Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Mei 2021

Kasus Korupsi Biaya Makan dan Minum Senilai Rp 7,4 Miliar, Eks Bupati Mursini Mangkir


KABARPROGRESIF.COM: (Kuansing) Penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Kuantan Singingi (Kejari Kuansing), Provinsi Riau memeriksa sejumlah mantan pejabat sebagai saksi dalam pengembangan kasus korupsi biaya makan dan minum di Sekretariat Daerah (Setda) Kuansing pada 2017.

Para saksi yang dipanggil pada Senin (3/5) itu ialah mantan Ketua DPRD Kuansing Andi Putra, eks Bupati Mursini dan dua mantan anggota dewan Rosi Atali dan Musliadi.

Namun, hanya Andi yang hadir dalam pemeriksaan kasus korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 7,4 miliar itu.

Pemeriksaan terhadap Andi yang didampingi penasihat hukumnya berlangsung lebih kurang lima jam sejak pagi sekitar pukul 09.30 WIB.

"Sedangkan tiga lainnya, yakni Mursini, Musliadi dan Rosi Atali tidak hadir," kata Kejari Kuansing Hadiman.

Sebelumnya penyidik Kejari Kuansing telah melayangkan surat panggilan kedua pada masing-masing saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus yang telah menyeret tiga terdakwa itu.

Musliadi tidak hadir dengan alasan sedang mendampingi istrinya berobat di rumah sakit di Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, dia akan diperiksa penyidik Kejaksaan pada Kamis, 6 Mei 2021.

Sementara Bupati Kuansing Mursini tidak hadir tanpa keterangan.

"Mursini sesuai dengan surat panggilan kedua, akan diperiksa pada Kamis 6 Mei 2021 pada pukul 09.00 WIB," ucap Hadiman.

Sementara untuk mantan anggota DPRD Rosi Atali yang sedang berada di luar kota akan diperiksa pada Rabu 5 Mei 2021.

Sejumlah orang telah divonis hakim dengan hukuman berbeda karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada enam kegiatan di Sekretariat Daerah (Setda) Kuansing tahun 2017.

Total anggaran yang dikeluarkan kas Pemkab Kuansing untuk biaya makan dan minum hingga perjalanan pada 2017 itu sebesar Rp 13,2 miliar.

Dalam sidang sebelumnya, terbukti bahwa akibat dari perbuatan para terdakwa yang divonis, terdapat kerugian negara mencapai Rp 7,4 miliar. Salah satunya akibat penggelembungan harga.

Cabjari Entikong Tetapkan Tiga Tersangka Dugaan Tipikor APBDes


KABARPROGRESIF.COM: (Sanggau) Tim Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Sanggau di Entikong menetapkan tiga orang tersangka dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penyalahgunaan Anggaran Dana Desa Semongan, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau, Tahun Anggaran 2019.

Ketiganya inisial M (Kades Semongan), G (Sekretaris Desa Semongan) dan VS (Bendahara Desa Semongan).

"Berdasarkan hasil dari penyidikan terhadap 28 orang saksi dan Surat-surat, Telah diperoleh Fakta-fakta bahwa Tersangka M selaku Kepala Desa Semongan, Tersangka G selaku Sekretaris Desa Semongan dan Tersangka VS selaku Bendahara Desa Semongan diduga telah melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan dan Penggunaan Anggaran Dana Desa Semongan Tahun Anggaran 2019,"kata Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Sanggau di Entikong, Rudy Astanto melalui rilisnya, Senin 3 Mei 2021.

Rudy menjelaskan, Para tersangka sebagaimana disebutkan diatas telah ditetapkan sebagai tersangka dengan Surat Penetapan Tersangka Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Sanggau di Entikong Nomor:01, 02, 03 /O.1.14.8 / Fd.1 / 05 / 2021 tanggal 03 Mei 2021.

"Bahwa berdasarkan Pasal 1 Peraturan Desa Semongan Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Tahun 2019, pendapatan Desa Semongan keseluruhannya berjumlah Rp 2.327.590.027,34. Sebagian dari jumlah APBDes tersebut telah dialokasikan untuk membiayai dengan total 23 kegiatan dalam bidang Pembangunan Fisik dan Pemberdayaan Masyarakat,"ujarnya.

Dalam pembiayaan 23 kegiatan tersebut, para tersangka secara bersama-sama menggunakan dan mengelola dana APBDes yang tersedia dengan cara yang tidak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. 

Sehingga mengakibatkan timbulnya Kerugian Negara akibat dari pengelolaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut.

Bahwa terhadap keseluruhan kegiatan pembangunan fisik maupun pemberdayaan masyarakat dalam APBDes Desa Semongan Tahun 2019, telah dilakukan Penghitungan Kerugian Negara oleh Inspektorat Kabupaten Sanggau.

Berdasarkan Laporan Perhitungan Kerugian Negara terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDES) Desa Semongan, Kecamatan Noyan Kabupaten Sanggau Tahun Anggaran 2019 dengan Nomor 700/x.01/Itkab-II tanggal 20 April 2021 telah diperoleh total kerugian Keuangan Negara sejumlah Rp 409.168.612,00.

Atas perbuatan yang dilakukan oleh Para Tersangka tersebut, maka Tersangka M, Tersangka G dan Tersangka VS diduga telah melanggar Pasal Primair: Pasal 2 Ayat (1) UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana Subsidair: Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

dan/atau Pasal 9 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

"Terhadap Tersangka M, Tersangka G dan Tersangka VS ditahan di Rutan Kelas II B Sanggau oleh Tim Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Sanggau di Entikong selama 20 hari terhitung sejak tanggal 3 Mei 2021 sampai dengan 22 Mei 2021 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Sanggau di Entikong Nomor: 01, 02, 03/O.1.14.8/Fd.1/05/2021 tanggal 3 Mei 2021," tegasnya.

Rudy menambahkan, Penahanan dilakukan dengan dasar telah didapatkan setidak-tidaknya dua alat bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1)KUHAP, serta dengan pertimbangan untuk menjamin kelancaran proses penegakan hukum pidana sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP. 

Alex Noerdin Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Masjid


KABARPROGRESIF.COM: (Sumsel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan memeriksa mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin. Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya.

Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Khaidirman dalam pernyataannya membenarkan Alex Noerdin diperiksa di Kejagung, Jakarta. Alex diperiksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumsel, Senin (3/5).

“Benar hari ini (Senin-red) penyidik Pidsus Kejati Sumsel memeriksa Alex N selaku saksi kasus pembangunan Masjid Sriwijaya. Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Kejagung,” tuturnya, Senin (3/5).

Berdasarkan informasim yang diperoleh di lapangan, anggota DPR itu tiba di Gedung Bundar Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Jakarta, sekitar pukul 09.00 WIB.

Dalam kasus ini, Alex Noerdin sudah dua kali mangkir dari panggilan Kejati Sumsel.

“Alex Noerdin yang dua kali dipanggil tersebut mengirimkan surat permohonan meminta penundaan pemeriksaan karena harus memenuhi tugas di DPR,” katanya.

Alex tidak memenuhi panggilan pertama Kejati Sumsel pada 6 April, sedangkan beberapa saksi yang dipanggil bersamaan seperti Kadis Pariwisata Kota Palembang Isnaini Madani dan panitia lelang pembangunan masjid Toni Aguswara memenuhi panggilan.

Penyidik Kejati Sumsel kembali mengirimkan surat pemanggilan, dan untuk kedua kalinya Alex mangkir dari pemeriksaan pada 15 April.

Kejati Sumsel telah memanggil berbagai pihak pada kasus ini, termasuk beberapa mantan pejabat saat Alex Noerdin menjadi Gubernur Sumsel periode 2013-2018.

Dalam kasus yang merugikan negara Rp130 miliar ini, penyidik Kejati sumsel juga telah menahan empat tersangka. Keempatnya, yaitu mantan Ketua Pembangunan Masjid Sriwijaya Edi Hermanto, KSO PT Brantas Abipraya Ir Dwi Kriyana, Ketua Divisi Pelaksanaan Lelang Syarifudin dan kuasa KSO Adipraya-PT Yodyakarya Yudi Wahyoni.

Dugaan Korupsi di PT Pos Finansial Indonesia, Kejati Jabar Periksa Belasan Saksi


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penyelidikan dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi di PT Pos Finansial Indonesia (Posfin) sampai saat ini masih berjalan.

Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat memastikan prosesnya masih berjalan. Meski begitu, sejauh ini penyidik belum menetapkan tersangka.

Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar, Riyono mengatakan, tim penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

"Belum ada penetapan tersangka," ujar dia, Senin, 3 Mei 2021.

Ia menyatakan, sejauh ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Setidaknya ada total 16 orang saksi yang sudah menjalani pemeriksaan.

"Sedang dilakukan pemeriksaan saksi-saksi. Ada 16 saksi dari PT Pos, Posfin dan pihak-pihak terkait," lanjut dia.

Kejati Jabar menggeledah kantor PT Pos Finansial, di Kota Bandung, pada 5 April 2021.

Pada penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan alat-alat elektronik.

Potensi kerugian negara dalam dugaan kasus korupsi di PT Pos Finansial Indonesia ini ditaksir mencapai Rp 68,5 miliar.

Hal itu disampaikan Plt Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar Armansyah Lubis, Senin 5 April 2021 lalu.

"Di dalam dugaan tindak korupsi ini, terdapat potensi kerugian negara PT Pos Indonesia dalam pengadaan pelayanan Pos Pay yang dilaksanakan oleh PT Pos Finansial Indonesia sebesar kurang lebih 68 miliar, 500 juta lebih," terangnya.

Meski sudah diketahui yang melakukan dugaan tindak pidana korupsi itu merupakan pejabat PT Pos Finansial Indonesia, belum ada yang ditangkap terkait kasus ini.

"Belum, kita masih dalam penyidikan, orangnya belum, itu nanti akan kita sampaikan," tambahnya.

Sebelumnya, manajemen baru PT Posfin menyatakan kesiapannya mendukung langkah penyidikan yang dilakukan Kejati Jabar.

"Intinya kami selaku kuasa hukum PT Posfin mewakili manajemen, mendukung proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat," kata Elvis Kabangnga.

Elvis juga menegaskan, manajemen akan kooperatif dan siap membantu Kejati jika diperlukan.

Ia menambahkan, PT Pos Indonesia (Persero) sebagai Perusahaan induk mengapresiasi langkah Kejati Jabar yang menindaklanjuti temuan audit internal PT Pos Indonesia (Persero) terkait dugaan penyimpangan penggunaan keuangan manajemen lama PT Posfin.***

Eks Pejabat MA Nurhadi dan Menantu Divonis Ringan, KPK Ajukan Banding


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantadan Korupsi (KPK) telah mengajukan banding dalam perkara suap dan gratifikasi eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Setelah mempelajari putusan terdakwa NHD (Nurhadi) dan RH (Rezky Herbiyono), Jaksa KPK melalui PN Jakarta Pusat telah menyerahkan memori banding," kata Plt Juri Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Senin (3/5/2021).

Ali menyebut alasan banding yang dilakukan tim Jaksa, karena pengadilan tingkat pertama belum melihat fakta dalam sidang terkait nilai uang yang dinikmati Nurhadi dan Rezky.

"Adapun alasan banding tim JPU, antara lain memandang adanya beberapa pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama yang belum mengakomodir terkait fakta-fakta persidangan mengenai nilai uang yang dinikmati oleh para terdakwa," ucap Ali.

Maka itu, Ali berharap majelis hakim tingkat banding nantinya dapat mempertimbangkan alasan-alasan tim JPU yang tidak terpenuhi dalam peradilan tingkat pertama.

"Berharap Majelis Hakim tingkat banding mempertimbangkan dan memutus sebagaimana apa yang disampaikan oleh Tim JPU dalam uraian memori banding dimaksud," tutup Ali.

Untuk diketahui, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono telah divonis hukuman masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Rabu (10/3/2021).

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU KPK, yaitu menuntut Nurhadi 12 tahun penjara dan Rezky 11 tahun dengan denda masing-masing Rp1 miliar.

Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).

Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp37,2 miliar. Uang gratifikasi itu diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.

Diduga Korupsi Dana Desa, Kejari Mamasa Ambil Alih Penanganan Kasus Kades Salurindu


KABARPROGRESIF.COM: (Mamasa) Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamasa, mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi Kepala Desa Salurindu, Kecamatan Buntu Malangka.

Kasus dugaan korupsi yang menyeret Kades Salurindu berupa beberapa item pekerjaan tahun 2019 dan 2020 yang diduga fiktif.

Bahkan kerugian negara akibat pekerjaan fiktif ditaksir sekitar Rp191 juta.

Kepala Seksi Intelejen Kejari Mamasa, Andi Dharman mengatakan, kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan Kades Salurindu terkesan tidak ada kejelasan saat ditangani Inspektorat Daerah.

Apalagi Kades Salurindu inisial R, telah dinonaktifkan sejak tahun 2020.

"Kasus ini langsung kami ambil alih sejak seminggu yang lalu," kata Andi Dharman, Senin (3/5/2021).

Dia menjelaskan, pihaknya telah memeriksa sejumlah aparat desa Salurindu sebagai saksi.

Untuk lebih detail terkait pengumpulan berkas, Andi Dharman rencananya akan memanggil Kades Salurindu.

"Kita mau panggil, tapi menurut informasi yang kami peroleh dari aparatnya jika Kepala Desa ini sudah kabur," bebernya.

"Ada yang bilang dia ke Makassar, ada juga yang bilang ke Kalimantan," sambungnya.

Meski demikian, pihaknya akan terus berupaya melakukan pemanggilan terhadap Kades Salurindu.

"Kami akan panggil, kan ada istrinya dan keluarganya yang bisa beritahukan," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Inspektorat Mamasa, Yohanis menyebutkan, Kepala Desa (Kades) Salurindu terindikasi melakukan beberapa item kegiatan yang bersifat fiktif.

"Banyak item yang tercantum didalam APBDes, tapi saya lupa kegiatan apa saja. Namun yang pasti ada pekerjaan dengan anggaran sebesar Rp 191 juta diduga fiktif," sebut Yohanis, saat dikonfirmasi beberapa bulan lalu.

Yohanis menjelaskan, Kepala Desa Salurindu dinonaktifkan sebagai wujud dari pembinaan inspektorat daerah.

"Jadi kita nonaktifkan sesuai dengan pasal 29 UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa," jelas dia.

Menurutnya, Kepala Desa dapat diberhentikan sementara bagi yang melanggar larangan, seperti yang dijelaskan dalam pasal 29 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

"Kepala Desa dapat dinonaktifkan atau diberhentikan jika meninggal Dunia, mengundurkan diri, dipidana dan melanggar larangan," katanya.

Disamping kepala desa itu dinonaktifkan kata dia, Inspektorat juga memberikan pembinaan hingga bersedia mengembalikan kerugian negara.

Kejari Depok Pastikan Kasus Dugaan Korupsi Damkar Lanjut


KABARPROGRESIF.COM: (Depok) Kasie Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, Herlangga Wisnu Murdianto memastikan, perkara dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota Depok masih terus berjalan.

Herlangga mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya pun masih terus memanggil para saksi terkait dugaan korupsi yang sempat viral tersebut.

“Sampai saat ini kami masih terus melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait,” kata Herlangga saat ditemui di kantornya, Senin (03/05).

“Jangka waktu sprint (surat perintah) belum berakhir, jadi kita masih harus melakukan pendalaman sebelum memberikan kesimpulan,” jelasnya.

Namun demikian Herlangga meyakini, dalam waktu dekat pihaknya akan segera memberikan kesimpulan, terkait hasil pengumpulan keterangan dari para saksi.

“Segera akan kami simpulkan (hasil pemeriksaan), karena Kejaksaan Negeri Depok itu independen dan profesional dalam menindaklanjuti semua pengaduan masyarakat, tidak ada yang ditutup-tutupi,” ungkapnya.

“Dan siapapun tidak dapat yang mengintervensi kami, baik yang pro maupun yang kontra, karena kita berbicara alat bukti. Jadi, bukan opini di masyarakat. Percayakan kasus ini kepada kami, agar segala sesuatu menjadi terang benderang dan tidak menyesatkan di masyarakat Kota Depok khususnya,” pungkasnya.

Ditetapkan Tersangka Awal 2021, Kejari Kota Cirebon Akhirnya Tahan Kadisnker


KABARPROGRESIF.COM: (Cirebon) Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cirebon, MA Syukur, ditahan Kejari Kota Cirebon.

AS diduga terlibat kasus korupsi dana pengelolaan sampah pada 2018, saat menjabat Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon.

Kasi Intelijen Kejari Kota Cirebon, Taufik Hidayat, mengatakan, MA Syukur ditetapkan tersangka sejak awal tahun ini.

Namun, menurut dia, kala itu Kejari Kota Cirebon tidak langsung menahan MA Syukur.

"Yang bersangkutan ditetapkan tersangka sejak 12 Januari 2021," ujar Taufik Hidayat saat ditemui di Kejari Kota Cirebon, Jalan Wahidin, Kota Cirebon, Senin (3/5/2021).

Ia mengatakan, MA Syukur ditahan mulai hari ini kira-kira pukul 14.00 WIB bersama tiga orang lainnya yang berinisial NN, HR, dan SR.

Tiga orang itu terdiri dari satu ASN selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan dua orang lainnya merupakan kontraktor atau pihak swasta.

Kasus tersebut bergulir pascakebakaran TPA Kopiluhur, Kota Cirebon. Saat itu, ditemukan dugaan penyelewengan anggaran sehingga langsung ditindaklanjuti Kejari Kota Cirebon sejak 2019.

Proses penyidikan mulai dilaksanakan pada 2020 dan menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana pengelolaan sampah di Kota Udang.

"Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 332,38 juta," kata Taufik Hidayat.

Akibatnya, mereka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Keempat tersangka juga terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup berdasarkan Pasal 2 dan 20 tahun penjara sesuai Pasal 3 yang disangkakan.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menahan salah seorang Kepala Dinas (kadis) di lingkungan Pemkot Cirebon.

Kasi Intelijen Kejari Kota Cirebon, Taufik Hidayat, mengatakan, kepala dinas tersebut berinisial AS.

Menurut dia, AS diduga terlibat korupsi anggaran dinas pada tahun anggaran 2018.

"Setelah rangkaian penyelidikan, AS dilakukan tahap dua (penahanan) mulai hari ini," kata Taufik Hidayat saat ditemui di Kejari Kota Cirebon, Jalan Wahidin, Kota Cirebon, Senin (3/5/2021).

Ia mengatakan, kasus dugaan korupsi tersebut mencuat setelah terjadinya kebakaran di TPA Kopiluhur, Kota Cirebon, beberapa waktu lalu.

Setelah peristiwa tersebut, ditemukan adanya dugaan penyelewengan anggaran sehingga langsung ditindaklanjuti Kejari Kota Cirebon sejak 2019.

Pihaknya pun memulai proses penyidikan pada 2020 dan menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana pengelolaan sampah di Kota Udang.

"AS ditahan bersama empat orang lainnya yang berinisial NN, HR, dan SR," ujat Taufik Hidayat.

Taufik menyampaikan, mereka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Selain itu, keempat orang itupun terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup berdasarkan Pasal 2 dan 20 tahun penjara sesuai Pasal 3 yang disangkakan.

Diduga Korupsi Pengelolaan Sampah, Kejari Tahan Kadisnaker Kota Cirebon


KABARPROGRESIF.COM: (Cirebon) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menahan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cirebon berinisial AS. 

Tersangka terlibat dugaan kasus korupsi terkait pengelolaan sampah saat menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon.

Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Kota Cirebon Taupik Hidayat mengatakan kasus yang menjerat AS itu terjadi pada 2018. Kejari menetapkan AS sebagai tersangka pada tahun 2021, setelah berkas pemeriksaan dinyatakan lengkap.

"Awal tahun 2021, pada Januari (AS) ditetapkan sebagai tersangka. Sambil menunggu kerugian negara. Setelah lengkap dilakukan tahap dua hari ini (penahanan)," kata Taupik saat jumpa pers di Kejari Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (3/5/2021).

Taupik mengatakan AS diduga merugikan negara senilai Rp 332.384.178. Kasus yang menjerat AS itu berawal dari temuan audit. Selain AS, Kejari juga menetapkan tiga tersangka lainnya.

"Ini terkait pengelolaan sampah. Kalau materinya mungkin dari tim JPU nanti akan disampaikan," kata Taupik.

Akibat perbuataannya AS dijerat pasal 2 dan 3 UU 31/1999 juncto UU 20/2001 juncto pasal 551 KUHP. "Untuk pasal 2 minimal empat tahun maksimal seumur hiidup. Sedangkan, pasal 3 minimal setahun maksimal 20 tahun," kata Taupik.

Senin, 03 Mei 2021

Kejari Kuansing Kebut Pengusutan Kasus Proyek Tiga Pilar


KABARPROGRESIF.COM: (Kuansing) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing akan mengusut sampai tuntas kasus proyek tiga pilar di Kuantan Singingi pada tahun 2021.

Dalam kasus ini sudah terdapat beberapa orang saksi yang telah dimintai keterangan termasuk mantan Wakil Bupati Kuansing Zulkifli.

Tak hanya itu, saat ini juga dijadwalkan pemeriksaan pihak rekanan yang terlibat dalam Pembangunan pasar Modren. 

"Terus terang kami melihat judul proyeknya pembangunan Pasar Modren berbasis tradisional tapi tidak se Modren Judulnya," kta Kajari Kuansing Hadiman, Minggu (2/5).

Dikatakan Hadiman, mangkraknya pembangunan Gedung Universitas Islam Kuansing (UNIKS) dan Hotel Kuansing juga menyita perhatian pihak kejaksaan agar diusut sampai tuntas.

Karena anggaran untuk ketiga bangunan tersebut telah menguras APBD Kuansing mencapai ratusan miliar rupiah.

“Namun kenyataannya pembangunannya sampai sekarang tidak tuntas sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ini akan kami selidiki, pokoknya tahun ini kami prioritaskan tuntas,” ucapnya lagi.

Sekedar diketahui, proyek tiga pilar itu meliputi pembangunan Pasar Tradisional Berbasis Moderen, Gedung Uniks dan Hotel Kuansing itu mulai dibangun pada tahun 2014 lalu.

Pada awal mula dibangun pasar tradisional tersebut dianggarkan sebsar Rp44 miliar. Proyek ini dilakukan oleh PT Gunakarya Nusantara sebagai pelaksana.

Sementara untuk pembangunan Uniks dianggarkan sekitar Rp51 miliar. Sedangkan pembangunan Hotel Kuansing sebesar Rp47 miliar.

"Saya komitmen, kami tidak tebang pilih siapa yang terlibat dalam 3 pilar akan berhadapan dengan kami sebagai penegak hukum. Bahwa koruptor adalah musuh bersama dan harus kita Brantas sampai ke akar akarnya," pungkasnya.

Kamis, 29 April 2021

Mangkir Panggilan, Mantan Bupati Minut Ditangkap Kejati Sulut di Jakarta


KABARPROGRESIF.COM: (Manado) Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) menangkap mantan Bupati Minahasa Utara (Minut), Vonnie Anneke Panambunan (VAP). VAP ditangkap di Jakarta pada Selasa (27/4) sekitar pukul 17.00 WIB.

Penangkapan dibantu Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Tim Intelijen Kejati DKI Jakarta, Tim Intelijen Kejari Jakarta Pusat dan Tim Intelijen Kejari Tangerang.

Penangkapan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Nomor : Print - 415 /P.1/Fd.1/04/2021 tanggal 27 April 2021, di Jakarta.

Penangkapan dipimpin langsung Koordinator pada Kejati Sulut Ledrik V. M Takaendengan, Kepala Seksi Penyidikan pada Aspidsus Kejati Sulut Saor Simorangkir dan Kasi A pada Asintel Kejati Sulut Sterry F. Andih. 

Kemudian Satgassus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejati Sulut Alexander Sulung, Maryanti Lesar, dan Cristyana Olivia Dewi.

“Dilakukan penangkapan oleh karena tersangka mangkir sebanyak tiga kali dan tidak memenuhi panggilan dari Tim Penyidik untuk diperiksa sebagai saksi maupun sebagai tersangka,” ujar Kepala Kejati Sulut Dita Prawitaningsih SH MH, Rabu (28/4/2021).

Setelah dilakukan penangkapan, tersangka VAP alias Vonnie diamankan oleh Tim Penyidik di Kantor Kejari Jakarta Pusat. Selanjutnya sekitar pukul 02.30 WIB tersangka dibawa Tim Penyidik ke Manado dengan menumpang maskapai penerbangan Batik Air ID 6274.

VAP ditetapkan sebagai tersangka sejak 15 Maret 2021 berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Nomor : B-298/P.1/Fd.1/03/2021, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Proyek Pemecah Ombak/Penimbunan Pantai Desa Likupang II pada Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2016. Kasus tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6.745.468.182.

Tersangka sempat mengembalikan sebagian uang kerugian negara pada tanggal 17 Maret 2021 melalui penasihat hukumnya sebesar Rp4.200.000.000.

Perbuatan tersangka sebagaimana dalam sangkaan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 15 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan oleh UU No. 21 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

“VAP setelah tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado langsung dibawa ke Rutan Polda Sulut untuk dilakukan penahanan oleh Tim Penyidik Kejati Sulut selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 28 April 2021 sampai dengan 17 Mei 2021,” tambah Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulut, Theodorus Rumampuk.

Megakorupsi ASABRI, Kejagung Mulai Bidik Petinggi Wanaartha Life dan Grup Hukum BNI


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Keuangan dan Investasi PT Wanaartha Life terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana dan inestasi PT ASABRI (Persero) pada Rabu (28/4).

"Saksi yang diperiksa antara lain, DH selaku Direktur Keuangan dan Investasi PT Wanaartha Life," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak daam keterangan tertulis, Rabu (28/4).

Leoanard menuturkan bahwa saksi lain yang diperiksa dalam perkara itu iaah Kepala Grup Hukum BNI (Persero) Tbk, berinisial BH. 

Kedua pihak itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam perkara korupsi ASABRI.

Dia mengatakan bahwa pemeriksaan itu dilakukan oleh penyidik guna mencari bukti terkait kasus yang terjadi di perusahaan pelat merah itu.

"Untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidik tentagn suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada PT ASABRI," jelas dia.

Sebagai informasi, Kejagung menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi ini. Mereka ialah mantan Direktur Utama PT ASABRI Mayor Jenderal (Purn) Adam R. Damiri; Letnan Jenderal (Purn) Sonny Widjaja; Heru Hidayat; dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk., Benny Tjokrosaputro.

Yang lain adalah Kepala Divisi Investasi Asabri Ilham W. Siregar; Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi; Direktur Investasi dan Keuangan Asabri Hari Setiono; mantan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Asabri Bachtiar Effendi; serta Direktur Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo.

Para tersangka diduga telah meugikan keuangan engara hingga mencapai Rp23,7 triliun. 

Sementara nominal uang yang terkumpul dari sejumlah aset sitaan milik tersangka, baru terkumpul Rp10,5 triliun.

Aset sitaan itu di antaranya sejumlah tambang dan barang mewah seperti mobil, apartemen, hotel, tanah, hingga beberapa kapal tongkang. 

Barang-barang itu nantinya digunakan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dan sebagai alat bukti.

Senin, 26 April 2021

Direktur Bidang Pasar Modal BPJS Ketenagakerjaan Diperiksa Kejagung


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung RI memeriksa seorang sebagai saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan.

Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer menyatakan saksi yang diperiksa merupakan seorang direktur di bidang pasar modal.

"Saksi yang diperiksa yaitu KBW selaku Deputi Direktur Bidang Pasar Modal BPJS Ketenagakerjaan," kata Leonard dalam keterangannya, Senin (26/4/2021).

Menurut Leonard, pemeriksaan saksi untuk mendalami perkara korupsi yang membelit perusahaan asuransi plat merah tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada BPJS Ketenagakerjaan," pungkasnya.

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI sebelumnya menduga adanya tindak pidana korupsi yang terjadi dalam tubuh PT BPJS Ketenagakerjaan berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi.

Hasilnya, kasus tersebut ditingkatkan menjadi penyidikan pada Januari 2021.

Kasus tersebut ditangani oleh penyidik pada Jampidsus berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.

Penyidik juga memeriksa sejumlah saksi-saksi untuk mendalami kasus tersebut.

Selain itu, sejumlah dokumen sudah sempat disita dalam penggeledahan kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Jakarta, Senin (18/1/2021) lalu.

Sempat Singgung Adanya Kerugian Negara Rp 20 Triliun

Kejaksaan Agung RI memperkirakan kerugian negara dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun.

Angka itu dibukukan hanya dalam 3 tahun saja.

Demikian disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah.

Hal itu sekaligus menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas risiko bisnis.

"Kalau kerugian bisnis, apakah analisanya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian.

Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi," kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (11/2/2021).

Febrie juga menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan sebagai unrealized loss atau risiko bisnis.

Unrealized loss sendiri biasa digunakan dalam perdagangan di pasar saham.

Artinya, kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksadana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.

Febrie menyampaikan kasus yang dialami BPJS Ketenagakerjaan hampir tidak mungkin dalam kondisi unrealized loss.

Sebab, kerugian yang diterima perseroan mencapai Rp 20 triliun dalam 3 tahun saja.

"Nah sekarang saya tanya kembali dimana ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa unrealized loss (Rp 20 triliun) dalam 3 tahun. Ada nggak seperti itu? saya ingin denger dulu," ungkap dia.

Kendati demikian, pihaknya masih menunggu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.

"BPK yang menentukan kerugian. Ini nanti kita pastikan kerugiannya ini. Karena perbuatan seseorang ini masuk ke kualifikasi pidana atau seperti yang dibilang tadi kerugian bisnis," tandas dia.

Ketua KPK: Secepatnya Periksa Azis Syamsuddin!


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Keterlibatan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam perkara suap yang menyeret Wali Kota Tanjung Balai M. Syahrial dan penyidik Stepanus Robin Pattuju (SRP) belum diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keterangan terkait Azis Syamsuddin, menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri adalah meminta penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) datang ke rumah dinasnya dan bertemu dengan M. Syahrial yang sedang ada masalah hukum.

"Dalam pertemuan tersebut, MS (M Syahrial) menyampaikan permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di 2 pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” ujar Firli di Gedung KPK, Sabtu 24 April 2021.

Terkait kapan Azis diperiksa, Firli tidak bisa memastikan waktu pastinya. Tapi ia ingin agar sesegera mungkin sehingga ketemu benang merahnya.

"Itu kepentingan penyidikan. Secepatnya seperti saya bilang tadi. Kalau bisa Senin diperiksa, kita periksa. Kalau Selasa, secepatnya," katanya.

Hingga kini, kata Firli, pihaknya masih mendalami kasus SRP. Termasuk siapa-siapa atau pihak lain yang terlibat memuluskan perkara suap itu. Kasus suap ini, tegasnya, dipastikan akan terus berlanjut.

Sebab usai pertemuan Syahrial dan SRP dari rumah dinas Azis, ada nama lagi yang tersangkut yakni seorang pegacara bernama Maskur Husain. Kepada Syahrial, Robin kemudian mengenalkan Maskur.

"Sehingga, kami belum bisa mendudukkan apa kepentingan AZ terkait mengurus hal-hal seperti ini. Kalau mau pastinya nanti setelah kita lakukan pemeriksaan,” ujar Firli.

Sabtu, 24 April 2021

Dugaan Korupsi Damkar, Kejari Depok Segera Ambil Kesimpulan


KABARPROGRESIF.COM: (Depok) Sebanyak tiga pegawai di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Depok hari ini kembali datang ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok.

Hingga kini Kejari Kota Depok masih dalam tahapan pengumpulan data dan informasi berkaitan dengan tahapan klarifikasi.

Tiga pegawai yang hari ini dimintai klarifikasi yakni, pegawai staf administrasi bernama M Erwin, Kabid Penanggulangan Bencana, Denny Rumullo dan Kabid Pengendalian dan Operasional Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok, Welman Naipospos. Ketiganya datang dalam waktu terpisah. Erwin dan Welman datang lebih dulu, sedangkan Denny Romulo datang terakhir.

Kedatangan ketiganya dalam rangka memenuhi undangan Kejari Depok untuk diminta keterangan terkait dugaan korupsi yang terjadi di dinas tersebut.Setelah diminta keterangan, Erwin pun langsung bergegas keluar meninggalkan kantor Kejari Depok.

Erwin pun enggan berkata-kata banyak ketika ditanya. “Saya pokoknya ada sudah disini (Kejari Depok). Saya sebagai staf administrasi,” katanya, Jumat (23/4/2021). 

Erwin mengaku dirinya baru sebatas diminta keterangan berkaitan identitas. 

Dia mengaku tidak tahu soal pemotongan dana Covid seperti yang ramai diberitakan. 

“Baru identitas saja. Belum (soal dana Covid),” ungkapnya.

Sementara itu Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, Herlangga Wisnu Murdianto mengatakan sampai saat ini pihaknya masih dalam tahapan pengumpulan data dan informasi berkaitan dengan tahapan klarifikasi. 

Tujuannya untuk pemberian data dan keterangan dari pihak yang dirasa mengetahui masalah.

“Hari ini ada tiga orang yang diminta klarifikasi. Bagaimana hasilnya? kita masih melakukan pendalaman,” katanya. Pihaknya akan melakukan mengambil kesimpulan dalam waktu dekat.

Namun Herlangga masih belum dapat menjelaskan secara detil.“Dalam waktu dekat nanti akan kita simpulkan langkah apa yang kita lakukan terhadap laporan masyarakat,” ujarnya. 

Hingga saat ini sudah ada 18 orang yang diminta klarifikasi oleh Kejari Depok.

Kejagung Janji Tuntaskan 16 Kasus Korupsi yang Mangkrak


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bakal mengusut tuntas perkara-perkara tindak pidana korupsi yang mangkrak. Sejumlah perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan di daerah untuk diselesaikan.

"Dari laporan yang saya terima itu dari Direktur Penyidikan, ada 16 kasus yang kami tangani langsung. Saat ini 30 sekian, kita ada (beberapa kasus) lempar ke daerah," kata Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono kepada wartawan, Jumat, 23 April.

Dalam waktu dekat penyidik bakal melakukan gelar perkara. Tujuannnya, memastikan langkah penanganan selanjutnya.

"Semua punya potensi kalau nggak ada alat bukti, kalau tadi penyelidikan-penyelidikan itu kan banyak jadi tunggakannya tidak hanya penyidikan, penyelidikan juga kan gitu harus diselesaikan," papar Ali.

"Misalnya, sudah ada tersangka, terus tidak ada bukti ya dihentikan. Kalau ada alat bukti segera dilanjutkan jangan sampai orang jadi tersangka terlalu lama karena melanggar HAM," sambung Ali.

Menurut Ali, penyelesaian perkara mangkrak itu merupakan prioritasnya. Sebab, kasus-kasus yang belum terselesaikan itu muncul pada saat sebelum masa kepemimpinannya.

"Intinya, saya nggak suka punya tunggakan. Makanya, banyak yang mau dijadwalkan (gelar perkara), Dirdik sudah minta waktu kepada saya untuk gelar perkara," kata dia.

Jadi Tersangka Suap, Segini Harta Kekayaan Oknum Penyidik KPK


KABARPROGRESIF.COM; (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan oknum penyidiknya yang berasal dari Polri, AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) sebagai tersangka penerima suap. Stepanus diduga telah menerima suap dengan nilai total sekira Rp1,3 miliar dari Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial (MS).

Menilik dari laman elhkpn.kpk.go.id, Stepanus Pattuju terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 30 Maret 2021 untuk periodik 2020. Pada periodik 2020, Stepanus tercatat memiliki harta kekayaan sejumlah Rp461 Juta.

Adapun, ratusan juta kekayaan Stepanus itu terdiri dari tiga kendaraan dengan nilai total Rp111 juta. Kendaraan yang dimiliki mantan Kabag Ops Polres Halmahera Selatan tersebut yakni, motor Yamaha Mio M3 tahun 2015 seharga Rp9 juta; motor Honda Vario tahun 2012 seharga Rp7 juta; serta mobil Honda Mobilio tahun 2017 seharga Rp95 juta.

Stepanus tercatat juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp512 juta. Kemudian, kas dan setara kas Rp10 juta. 

Total harta kekayaan Stepanus tersebut jika dijumlah berkisar Rp633 juta.

Namun demikian, spesialis penyidik muda pada deputi bidang penindakan KPK tersebut ternyata juga memiliki utang sebesar Rp172 juta. 

Sehingga, jika ditotal, harta kekayaan Stepanus berjumlah Rp461 juta.

Sekadar informasi, Stepanus Robin Pattuju ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yakni, M Syahrial (MS), sebagai tersangka pemberi suap dan seorang pengacara, Maskur Husain (MH) yang diduga penerima suap.

Dalam perkara ini, Stepanus Pattuju dibantu Maskur Husain diduga bermufakat jahat dengan M Syahrial. Pemufakatan jahat tersebut yakni berkaitan dengan rencana penghentian penyelidikan perkara dugaan suap jual-beli jabatan di lingkungan Pemkot Tanjungbalai. 

Diduga, M Syahrial terjerat dalam kasus tersebut.

M Syahrial sepakat menyiapkan dana Rp1,5 miliar untuk Stepanus Pattuju dan Maskur Husain agar bisa menghentikan penyelidikan dugaan suap jual-beli jabatan tersebut.

Kesepakatan itu terjadi di rumah dinas Wakil Ketua DPR asal Golkar Aziz Syamsuddin, Jakarta Selatan.

Namun, dari kesepakatan awal Rp1,5 miliar, Stepanus Pattuju baru menerima uang suap total Rp1,3 miliar. Uang itu diberikan M Syahrial melalui transfer ke rekening bank milik Riefka Amalia.

Kepala Samsat Malingping Ditahan, Ino Kasusnya


KABARPROGRESIF.COM: (Serang) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menahan Kepala Samsat Malingping, Samad, sebagai tersangka penyalahgunaan lahan gedung baru UPT Samsat Malingping yang berlokasi di jalan raya Baru Simpang Beyeh, KM 03, Desa Malingping Selatan, Kecamatan Malingping, Serang, Banten.

Hal ini dibenarkan Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Herbon Siahaan, Kamis (22/4), di Serang, Banten.

"Benar, kami telah menetapkan tersangka atas kasus pengadaan lahan gedung baru UPT Samsat Malinping," katanya. 

Belum diketahui jumlah kerugian negara akibat kasus tersebut.

Berdasarkan data yang dihimpun, perencanaan awal gedung Samsat sekitar Juli 2020. Rencananya, dibelanjakan lahan sekitar 10.000 meter persegi untuk gedung Samsat baru. 

Namun setelah adanya refocusing APBD Banten 2020 karena pandemi Covid-19, anggaran berkurang. Jadi hanya bisa dibelanjakan tanah seluas 6.500 meter persegi.

Kepala UPT Samsat Malinging, Samad bertindak langsung sebagai Sekretaris Pengadaan Lahan Tim Pembebasan Lahan untuk gedung Samsat Malingping. 

Dia diperintah langsung oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten.

Kepala Kejati Banten Asep Nana Mulyana menjelaskan, pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Samsat ini merupakan hasil kolaborasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak.

Dari pengungkapan perkara ini, lanjut Asep Nana Mulyana, Kejati Banten menemukan alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. 

Sebagai Sekretaris Pengadaan Lahan, Samad tahu persis lokasi tersebut akan digunakan untuk gedung UPTD Samsat Malingping.

Dia lalu membeli lahan terlebih dulu dengan harga tertentu, kurang lebih 100 ribu rupiah per meter. 

"Kemudian saat akan digunakan, negara membayar lebih besar atau 500 ribu rupiah per meter. Kami terus dalami untuk mencari tersangka lain," ujar Asep.

Asep Nana Mulyana melanjutkan, modusnya disebut corruption by designed. Jadi korupsi yang sudah direncanakan. Dia tahu persis lahan akan dibangun Samsat. 

Dia beli dulu tanahnya itu. Kemudian dia tidak membaliknamakan dulu seolah-olah yang bersangkutanlah orang-orang tertentu pemilik tanah. 

Tetapi pada saat pembayaran, dia mendapat selisih dari harga yang seharusnya diterima pemilik lahan dari 3 sertifikat.

Tersangka Baru

Lebih jauh Asep Nana Mulyana merasa yakin kemungkinan ada tersangka baru. Namun dia enggan menduga-duga sebelum ada alat bukti yang cukup. 

"Tersangka baru, kemungkinan ada. Nanti kita lihat dulu ya. Kami tidak mau berandai-andai. Kami tidak akan menduga-duga menetapkan tersangka ataupun pihak-pihak yang terkait. Harus ada alat bukti cukup. Kami harus bertindak profesional," tuturnya. 

Samad sendiri sekarang) dititipkan di rutan pandeglang.

Kejari Lahat Jebloskan Mantan Kades ke Penjara


KABARPROGRESIF.COM: (Lahat) Mantan Kepala Desa (Kades) Perangai Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat berinisial A terpaksa diamankan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat, Kamis (22/4).

Pasalnya mantan Kades tersebut diduga kuat terlibat mengkorupsi anggaran dana desa tahun anggaran 201i yang bersumber dari APBN.

Kajari Lahat Fitrah SH melalui Kasi Pidsus Anjasra Karya SH menjelaskan, mantan Kades tersebut melakukan tindak pidana korupsi dana desa pada saat tahun anggaran 2018.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan inisial A ini kita tetapkan sebagai tersangka. Kita titipkan di Lapas Kelas II A Lahat hari ini untuk 20 hari depan,” ujar Anjas didampingi Kasi Intel Kejari Lahat Faisal Basni SH.

Disampaikan Anjar, Dugaan tindak pidana korupsi dilakukan tersangka dengan mengadakan bangunan fiktif salah satunya berupa Posyandu, atas perbuatan tersangka negara mengalami kerugian ratusan juta rupiah.

Selain itu, Anjasra mengungkapkan, bahwa berdasarkan keterangan tersangka, tersangka mengakui perbuatannya telah menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi salah satunya adalah digunakan tersangka pada saat Pileg (Pemilihan legislatif).

“Tersangka dalam pemeriksaan mengakui perbuatannya dan menggunakan dana desa untuk kepentingan pribadinya, selain bangunan fiktif berupa Posyandu dana desa tersebut digunakan tersangka untuk kampanye pada saat Pileg tahun lalu,” pungkasnya.

Usai menjalani pemeriksaan, nampak Antoni berjalan tertunduk lesu didampingi Rusdi Somad SH Penasehat Hukumnya, menuju mobil tahanan Kejaksaan yang selanjutnya menuju Lapas kelas II A Lahat.

15 Tahun Buron, Asong Pembalak Liar Ditangkap Tim Tabur Kejagung


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Tim Tangkap Buronan Kejaksaan telah menangkap buronan terpidana kasus pembalakan hutan di Kalimantan, yakni Prasetyo Gow.

"Setelah 15 belas tahun buron, terpidana kasus pembalakan liar Prasetyo Gow alias Asong berhasil diamankan, pada Kamis (22/4) siang sekisar pukul 11.30 WIB," ungkap Leo di Jakarta, Kamis (22/4/2021)

Dia menjelaskan, Asong ditangkap di suatu apartemen di kawasan Kemayoran, Jakarta Utara.

"Tim Tangkap buronan Kejaksaan Agung bersama Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat berhasil meringkus Asong saat berada di The Royal Spring Hill Residence, Jalan Benyamin Suaeb, Pademangan Timur, Kemayoran, Jakarta Utara," ungkap Leo.

Awal Kasus

Asong sebelumnya pernah ditangkap aparat Polda Kalimantan Barat, pada September 2004.

Saat itu, kata Leo, Asong ditangkap di Tempat Penumpukan Kayu (TPK) Lalang Lestari Sungai Pawan, Desa Sukaharja, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

"Ketika itu polisi mengamankan puluhan ribu batang kayu yang diangkut dua unit kapal motor. Kapal Motor Javi mengangkut 13.758 batang kayu jenis bengkirai dan rimba campuran, dan Kapal Motor Layan Bermakna yang memuat 32.495 batang kayu jenis meranti, bengking, kapur, keruing dan kempas," tegas Leo.

Operasi Plastik

Ternyata, dalam misi pelarian diri, Asong mengubah bagian tubuh demi melabui aparat penegak hukum.

“Terpidana mengubah bentuk wajahnya, pada hidung dan rahang. (Itu, red) dengan cara operasi plastik di Jakarta, dan menggunakan nomor telepon luar negeri, yaitu Singapura,” ungkap Leo.

Masuk Penjara

Terpidana Asong, kata dia, saat ini langsung dijebloskan ke penjara dengan dititipkan sementara di Rutan Salemba, Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

“Terpidana dititipkan sementara sambil menunggu kedatangan Tim Jaksa Eksekutor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat,” kata Leo.

Dia menyebutkan, sesuai putusan Mahkamah Agung Nomor: 2370 K/PID/2005 Tanggal 28 Juli 2006, Asong dihukum empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair lima bulan kurungan.

"Buronan Kejati Kalimantan Barat ini dihukum karena mengangkut atau memilki hasil hutan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH)," terang Leo.

Asong sebagai buronan terpidana, lanjut dia, diketahui melarikan diri ke Singapura.

"Perbuatannya melanggar pasal 78 ayat 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Namun, saat dipanggil jaksa eksekutor untuk dieksekusi ke dalam penjara, Asong melarikan diri. Bahkan selama buron dia sempat mempermak wajahnya di Singapura untuk mengelabui aparat penegak hukum," kata Leo.