 2021 telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap tiga orang yang terkait dengan perkara ini," kata Ali Fikri, Jumat (30/4/2021).

Kasus ini bermula dari pertemuan M Syahrial dengan penyidik KPK bernama Stefanus di rumah dinas Azis Syamsuddin pada Oktober 2020. Azis berperan mempertemukan keduanya.

Syahrial meminta Stefanus agar menghentikan penyelidikan KPK atas kasus korupsi di Tanjungbalai.

Stefanus meminta uang sebesar Rp 1.5 miliar kepada Syahrial.

Akan tetapi, Syahrial menyanggupi dengan hanya mengirimkan uang sebesar Rp 1.3 miliar.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyebut, penyidikan kasus korupsi yang melibatkan penyidik KPK ini penting.

“Kasus ini sangat penting karena menjadi alat ukur bagi masyarakat untuk menilai integritas KPK. Kalau KPK mau menjaga kepercayaan masyarakat maka kasus ini harus diselesaikan secara tuntas termasuk dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin,” ujar Zaenur Rohman, Selasa (4/5/2021).

Zaenur Rohman pun meminta KPK memprioritaskan penyidikan kasus ini.

Ia juga mendesak KPK segera memanggil Azis Syamsuddin.

Kasus Dugaan Korupsi Pakaian Batik Rembang, Kejati Kembalikan Penanganan ke Polres


KABARPROGRESIF.COM: (Semarang) Kasus dugaan korupsi pengadaan pakaian batik tradisional di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Rembang belum ada perkembangan berarti. 

Kasus yang sempat ditangani Kejati Jateng dikembalikan lagi ke Polres Rembang.

Kasi Penyidikan Kejati Jateng, Leo Jimmi membenarkan bahwa Kejati Jateng telah melakukan penyelidikan kasus tersebut. 

Namun menurutnya kasus tersebut dikembalikan kepada pihak Polres Rembang yang lebih duhulu mengangani kasus ini.

"Terkait laporan dugaan korupsi pengadaan batik di Kabupaten Rembang tahun anggaran 2017 telah dilakukan penyelidikan di Kejati Jateng,” kata Leo, Selasa (4/5).

“Dan hasil dari penyelidikan kami temukan bahwa terhadap laporan tersebut telah diliakukan penyelidikan terlebih dahulu oleh Polres Rembang," katanya.

Dia mengatakan, pengadaan batik telah ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp600juta berdasarkan audit BKP Perwakilan Jawa Tengah dan kerugian tersebut telah dikembalikan dalam kas negara

Sementara menurut pengamat Hukum Budiono, dengan diterbitkan surat perintah penyelidikan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah itu adalah hal yang bagus karena respons cepat terhadap pengaduan warga masyarakat namun dengan keterangan dari pejabat di Lingkup Kejati bahwa penyelidikan itu dikembalikan kepada Polres Rembang sangatlah disayangkan

“Patut diperhatikan bahwa institusi sebesar Kejati berani mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan tentunya sudah mempertimbangkan tentang kaitannya dengan pencairan bukti awal yang cukup bukan untuk mencari apakah sudah dilakukan penyelidikan sebelumnya dengan pihak Polri,” kata Budiono.

Tentu juga pasti ada alasan atau sebab mengapa warga masyarakat rembang melaporkan kejadian tersebut di Kejati Jateng. 

“Itulah yang harus dikupas dalam arti APH (Aparat Penegak Hukum) harus ada kepekaan sosial dalam menyikapi suatu laporan pengaduan masyarakat

Terkait dengan pernyataan Kasi Penyidikan Kejati, kata dia, bagaimana masyarakat bisa mencari keadilan dan sudah secara jelas dan gamblang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa Pengembalian Kerugian Negara tidak menghapus perbuatan pidananya.

Terkait kasus pengadaan Batik di Rembang, menurutnya pengembalian itu dilakukan pada saat ditemukan dari audit BPKP Jateng. 

“Kalau tidak ada temuan gak mungkin para pelaku tersebut itu mengembalikan sehingga niat jahat atau perbuatan melawan hukum nya sudah jelas nyata terbukti,” katanya.

Dia mengatakan, seharusnya dari pihak APIP setempat dalam hal ini Inspektorat Kabupaten Rembang harus bisa mendukung kinerja Kejati dengan berani menyatakan bahwa para pelakunya harus ditindak secara hukum.

Boyamin Saiman Desak KPK Usut Data Ganda Penerima Bansos


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengomentari soal Menteri Sosial Tri Rismaharini yang melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait 21 juta data ganda penerima bansos (bantuan sosial)

Boyamin Saiman mengucapkan selamat datang kepada Tri Rismaharini yang akhirnya memasuki belantara bansos dengan segala sengkarutnya.

"Selamat datang kepada Bu Risma di belantara bansos dengan segala sengkarutnya dan penyelewengan yang begitu masif," kata Boyamin Saiman, yang dikurip dari tayangan kanal YouTube tvOneNews, Selasa, 4 Mei 2021.

Boyamin Saiman menuturkan bahwa sebelum pandemi Covid-19, data penerima bansos sudah sering bermasalah.

Namun, adanya penyelewengan terhadap dana bansos mulai terbongkar saat KPK mengungkap kasus bansos Eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

"Awal-awal dulu, sebelum ada corona, sudah sering bermasalah, dan itu juga berkaitan dengan terbongkarnya kasus bansos di KPK justru berawal dari permainan data," kata Boyamin Saiman.

"Awal-awal corona itu data, masih agak disuplai, tetapi kemudian perjalanan dari bulan ke bulan semakin tertutup sehingga KPK curiga. Ini pasti ada masalah, diminta data aja kok sulit, awalnya begitu," sambungnya.

Menurutnya, kecurigaan KPK itu pun akhirnya terbukti setelah Tri Rismaharini menyampaikan temuannya soal 21 juta data ganda penerima bansos.

"Itu kan sudah jelas bahwa korupsi itu indikasinya ketertutupan. Ketika KPK mulai curiga, karena data mulai gak sinkron, ketika ditanyakan malah tidak dijawab, maka radar penyadapannya dikencengin dan akhirnya bisa tangkap OTT itu," tutur Boyamin Saiman.

Boyamin Saiman pun tak kaget saat Tri Rismaharini melaporkan temuan data ganda penerima bansos ke KPK.

"Jadi sebenarnya tidak kaget kalau Bu Risma menyampaikan itu, karena sumber data itu tidak mengambil dari Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil, yang berbasis e-KTP," kata Boyamin Saiman.

"Dimulai sejak 2014 aja sudah gak terpakai. Itu kan kelihatan, data apa yang dipakai oleh Kementerian Sosial ketika tidak mau pakai data kependudukan di Duscapil," sambungnya.

Oleh karena itu, Boyamin Saiman meminta KPK untuk menelusuri lebih dalam lagi terkait temuan data ganda penerima bansos tersebut, karena yang menikmati pastilah oknum-oknum tertentu.

"Kalau toh ini mau dituntaskan, saya minta KPK menelusuri lebih dalam, untuk apa data ini ganda? Kemudian, berapa uang yang sudah disalurkan berkaitan dengan data ganda ini?," tuturnya.

"Karena saya yakin yang menikmati ini bukan penduduk atau warga, kalau ada penyaluran terhadap 21 juta orang ini, pasti ya oknum-oknum lagi yang menikmati," ujar Boyamin Saiman.***

Usut Kasus Dugaan Korupsi Beasiswa Miskin Akper, Kejari Bulukumba Kembali Periksa 20 Orang Saksi


KABARPROGRESIF.COM: (Bulukumba) Setelah mandek selama belasan tahun, kini Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba kembali mengusut kasus dugaan korupsi beasiswa miskin Akper Bulukumba.

Sebelumnya, kasus ini mandek lantaran tersangka, Riswan Marsal, menjadi daftar pencarian orang (DPO).

Namun, April 2021 lalu, pelarian Riswan terhenti setelah ditangkap oleh penyidik Kejari Palopo.

Riswan ditangkap di salah satu rumah di Perumahan Zarindah Permai, Kecamatan Wara Selatan, Kota Palopo.

Kini, Riswan dititip di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bulukumba, sebagai tahanan kejakasaan.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejari Bulukumba, Andi Thirta Massaguni menjelaskan, tersangka sudah kembali dimintai keterangannya.

"Kita sudah mintai keterangan awal. Tanya kabarnya bagaimana dan lain-lain, selanjutnya kami akan kembali memintai keterangannya terkait kasus ini," beber Andi Thirta, Selasa (4/5/2021).

Andi Thirta juga mengaku telah meminta keterangan kembali dari para saksi.

Sedikitnya ada 20 orang saksi yang telah dihadirkan kembali untuk dilakukan pengambilan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Sementara dipanggi ulang kembali saksinya. Hampir 20 orang. Di BAP kembali, karena ada yang belum dilengkapi," jelasnya.

Sekadar diketahui, Riswan Marsal merupakan tersangka kasus dugaan korupsi bantuan beasiswa untuk mahasiswa miskin, sekitar tahun 2007 silam.

Ia disebut merugikan negara sebesar Rp331 juta, dari total anggaran sebesar Rp1,1 miliar.

Riswan Marsal resmi ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2009 silam.

Dan sejak itupula, ia menghilang dari Butta Panrita Lopi.

Namun, Senin (19/4/2021) lalu, Riswan Marsal berhasil ditangkap.

Ia dibuat tak berkutik, setelah dijemput paksa di Perumahan Zarindah Permai Blok D2 Nomor 6, Kecamatan Wara Selatan, Kota Palopo.

Penangkapan Riswan Marsal oleh Kejari Palopo dilaksanakan setelah dilakukan pemantauan sejak Jumat (16/4/2021) lalu.

Selasa, 04 Mei 2021

Alex Noerdin Terseret Korupsi Pembangunan Masjid Terbesar Se-Asia, Negara Sudah Merugi Rp130 Miliar


KABARPROGRESIF.COM: (Sumsel) Bekas Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Alex Noerdin akhirnya diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan. 

Anggota DPR Komisi VII ini diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya.

Pemeriksaan Alex sendiri dilakukan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin, 3 Mei. 

Alex sudah ada di Gedung Bundar Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Jakarta, sekitar pukul 09.00 WIB.

Pemeriksaan Alex Noerdin di Kejagung dibenarkan Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Khaidirman. 

Alex sebelumnya sudah dua kali mangkir memenuhi panggilan Kejati Sumsel. 

Dia terus meminta penundaan pemeriksaan karena harus memenuhi tugas di DPR.

Sebagai informasi, Masjid Sriiwjaya seharusnya bakal menjadi masjid terbesar di Asia. 

Dibangun sejak tahun 2009 dan telah menyerap dana hibah yang bersumber dari APBD Sumsel total Rp130 miliar pada 2015-2017. Total kebutuhan dana mencapai Rp668 miliar.

Masjid ini dibangun di atas lahan Pemprov Sumsel seluas sembilan hektare. Tapi hingga sekarang, pembangunannya baru menyelesaikan pondasi dasar dan kini mangkrak.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) sudah menahan empat tersangka korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, di Rumah Tahanan Pakjo dan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Palembang sejak 30 Maret lalu.

Mereka adalah mantan Ketua Pembangunan Masjid Sriwijaya Edi Hermanto, KSO PT Brantas Abipraya-PT Yodyakarya Ir. Dwi Kriyana dan Yudi Arminto, serta Ketua Divisi Pelaksanaan Lelang Syarifudin.