Kamis, 12 Oktober 2023


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Dua Penasehat Hukum terdakwa Dindin Kamaludin yakni Timur Ibnu Hamdani dan Heykal Anwar Putra mengaku bersyukur atas eksepsi yang diterima Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.

Menurutnya Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor yang menyidangkan Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018 telah memberikan keadilan bagi kliennya.

Nah, dengan diterimanya eksepsi tersebut semakin menegaskan bahwa perkara ini merupakan perkara koneksitas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Panglima dengan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

“Di dakwaan disebut bahwa perkara ini koneksitas. Dalam undang-undang harus melibatkan unsur militer dan sipil. Didalam dakwaan perkara ini secara yuridis harus berdasarkan pada Pasal 94 KUHAP dan Pasal 203 tentang Peradilan Militer,” jelas Timur Ibnu Hamdani didampingi Heykal Anwar Putra, Sabtu (14/10).

Tak hanya itu, Timur Ibnu Hamdani juga mengapreasi perintah dari majelis hakim agar membebaskan kliennya dari tahanan.

“Faktanya klien kami secara total telah ditahan selama 219 hari, sedangkan KUHAP mengatur jangka waktu maksimal penahanan adalah 200 hari, oleh karena itu demi hukum Terdakwa 1 harus dibebaskan dari rumah tahanan, karena telah melampaui batas maksimal akumulasi penahanan yang diatur oleh KUHAP,” pungkasnya.

Sebelumnya saat persidangan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda pembacaan putusan sela.

Majelis Hakim yang diketuai I Dewa Gede Suardhita menyatakan dakwaan JPU Kejati Jatim gugur dan meminta terdakwa dibebaskan dari tahanan.

"Mengadili, Menyatakan keberatan/Eksepsi dari Terdakwa I, Didin Kamaludin dan Terdakwa II, Ikhwan Nursyujoko diterima," kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan putusan selanya, Kamis (12/10).

Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga menyatakan Surat Dakwaan dengan nomor Registrasi perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin dan Surat Dakwaan dengan nomer Registrasi 432/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 2023 atas nama Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko batal demi hukum.

"Memerintahkan untuk mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum," jelasnya.

Tak hanya itu, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga memerintahkan agar Terdakwa Terdakwa I Didin Kamaludin dan Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko dibebaskan dari tahanan.

Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha mengatakan semestinya Jaksa Oditur Militer juga ikut menyusun surat dakwaan dan menandatangani surat dakwaan, sehingga kapasitas penuntutan dalam perkara a quo menjadi lebih jelas dan tidak kabur.

“Menimbang oleh karena surat dakwaan dengan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin hanya ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum sehingga bisa menjadi surat dakwaan tanpa seseorang yang mewakili dari unsur militer yang ditunjuk untuk ikut menandatangani surat dakwaan tersebut, maka surat dakwaan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tidak sesuai dengan Pasal 203 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” pungkas Ketua Majelis Hakim Dewa Gede Suarditha mengakhiri persidangan dengan mengetuk palu.

Seperti Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya mengabulkan Eksepsi dari Penasihat Hukum dua terdakwa yakni dari pihak militer Didin Kamaludin dan terdakwa dari Sipil Ikhwan Nursyujoko.

Kedua terdakwa itu terjerat perkara koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018.

Awalnya persidangan yang digelar di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya sempat diskors selama 30 menit oleh Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarfhita.

Agenda persidangan yang sempat tertunda selama dua kali dengan agenda eksepsi atau nota keberatan. Agar efektivitas waktu, usai tanggapan eksepsi oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jarim.

Majelis Hakim langsung membacakan putusan sela.

Dalam putusan sela itu, majelis hakim menyatakan dakwaan JPU Kejati Jatim gugur dan meminta terdakwa dibebaskan dari tahanan.

"Mengadili, Menyatakan keberatan/Eksepsi dari Terdakwa I, Didin Kamaludin dan Terdakwa II, Ikhwan Nursyujoko diterima," kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha saat membacakan putusan selanya, Kamis (12/10).

Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga menyatakan Surat Dakwaan dengan nomor Registrasi perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin dan Surat Dakwaan dengan nomer Registrasi 432/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 2023 atas nama Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko batal demi hukum.

"Memerintahkan untuk mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum," jelasnya.

Tak hanya itu, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga memerintahkan agar Terdakwa Terdakwa I Didin Kamaludin dan Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko dibebaskan dari tahanan.

Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha mengatakan semestinya Jaksa Oditur Militer juga ikut menyusun surat dakwaan dan menandatangani surat dakwaan, sehingga kapasitas penuntutan dalam perkara a quo menjadi lebih jelas dan tidak kabur.

“Menimbang oleh karena surat dakwaan dengan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin hanya ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum sehingga bisa menjadi surat dakwaan tanpa seseorang yang mewakili dari unsur militer yang ditunjuk untuk ikut menandatangani surat dakwaan tersebut, maka surat dakwaan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tidak sesuai dengan Pasal 203 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” pungkas Ketua Majelis Hakim Dewa Gede Suarditha mengakhiri persidangan dengan mengetuk palu.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.


KABARPROGRESIF.COM: (Kupang) Pangkoarmada II Laksda TNI Yayan Sofiyan, S.T., M.Si., CHRMP., M.Tr.Opsla., didampingi Komandan Lantamal VII Kupang Laksma TNI I Putu Darjatna, M.Tr.Opsla., menggelar tatap muka dengan seluruh Prajurit Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) VII Kupang baik Perwira, Bintara, Tamtama dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta ibu-ibu Jalasenastri Pengurus Jalasenastri Korcab VII Daerah Jalasenastri Armada II, bertempat di Marshalling Area Mako Lantamal VII, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kamis (12/10).

Dalam pengarahannya, Pangkoarmada II menyampaikan bahwa kita hidup dalam era ketidakpastian dan perubahan yang dinamis, serta cepat dengan perkembangan/tranformasi teknologi digital, sehingga berdampak positif dan negatif bagi kehidupan prajurit dan keluarga.

“Transformasi teknologi dan transformasi digital jangan jadikan kita sebagai korban, tetapi bagaimana kita bisa memanfaatkan situasi menjadi keberpihakan dan keuntungan bagi kita. Saat ini, banyak peluang yang dapat menjerusmuskan prajurit dalam suatu kesalahan, seperti pinjaman online, judi online, flexing, dll. Gunakan energi kalian untuk pengabdian terbaik bagi TNI AL,” tegasnya. 

“Berkaitan dengan penugasan saat ini, kalian hendaknya harus selalu bersyukur. Kita sudah berkomitmen untuk siap sedia ditempatkan dimana saja, dan masih banyak teman kita yang belum diberikan kesempatan menjadi seorang prajurit, untuk itu, janganlah selalu melihat ke atas, laksanakan tugas-tugas dengan penuh keikhlasan, dan gali kreativitas kalian,” ujar Pangkoarmada II.

Diakhir sambutannya, Pangkoarmada II menyampaikan kepada ibu-ibu Jalasenastri untuk medukung tugas suami dalam kedinasan. 

“Jangan pernah menuntut lebih kepada suami, bina keluarga dan arahkan anak-anak kita pada hal-hal baik yang disertai pondasi agama yang kuat, jaga keharmonisan rumah tangga, senantiasa bersyukur dan berdoa, karena urusan rejeki sudah ada yang mengatur,” terangnya.



KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menanggapi eksepsi atau nota keberatan dari dua terdakwa yakni Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko.

Keduanya terjerat kasus Koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018.

Tanggapan eksepsi itu dibacakan usai JPU meminta skors waktu selama 30 menit di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Tanggapan akan kami sampaikan. Selanjutnya untuk tanggapan lainnya belum dalam tulisan ini akan kami sampaikan secara lisan yang mulia," kata JPU Kejati Jatim, Kamis (12/10).

JPU menerangkan, tanggapan untuk terdakwa Dindin Kamaludin disebut terdakwa 1 sebanyak dua pokok eksepsi.

Diantaranya terkait masa penahanan terdakwa 1 yang sudah melampaui batas waktu.

Dan Pasal 94  KUHAP jo Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Menanggapi terdakwa 1 ada dua pokok eksepsi terkait dengan masa penahanan yang melewati batas. Tanggapan saya tidak benar karena masa penahanan tidak melewati 200 hari. 23 September 2023 pas 200 hari. Berkas kita limpah ke pengadilan hari selasa 19 September 2023. Tanggal 20 September sampai 26 September 2023 itu terdakwa menjalani penahanan. Sehingga tidak benar yang mulia. Malah justru 200 hari kita hitung masih kurang 4 hari. Masa penyelidikan, penyidikan 196 hari," jelasnya.

Sedangkan untuk tanggapan pada nota keberatan pada point ke dua, JPU enggan membacakan. 

Ia lebih memilih menyerahkan berkas kepada Majelis hakim dan penasehat hukum dua terdakwa sebelum sidang berlangsung.

"Selanjutnya eksepsi terkait pasal 
jawabannya ada secara tertulis kami sampaikan tidak perlu kami bacakan," tandasnya.

Nah, untuk tanggapan pada ekseksi terdakwa Ikhwan Nursyujoko atau terdakwa 2, menurut JPU ada empat pokok eksepsi.

"Selanjutnya eksepsi dari terdakwa 2 terdiri dari 4 keberatan. Terkait sprindik tidak sah seharusnya yang benar adalah Jaksa Agung dan bukan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Bahwa terbitnya surat perintah penyidikan tertulis Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa timur sudah sesuai dengan perundang-undangan mendasari pada surat keputusan bersama antara Menhan RI, Jaksa Agung RI dan Panglima TNI tanggal 7 Desembwr 2021," tegasnya.

JPU menambahkan, untuk 3 nota keberatan diantaranya, dakwaan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap.

Lalu Error In Persona, Error In Persona yang juga disebut Exception In Persona.

Dan perkara A QUO bukanlah perkara koneksitas.

"Tanggapan kami bahwa eksepsi tim pensehat hukum terdakwa tersebut telah masuk pada pokok perkara dan tidak masuk dalam obyek eksepsi," pungkasnya.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.


KABARPROGRESIF.COM: (Lanny Jaya) Dansatgas Pamrahwan Yonif 721/Makkasau, Letkol Inf Heri Kuswanto menyambut kedatangan Danbrigif 11/BS di Pos Satgas Yonif 721/Mks. 

Kedatangan Danbrigif itu, dalam rangka kunjungan kerja dan pengendalian, serta pengawasan ke jajaran Pos Satgas.

Dikatakan Dansatgas, kunjungan yang dilakukan oleh Letkol Inf Yoki Malinton Kurniafari itu merupakan suatu kehormatan bagi Satuannya. 

“Kunjungan itu juga bisa meningkatkan moril dan semangat prajurit,” ucap Dansatgas. Kamis (12/10/2023).

Pada kunjungan itu, kata Letkol Inf Heri, beberapa pos pengamanan ditinjau langsung oleh Danbrigif. 

Bahkan, dalam kunjungan itu, Danbrigif mengungkapkan jika Kemanunggalan TNI dan rakyat mampu diwujudkan dengan baik oleh Satgas Yonif 721/Mks.

“Tugas operasi ini, adalah ujian sekaligus suatu kehormatan. Maka dari itu, kita akan melaksanakan semua tugas sesuai dengan prosedur yang berlaku,” bebernya.



KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Tajamnya eksepsi atau nota keberatan yang dibacakan kuasa hukum dari dua terdakwa kasus Koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018 membuat jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jatim dan Majelis Hakim kelabakan.

Pasalnya kedua institusi Ini tak bisa menjawab eksepsi yang bacakan kuasa hukum dua terdakwa yakni Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko.

Alhasil usai mendengarkan eksepsi sekitar 35 menit atau pukul 14 30 WIB tersebut, JPU Kejati Jatim meminta kepada Majelis Hakim yang diketuai I Dewa Gede Suardhita, SH. MH agar persidangan diskors selama 30 menit.

Tujuannya dengan waktu setengah jam itu, JPU bisa menanggapi eksepsi tersebut.

Adapun dua eksepsi dari terdakwa Dindin Kamaludin yakni pertama terkait masa penahanan terdakwa yang sudah melampai batas waktu hingga 19 hari.

Dan Pasal 94  KUHAP jo Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Sedangkan untuk eksepsi dari terdakwa Ikhwan Nursyujoko berjumlah 4, diantaranya soal Surat perintah penyidikan yang tak tertulis tanggal. 

Namun hanya tertera bulan dan tahun.

Serta dakwaan tidak cermat tidak jelas dan tidak lengkap.

Lalu ketiga merumuskan Error In Persona, Error In Persona yang juga disebut Exception In Persona.

Dan ke empat yakni perkara A QUO bukanlah perkara koneksitas.

"Kami akan menanggapi mohon waktu," kata salah satu JPU Kejati Jatim kepada Ketua Majelis Hakim, Kamis (12/10).

"Hari ini?" jawab Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suardhita.

"Tapi mohon waktu yang mulia," jelas JPU.

"Butuh berapa?" tanya Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suardhita lagi.

"30 menit yang mulia," tegas JPU.

Sedangkan untuk eksepsi kepada Majelis hakim yang diajukan terdakwa Dindin Kamaludin terkait Perkara Koneksitas akan tetapi tidak melibatkan hakim dari unsur militer.

Namun sayangnya eksepsi terdakwa Dindin Kamaludin belum mendapat tanggapan dari Majelis Hakim.

Waktu skors yang kedua oleh mejelis hakim selama 30 menit atau pukul 16.20 WIB, usai mendengarkan tanggapan dari JPU atas eksepsi kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya.

Bhkn usai skors waktu itu Majelia hakim langsung membacakan putusan sela.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.




KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Sebagai bentuk perhatian dan kepedulian terhadap keluarga prajurit, Ketua Daerah Jalasenastri Armada II Ny. Peni Yayan Sofiyan beserta seluruh Pengurus Daerah Jalasenastri Armada II melaksanakan kunjungan sosial ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan berkesempatan memberikan vitamin “A” untuk anak usia di Bawah Lima Tahun (Balita) bertempat di Balai RW Flat B yang berada di Daerah Basis Angkatan Laut (DBAL) Koarmada II, Kamis (12/10).

Dalam kunjungan tersebut dilaksanakan pula penimbangan berat badan, ukur tinggi badan, imunisasi, dan pemberian nutrisi tambahan berupa vitamin A kepada para balita dari putra putri keluarga besar Koarmada II yang tinggal di sekitar Flat DBAL. 

Tujuan dari pemberian vitamin tersebut adalah untuk menjaga gizi agar balita tetap sehat dan kuat.

Terlihat naluri keibuan dari seorang istri orang nomor 1 di Koarmada II tersebut, nampak turut menggendong, menimbang dan memberikan vitamin A kepada Balita yang hadir dalam posyandu tersebut.

Usai melaksanakan posyandu Ketua Daerah Jalasenastri Armada II beserta rombongan melanjutkan kunjungannya ke Rumah Pintar (Rumpin) Dolphin, yang merupakan salah satu fasilitas pendidikan usia dini (Paud) milik Koarmada II yang berada di DBAL Koarmada II, untuk menyapa anak-anak Paud serta berkesempatan untuk memberikan fasilitas berupa alat bermain.

Tak hanya menyapa dan mengobrol dengan anak-anak, Ny. Peni Yayan Sofiyan juga memberikan cinderamata kepada Ketua Yayasan dan pengurus Rumpin Dolphin.


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Eksepsi atau nota keberatan terdakwa Ikhwan Nursyujoko yang dibacakan kuasa hukumnya secara bergantian yakni Lalu Abdi Mansyah, SH., CLI dan Muhammad Naufal Ali Syafi'i, SH MH. CLI menganggap pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim salah.

Sebab dalam dakwaannya, JPU Kejati Jatim mendalilkan bahwa terdakwa telah melakukan Tindak Pidana di Bidang perpajakan.

Terdakwa Ikhwan Nursyujoko, kata Lalu Abdi Mansyah telah melanggar pasal-pasal dalam betuk Dakwaan Primair-Subsidair, yaitu, Primair, Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, Subsidairnya, Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Dalam penerapan hukum diatas, terlihat bahwa Penuntut Umum telah salah dalam menerapkan hukum yang seharusnya dikenakan kepada Terdakwa Ikhwan Nursyujoko, S. Ag, Penuntut Umum dalam perkara ini terlalu tergesa-gesa dalam menentukan Terdakwa Ikhwan Nursyujoko, S. Ag sebagai orang yang diduga bersalah. Dimana dalam perkara  a quo  yang menjadi materi perkara adalah terkait adanya kerugian Negara dari PT. Sier Puspa Utama (SPU) atas proyek pekerjaan Pembangunan perumahan Prajurit Setara Tower 6 lantai di Cijantung Jakarta Timur, dimana uang yang sudah dikeluarkan oleh PT. Sier Puspa Utama selaku penerima kerja sebesar Rp1.250.000.000," kata Lalu Abdi Mansyah saat mbacakan eksepsi di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (12/10).

Pekerjaan tersebut, menurut Lalu Abdi Mansyah didasarkan pada adanya perjanjian kerjasama Pembangunan Perumahan Prajurit setara Tower 6 lantai Cijantung Jakarta Timur Nomor : 1.001/DIR.1/PKS-NIB/SPU/I/2018 tertanggal 08 Januari 2018 dan Letter Of Agreement (LOA) Nomor : RS 041/1-TNI/2018 tanggal 24 Januari 2018.

"Bahwa terkait dengan perkara proyek pembangunan perumahan Prajurit Setara Tower 6 Lantai Cijantung yang diduga mengkibat kerugian negara sebesar Rp1.250.000.000 telah diputus dan dipertanggungjawabkan oleh Direktur Utama PT. Sier Puspa Utama pada saat itu, yaitu Saksi Dwi Fendi Pamungkas dan Kepala Biro Teknik PT. Sier Puspa Utama, yaitu saksi Agung Budhi Satriyo, yang keduanya sudah mendapatkan vonis hukuman pidana oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Surabaya sebagaimana putusan perkara Nomor : 167/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Sby  tertanggal 05 April 2023 atas nama terdakwa Agung Budhi Satriyo dan putusan perkara Nomor : 166/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Sby  tertanggal 05 April 2023 atas nama terdakwa Dwi Fendi Pamungkas," ungkapnya.

Nah, lanjut Lalu, sangat ironis terhadap perkara yang sudah diputus dan sudah ada pihak yang dimintai pertanggungjawaban terkait tindak pidana korupsi  proyek pekerjaan Pembangunan perumahan  Prajurit Setara Tower 6 lantai di Cijantung Jakarta Timur, masih dibuka kembali dan didakwakan kepada terdakwa Ikhwan Nursyujoko yang sama sekali tidak memiliki peran yang signifikan dalam perkara a quo.

"Justru terdakwa merupakan pihak yang menjadi korban dengan menderita kerugian materiil secara pribadi sebesar kurang lebih Rp900 juta yang sudah digelontorkan atas proyek Pembangunan perumahan  Prajurit Setara Tower 6 lantai di Cijantung Jakarta Timur, sehingga apakah tepat dan mencerminkan rasa keadilan seorang korban dijadikan sebagai pelaku atau bahkan didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang notabenenya merupakan perbuatan dari pihak lain. seperti saat ini terdakwa Ikhwan Nursyujoko didudukkan di atas kursi “keadilan”," tegasnya.

Seyogyanya masih kata Lalu, Majelis Hakim dapat mencermati dan memeriksa dengan seksama terhadap penerapan sanksi berupa sanksi pidana yang ditujukan kepada terdakwa Ikhwan Nursyujoko oleh Penuntut Umum.

"Kami selaku penasihat hukum terdakwa menilai hal yang demikian sebagaimana dalam bentuk dakwaan penuntut umum yang berbentuk subsidaritas adalah tanda terlalu yakin dan terburu-buru dari Penuntut Umum dengan tanpa memperhatikan adanya kebenaran materiil dalam mendakwa terdakwa Ikhwan Nursyujoko," tandasnya.

Maka untuk itu, Lalu berpendapat, Penuntut Umum terlalu percaya diri dan terkesan tergesa-gesa dalam menerapkan dakwaan yang ditujukan kepada terdakwa Ikhwan Nursyujoko. 

"Seyogyanya penuntut umum menyusun dakwaan secara pasti dengan tidak memberikan gambaran seolah-olah penuntut umum percaya dan semata-mata hanya untuk menunaikan tugasnya sebagai Penegak Hukum tanpa menimbang terhadap perbuatan yang dilakukan Terdakwa. Oleh karenanya, menurut hemat kami penasehat hukum terdakwa surat dakwaan penuntut umum tidak cermat," paparnya.

Bahwa dalam membuat surat dakwaan, kata Lalu, penuntut umum haruslah mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan unsur-unsur delik tersebut dengan uraian perbuatan materiel yang dilakukan oleh terdakwa, di mana hal tersebut adalah merupakan suatu syarat materiil suatu surat dakwaan sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

"Bahwa dalam surat dakwaannya penuntut umum merangkai perbuatan pidana terdakwa dengan bentuk dakwaan susidairitas, didalam dakwaaan penuntut umum tersebut apa yang diuraikan mengenai perbuatan materiil yang dilakukan oleh terdakwa tidak secara jelas dan lengkap diuraikan, dakwaan tersebut lebih banyak menguraikan peran serta terdakwa Dindin Kamaludin, yang justru merupakan pihak yang berperan aktif dalam proyek pekerjaan Pembangunan perumahan  Prajurit Setara Tower 6 lantai di Cijantung Jakarta Timur, yang berhubungan langsung dengan pihak PT. Sier Puspa Utama serta sebagai pihak yang menyiapkan kelengkapan secara administrasi persyaratan proyek tersebut, sehingga dari proses dan tindakan yang dilakukan oleh terdakwa Dindin Kamaludin telah diproses dan diverifikasi lebih lanjut oleh manajemen PT. Sier Puspa Utama, setelah dinyatakan lengkap serta dokumen sudah clean and clear pihak manajemen akhirnya menyetujui untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk kepentingan proyek secara bertahap," tandasnya.

Bahwa sangat jelas, lanjut Lalu tidak ada perbuatan atau peran terdakwa Ikhwan Nursyujoko, yang secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara melalui dana yang dikeluarkan oleh PT. Sier Puspa Utama, peran dan kapasitas terdakwa yang sebenarnya adalah sama dengan PT.SPU, yaitu sebagai pelaksana dan penerima kerja, yang notabenenya pekerjaan tersebut didapatkan dari pihak yang mengatasnamakan TNI yang dalam hal ini terdakwa Dindin Kamaludin, sehingga dikarenakan tidak ada perbuatan materiil ataupun kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa Ikhwan Nursyujoko, dalam perkara  a quo menunjukkan ketidak cermatan penyidik dalam menentukan tersangka dan ketidak cermatan penuntut umum dalam menguraikan perbuatan materiil yag dilakukan oleh terdakwa Ikhwan Nursyujoko, sehingga akibatnya dakwaan haruslah dinyatakan batal demi hukum.

"Bahwa jika melihat secara cermat mengenai uraian dakwaan dari Penuntut Umum mengenai kapasitas dan peran terdakwa 2 Ikhwan Nursyujoko, penuntut umum seolah - olah ragu dalam menentukan dan merangkai perbuatan materil yang dilakukan oleh terdakwa, karena pada faktanya terdakwa Ikhwan Nursyujoko, tidak pernah berperan aktif dalam menawarkan proyek pekerjaan Pembangunan perumahan Prajurit Setara Tower 6 lantai di Cijantung Jakarta Timur, melainkan terdakwa Ikhwan Nursyujoko, adalah pihak penerima kerja yang sama halnya dengan PT. SPU. Sehingga tidaklah benar uraian surat dakwaan penuntut umum pada halaman 4 Alinea pertama yaitu bahwa berawal dari terdakwa Ikhwan Nursyojoko, menawarkan pekerjaan kepada saksi H. Hendi Hartubianadi untuk melaksankan Pembangunan Rumah Prajurit setara Tower 6 lantai cijantung Jakarta Timur, akan tetapi karena bukan bidangnya, maka saksi H. Hendi Hartubianadi meneruskannya kepada adik kandungnya yang Bernama saksi Agus Hendardi yang pada saat itu selaku salah satu direktur operasi PT.SIER, dimana kemungkinan dapat dilakukan oleh PT. SIER ataupun anak Perusahaannya," jelas dia.

Bahwa dari kutipan uraian surat dakwaan tersebut diatas menyimpang dari fakta yang sebenarnya, terdakwa Ikhwan Nursyujoko, tidak pernah menawarkan kepada pihak PT. SIER ataupun anak perusahaannya PT.SPU baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap penawaran proyek tersebut bukan merupakan ranah ataupun kapasitas dari terdakwa Ikhwan Nursyujoko, melainkan ada pihak lain yang lebih kompeten dan memiliki kapasitas untuk itu.

"Oleh krenanya, menurut kami penasehat hukum terdakwa, surat dakwaan penuntut umum tidak jelas dan tidak lengkap. Semper in obscuris, quod minimum est sequimur.
'Di dalam suatu konstruksi yang kabur, mereka selalu menerapkannya meskipun hal itu kabur,'. Maka kalau surat dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap oleh karenanya, dakwaan penuntut umum haruslah dinyatakan batal demi hukum," pungkasnya.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.



KABARPROGRESIF.COM: (Lamongan) Desa Putat, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan dinobatkan sebagai Desa Tangguh Bencana. 

Itu terlihat, ketika berbagai pihak menggelar adanya pendampingan penguatan kapasitas dukungan Psikososial terhadap masyarakat di Desa Putat. Kamis (12/10/2023).

Selain dihadiri BPBD, pendampingan itu juga turut dihadiri oleh Babinsa dan Bhabinkamtibmas setempat. Pendampingan dan sosialisasi itu, dilakukan dengan tujuan utnuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam sekaligus menekan adanya kerugian, baik korban jiwa maupun harta benda akibat bencana alam.

Hal itu dijelaskan oleh Babinsa Turi, Kopda Imam Arifin usai mengikuti sosialisasi dan pendampingan tersebut. 

Menurutnya, sosialisasi dan pendampingan itu dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir kerugian yang terjadi. 

“Ini sebagai langkah preventif,” ujarnya.

Tak hanya itu, Imam menegaskan jika dirinya siap bersinergi dengan semua pihak dalam memperkuat adanya Desa Tangguh Bencana yang ada di wilayah teritorialnya tersebut.

“Dengan harapan, bisa meningkatkan wawasan dan pengalaman masyarakat dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana yang terjadi,” pungkasnya.



KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Usai dua kuasa hukum dari terdakwa Dindin Kamaludin membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

Kini giliran kuasa hukum dari terdakwa Ikhwan Nursyujoko yakni Lalu Abdi Mansyah, SH., CLI dan Muhammad Naufal Ali Syafi'i, SH MH. CLI.

Kedua terdakwa Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko terjerat dalam perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018.

Dalam eksepsinya, melalui kuasa hukumnya yang dibacakan secara bergantian, terdakwa Ikhwan Nursyujoko menyoal tidak adanya tanggal pada surat perintah penyidikan alias kosong.

Namun hanya tercantum bulan Juni dan tahun 2023.

"Pada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Koneksitas Kepala Kejaksaan tinggi Jawa Timur Nomor : PRINT - 845/M.5/PMpd.1/06/2023 yang ditandangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya pada tanggal yang tidak dituliskan dalam Sprindik (kosong), hanya tercantum bulan dan tahun yaitu bulan Juni tahun 2023," kata Lalu Abdi Mansyah, SH., CLI saat membacakan eksepsi di fuang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (12/10).

Padahal lanjut Lalu Abdi Mansyah, berdasarkan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi “Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer”.

"Bahwa selanjtnya dalam penjelasan pasal tersebut Yang dimaksud dengan "mengkoordinasikan" adalah kewenangan Jaksa Agung  sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan," jelasnya.

Selain itu berdasarkan Pasal 32 Undang - undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang berbunyi :
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang diantaranya menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.

Lalu mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden.

Kemudian menyampingkan perkara demi kepentingan umum. 

Serta mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara.

Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana.

Menyampaikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan grasi dalam hal pidana mati.

Dan mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk ke dalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana.

Bahwa dari uraian pasal diatas sudah sangat jelas dan tegas bahwa yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan penyidikan perkara koneksitas kasus tindak pidana Korupsi adalah Jaksa Agung sebagaimana kewenangan  yang tertuang kelas dalam Undang - undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan, termasuk yang berwenang dan memiliki kapasitas dalam membuat dan menandatangani sprindik perkara  Tindak Pidana Korupsi Koneksitas adalah Jaksa Agung Republik Indonesia. 

"Bahwa dengan demikian, dikarenakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Koneksitas Kepala Kejaksaan tinggi Jawa Timur Nomor : PRINT - 845/M.5/PMpd.1/06/2023 yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur bertentangan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, maka akibat hukumnya sprindik tersebut tidak dan haruslah dinyatakan batal demi hukum.
Bahwa oleh karena Sprindik Koneksitas yang dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penyidikan atas diri terdakwa Ikhwan Nursyujoko tidak sah, maka akibatnya segala bentuk pemeriksaan dalam berkas perkara terdakwa menjadi tidak sah dan batal demi hukum, oleh karena hal tersebut sudah sepatutnya secara mutatis mutanda surat dakwaan Penuntut Umum haruslah dinyatakan Batal Demi Hukum," pungkasnya.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.



KABARPROGRESIF.COM: (Kupang) Pangkoarmada II Laksda TNI Yayan Sofiyan, S.T., M.Si., CHRMP., M.Tr.Opsla., mendampingi Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menghadiri puncak acara peringatan Hari Maritim Nasional ke-59 Tahun 2023, bertempat di Lapangan Lantamal VII Kupang, Nusa Tenggara Timur. Kamis (12/10).

Peringatan Hari Maritim Nasional digelar oleh Kementerian  Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang bekerja sama dengan Pelindo. Adapun tema peringatan hari Maritim Nasional tahun ini adalah "Pembangunan Negara Kepulauan Berwawasan Nusantara  Menuju Indonesia Emas 2045" dengan slogan “Layar Terkembang Menuju Indonesia Maju."

Dalam hal ini, Peringatan Hari Maritim Nasional merupakan momentum yang strategis  dalam menyampaikan pesan dan juga pemahaman utuh kepada public, tentang hakikat Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki peran sangat penting dalam Kawasan Regional maupun Internasional.

Pada kesempatan tersebut, juga turut dimeriahkan dengan penampilan musik Sasando, Display Kapal, paduan suara, penyerahan hadiah pemenang lomba hias kapal, serta pameran bazar Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Panglima TNI melalui sambutannya, menyampaikan bahwa pelaksanaan Peringatan Hari Maritim Nasional tahun ini sejalan dengan tekad Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.



KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Tak hanya menyoal masa penahanannya  telah melewati batas maksimal.

Namun terdakwa Dindin Kamaludin bersama Ikhwan Nursyujoko yang terjerat Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018 tersebut.

Juga menganggap dakwaan Jaksa Penuntut  Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur tidak jelas dan tak cermat.

"Perkara koneksitas akan tetapi tidak melibatkan Hakim dari unsur militer sebagaimana disebutkan dalam butir C. Surat Dakwaan bahwa perkara aquo merupakan perkara koneksitas, ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Panglima Kodam III Siliwangi selaku perwira penyerah perkara Nomor KEP /1119/ IX/ 2023 tanggal 18 September 2023 tentang penyerahan perkara, serta keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 185/KMA/SK/IX/2023 tanggal 14 September 2023 tentang Penunjukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk Memeriksa dan Mengadili Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018," ujar Heykal Anwar didampingi Timur Ibnu Hamdani, S.H., M.H, dua penasehat hukum dari Dindin Kamaludin secara bergantian saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU Kejati Jatim di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (12/10).

Hal ini lanjut Heykal Anwar, SH didukung dengan fakta dalam Surat Dakwaan disebutkan dua terdakwa yang berasal dari unsur militer dan sipil itu yakni terdakwa Dindin Kamaludin yang berasal dari unsur militer dan terdakwa Ikhwan Nursyujoko yang berasal dari unsur sipil.

Sehingga fakta dalam Surat Dakwaan ini semakin mempertegas bahwa perkara aquo merupakan pekara koneksitas.

"Koneksitas sebagaimana diatur dalam Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer." jelasnya.

Hal serupa menurut Heykal Anwar, diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman yang mengatur, tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

"Kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer," tegasnya.

Heykal juga menjabarkan selanjutnya ketentuan mengenai koneksitas diatur dalam Pasal 94  KUHAP jo Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer:

Pasal 94  KUHAP
(1) Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim.

(2) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang .

Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

(1) Dalam hal perkara pidana sebagaimana dalam Pasal 198 ayat (1) diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah Majelis Hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Hakim.

(2) Dalam hal Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (1), Majelis Hakim terdiri dari Hakim Ketua dari Pengadilan dalam lingungan peradilan umum dan Hakim Anggota yang masing-masing ditetapkan secara berimbang dari Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Pengadilan lingkungan peradilan militer.

Selanjutnya Pasal 26 UU TIPIKOR mengatur, Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

Bahwa oleh karena UU Tipikor tidak menentukan lain terkait Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, maka KUHAP berlaku secara mutlak dalam pemeriksaan perkara koneksitas.

"Oleh karena dalam surat dakwaan disebutkan bahwa perkara aquo merupakan perkara koneksitas, maka kami mempertanyakan komposisi Hakim yang memeriksa dan memutus perkara aquo, khususnya Hakim anggota apakah telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 94 KUHAP jo Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan Militer, yaitu ditetapkan secara berimbang dari Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Pengadilan lingkungan peradilan militer," ungkapnya.

Heykal menambahkan Surat dakwaan secara tegas menyebutkan bahwa perkara aquo merupakan perkara koneksitas sehingga perkara harus diperiksa dan diputus oleh Majelis HAKIM Koneksitas sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 94  KUHAP jo Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan Militer, yaitu ditetapkan secara berimbang dari lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.

"Akan tetapi terdapat ketidakjelasan mengenai komposisi Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara aquo. Apabila Majelis Hakim bukan Majelis Hakim Koneksitas, dengan melibatkan unsur militer, maka Majelis Hakim tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara aquo," ungkapnya.

Bahwa sebagai pembanding, kata Heykal, terdapat perkara koneksitas tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI pada tahun 2015, dengan regiter perkara nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst, dengan terdakwa, Laksda (Purn) Agus Purwoto (militer), Surya Cipta Witoelar (sipil) dan Arifin Wiguna (sipil).

"Yang telah diputus pada 17 Juli 2023 dimana terdapat satu Hakim Anggota dari unsur militer atas nama Letkol Laut (KH/W) Koerniawati Syarif, SH., MH (sumber: http://sipp.pn-jakartapusat.go.id dan berbagai sumber). Dengan perkara yang sama, sudah seharusnya diterapkan aturan/ hukum  yang sama, yaitu dengan melibatkan unsur militer dalam komposisi Majelis Hakim, sehingga terdapat kepastian hukum atas pemeriksaan perkara aquo, karena diperiksa oleh Majelis yang berwenang," jelasnya.

Maka berdasarkan hal-hal  yang telah dikemukakan diatas, masih kata Heykel demi kepastian hukum (legal certainty) dan keadilan (legal justice) kami mohon kiranya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini berkenan untuk memutuskan: 

1. Menyatakan  menerima  dan  mengabulkan  Nota  Keberatan   yang   diajukan  oleh  kami  selaku  Penasihat  Hukum  dari  Terdakwa 1 Dindin Kamaludin, S.I.P, M.M untuk seluruhnya;

2. Menyatakan  Surat  Dakwaan  Jaksa  Penuntut  Umum  No. Reg. Perkara : 01/SUS/11/2000 tanggal 18 september 2023 atas   Terdakwa 1  Ir. H. Dindin Kamaludin, S.I.P, M.M,  batal  demi  hukum atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa 1 tidak dapat diterima;

3. Menyatakan penahanan atas Terdakwa 1 telah melampaui batas maksimal penahanan, oleh karena itu menyatakan Terdakwa 1 bebas demi hukum;

4. Menyatakan bahwa perkara aquo merupakan perkara koneksitas, oleh karena itu perkara harus diperiksa diputus oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua dari Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Hakim Anggota yang masing-masing ditetapkan secara berimbang dari Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pengadilan lingkungan Peradilan Militer.

5. Menyatakan bahwa Majelis Hakim tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara aquo

"Atau, apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (et aquo et bono). Akhirnya sebagai penutup, kami doakan semoga Majelis Hakim dapat diberi petunjuk yang benar dalam menyimak, meneliti, dan memutuskan perkara ini sesuai hukum dan nurani keadilan," pungkasnya.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.


Narkoba

Koperasi & UMKM

Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Translate

Hukum

Metropolis

Nasional

Pidato Bung Tomo


Hankam

Popular Posts

Blog Archive