Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Pilkada Surabaya 2024 Tanpa Bakal Calon Perseorangan

KPU Kota Surabaya menyatakan pemilihan kepala daerah tahun 2024 tanpa diikuti pasangan bakal calon kepala daerah perseorangan karena faktor kurangnya syarat dukungan yang harus dipenuhi oleh para bakal calon tersebut.

Wali Kota Eri Cek Penggunaan Dana Kelurahan

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi blusukan ke perkampungan untuk mengecek penggunaan Dana Kelurahan (Dakel) yang digunakan untuk membangun saluran.

Bapaslon Independen Pilkada Kecewa Sikap KPU Surabaya

Bapaslon independen Pilkada Surabaya, Pandu Budi Raharjono-Kusrini Purwijanti menyasalkan sikap komisioner KPU Surabaya yang tak mau menerima copy data pendukung meskipun hanya terlambat cuma dua menit.

Sambut HJKS ke-731, Pegawai Pemkot Surabaya Cat Ulang Curbing Median Jalan

Menyambut Hari Jadi Kota Surabaya ke-731, seluruh pegawai di lingkup Pemkot Surabaya melakukan kerja bakti dengan mengecat ulang curbing median jalan atau pembatas jalan yang meliputi 51 ruas jalan di Kota Surabaya.

Pemkot Surabaya Bangun 8 Wisata Rakyat

Upaya Pemkot Surabaya memanfaatkan aset agar memberikan kontribusi sekaligus menciptakan lapangan kerja antara lain dilakukan dengan membangun Wisata Rakyat di 8 lokasi, khususnya di wilayah Surabaya Barat.

Senin, 01 Maret 2021

Ditangan Artidjo Alkostar, Vonis Korupsi Kakap Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum Hingga Akil Mochtar Semakin Berat


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Indonesia kehilangan sosok hebat dari dunia hukum. Artidjo Alkostar menghembuskan nafas terakhirnya di usai 72 tahun pada Minggu, 28 Februari.

Pria yang lahir di Situbondo, 22 Mei 1948 ini menjabat sebagai Hakim Agung sejak 2000 dan pensiun pada 22 Mei 2018. Selama 18 tahun ini banyak kasus besar yang ditanganinya.

Kasus proyek pusat olahraga Hambalang, suap impor daging, dan suap ketua Mahkamah Konstitusi menjadi beberapa perkara yang ditanganinya.

Untuk kasus proyek pusat olahraga Hambalang, Artidjo Alkostar memperberat vonis politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh menjadi 12 tahun, Rabu, 20 November 2013 lalu. Sebelumnya, dia divoinis empat tahun enam bulan.

Kemudian, Artidjo juga memperberat vonis terhadap mantan Ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dalam perkara korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Sebelumnya, Anas divonis 7 tahun dan diperberat menjadi 14 tahun penjara.

Untuk kasus suap ketua Mahkamah Konstitusi, Artidjo memperkuat vonis Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Akil Mochtar, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan alasan itu, Artidjo Alkostar menjadi momok menakutkan bagi para koruptor. Sebab, dia tak segan menghukum para koruptor dengan sanksi terberat.

Setelah pensiun, Artidjo Alkostar memutuskan bergabung dengan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Artidjo Alkostar meninggal karena menderita dua penyakit.

"Beliau meninggal dunia karena penyakit jantung dan paru-paru," ucap Mahfud saat dikonfirmasi wartawan, Minggu, 28 Februari.

KPK Dalami Kasus Nurdin Abdullah, Sebut Ada Peluang Tersangka Baru


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memgungkapkan, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus Nurdin Abdullah. 

Sejauh ini, KPK terus mendalami pihak-pihak mana saja yang terkait kasus infrastruktur ini.

KPK telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi suap proyek pembangunan infrastruktur. 

Nurdin ditetapkan jadi tersangka lantaran menerima gratifikasi atau janji dari seorang pengusaha.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan KPK akan mendalami kasus ini, termasuk mempelajari barang bukti yang sudah diamankan.

“Jadi Kita tidak menutup kemungkinan nama-nama yang disebutkan tadi perlu kita dalami, apakah betul dia adalah seseorang yang melakukan perbuatan, apakah perbuatan itu adalah perbuatan melawan hukum, apakah itu juga memiliki kesalahan, apakah itu juga dapat kita pertanggungjawabkan,” kata Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021) dini hari.

“Dan yang paling penting adalah KPK bekerja dengan prinsip adanya kecukupan alat bukti. Jadi jangan kuatir. Kalau ada yang belum ketangkap, seketika alat bukti cukup, pasti kita lakukan penangkapan,” lanjutnya.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi suap proyek pembangunan infrastruktur di wilayahnya.

Nurdin ditetapkan jadi tersangka lantaran menerima gratifikasi atau janji dari seorang pengusaha.

“Dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara, atau para pihak yang yang mewakilinya. Terkait dengan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur di Sulsel,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri KPK dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (28/2/2021) dini hari.

Saat konferensi pers, Nurdin dan sejumlah orang yang diamankan KPK di Makassar dihadirkan mengenakan rompi tahanan KPK.

KPK menetapkan tersangka berdasarkan penyelidikan dan keterangan para saksi. Nurdin ditetapkan menjadi tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Sulsel inisial ER.

“Sebagai penerima yaitu saudara NA (Nurdin Abdullah) dan saudara ER Sekdis PUPR Sulsel, sebagai sebagai pemberi adalah saudara AS,” kata Firli.

“Adapun para tersangka tersebut disangkakan, saudara NA dan ER, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 12 huruf b, atau pasal 11 dan pasal 12 B besar Undang-undang nomor 31 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” lanjut Firli.

Usai ditetapkan menjadi tersangka, Nurdin ditahan di Rutan KPK. “Saudara NA ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur,” tuturnya.