Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Juni 2019

Risma Siap Dipanggil Kejati Jatim


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengaku siap bila penyidik Kejati Jatim memanggilnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dugaan kasus korupsi di tubuh YKP dan PT YEKAPE.

"Pasti meminta keterangan ada pemanggilan sebagai saksi. Tentunya proses ini walikota dalam hal ini pemerintah kota kita siap. Tapi nanti perkembangan ibu (Tri Rismaharini) waktunya dan lain-lain nanti kami laporkan kita komunikasikan." Kata kabag Humas Pemkot Surabaya M Fikser, Selasa (18/6).

Namun lanjut Fikser untuk waktunya, mantan Camat Sukolilo ini harus menjadwalkan terlebih dahulu. Sebab dalam minggu ini Risma sedang melakukan kunjungan kerja ke luar pulau.

"Artinya nanti kehadiran ibu (Risma) seperti apa. kita nnt konfirmasikan lagi. Hari rabu besok sampai kamis beliau masih di Palu. Ini yang kita belum tau ya nanti kita konfirmasi lagi." jelas Fikser.

Bahkan bila penyidikan Kejati Jatim dianggap sangat mendesak sedangkan Risma sendiri masih memiliki agenda yang padat, kata Fikser, Walikota Surabaya akan segera mendelegasikan kepada stake holder yang biasa bergelut dengan perkara yang menyangkut urusan dengan Pemkot Surabaya.

"Belum tau beliau hadir apa tidak. Kalau masih seperti yang bisa disampaikan tentu kita ikuti arahnya seperti apa. Kita punya bagian hukum yang menangani kasus." Ungkapnya.

Sedangkan untuk siapa saja pejabat Pemkot Surabaya yang sudah diperiksa Kejati Jatim dalam kasus ini. Fikser mengaku belum mengetahuinya.

"Saya belum tau ya pejabat mana saja yang dipanggil. Sampai saat ini kita (Pemkot Surabaya) yang diperiksa belum tau persis." Pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, penyidikan kasus dugaan korupsi di tubuh Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT YEKAPE bagai bola liar dan panas.

Tidak hanya memanggil pengurus, anggota dewan dan pejabat Pemkot Surabaya. Namun kali ini penyidik Pidsus Kejati Jatim dalam waktu dekat juga berencana memanggil Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

“Kalau memang dianggap perlu itu harus. Kan dia (Risma) yang lapor, Pemkot yang merasa kehilangan aset. Waktu zaman itu bukan beliau wali kotanya tapi secara data dia mungkin tahu,” jelas Kajati Jatim Sunarta, Senin (17/6).

Sunarta menambahkan pemanggilan terhadap Risma memang sangatlah diperlukan dalam menunjang penyidikan namun bila Risma berhalangan hadir dapat diwakilkan.

Sedangkan untuk pemanggilan pejabat tinggi Pemkot Surabaya lanjut Sunarta, diharuskan harus hadir sebab pelapor kasua ini adalah Walikota Surabaya. Laporan itu juga bertujuan agar aset Pemkot Surabaya yang dikuasai swasta dapat kembali ke pemerintah.

“Tapi kalau memang diperlukan tidak apa-apa. Dan harus berani, laporannya kan dari sana (pemkot, red). Misal bisa diwakili biro hukumnya,” pungkas Sunarta.

Untuk diketahui, Penyidik Pidsus Kejati Jatim telah melakukan penggeledahan di Kantor Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya dan PT YEKAPE, penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari sejumlah dokumen terkait kasus ini.

Selain menggeledah, Kejati Jatim juga telah mencekal 5 Pengurus YKP berpergian keluar Luar Negeri dan memblokir 7 rekening bank yang berhubungan dengan YKP.

Kasus korupsi YKP pernah beberapa kali mencuat. Bahkan pada tahun 2012 DPRD kota Surabaya pernah melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD.

Dalam pansus hak Angket tersebut, DPRD Kota Surabaya memberikan rekomendasi agar YKP dan PT. YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya.

Karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun pengurus YKP menolak menyerahkan.

Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah berasal dari Pemkot. Yaitu tanah negara bekas Eigendom verponding.

Bukti YKP itu milik Pemkot sejak pendirian ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya. Hingga tahun 1999 dijabat Walikota Sunarto.

Karena ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua.

Namun tiba-tiba tahun 2002, walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP.

Sejak saat itu pengurus baru itu mengubah AD/ART dan secara melawan hukum "memisahkan" diri dari Pemkot.

Padahal sampai tahun 2007 YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah.

Dalam kasus ini, Penyidik Pidsus Kejati Jatim telah menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pengurus yang telah menguasai YKP, dengan nilai kerugian negara yang nilainya cukup fantastis yakni sebesar Rp 60 triliun. (arf)

Saksi Mangkir, Sidang Pejabat PPK PDAM Surabaya ditunda

KASUS PEMERASAN REKANAN PDAM



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sidang kasus pemerasan rekanan PDAM Surya Sembada Surabaya dengan terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Retno Tri Utomo batal digelar di Pengadilan Topikor Surabaya.

Ini lantaran dua saksi dari PT Cipta Wisesa Bersama tidak hadir dalam persidangan lanjutan itu.

Akibat ketidak hadiran dua saksi tersebut akhirnya hakim menunda persidangan yangbakan digelar kembali pada minggu mendatang.

Hal yang sama juga dikatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya, Harwiyadi.

Menurut pria yang akrab disapa Wiwid ini mengatakan jika kedua saksi tidak hadir dalam persidangan hari ini, Selasa, (18/6), sehingga hakim akan melanjutkan sidang pekanbdepan Selasa, (25/6) dengan agenda yang sama masih dalam keterangan saksi.

"Jadi sidang ditunda minggu depan dengan dua saksi dari PT Cipta Wisesa Bersama itu." katanya, Selasa (18/6).

Menurut pria yang bertugas di seksi Pidsus Kejari Surabaya ini menambahkan jika keterangan saksi dsri PT Cipta Wisesa Bersama ini dibutuhkan untuk mengetahui tindak pidana pemerasan yang dilakukan terdakwa.

"Dengan tidak hadir ini, maka dsri itu kami meminta untuk ditunda saja sidangnya." Ungkapnya.

Dalam persidangan sebelumnya, pelapor, Chandra Ariyanto selaku Direktur PT Cipta Wisesa Bersama dihadirkan dalam persidangan (11/6) lalu.

Dalam keterangan itu menyebutkan jika dirinya disuruh untuk mengirimkan sejumlah uang sebesar Rp 900 juta ke terdakwa.

"Selama itu, korban ini mengirimkan uang sebanyak delapan kali ke rekening yang diberikan terdakwa." jelas Wiwid.

Dalam dakwaan tersebut, Retno dijerat dengan pasal 12 huruf a Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Serta pasal 23 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi Jo pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan.

Seperti diketahui Retno Tri Utomo yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Tersangka telah melakukan tindak pemerasan atau menyalahgunakan kewenangannya untuk meminta sejumlah uang pada kontraktor yang tengah menangani proyek-proyek di lingkungan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya.

Dalam kasus ini Retno diduga memeras Chandra Ariyanto selaku Direktur PT Cipta Wisesa Bersama. Terdakwa diduga memaksa Chandra agar memberikan uang sebesar Rp 1 miliar. Modus yang dilakukan tersangka ini juga mengancam korbannya jika tak diberi dengan cara korban tidak akan dapat ikut lelang di PDAM.

Chandra diketahui merupakan kontraktor penyedia barang dan jasa pekerjaan jaringan pipa di BUMD milik Pemkot Surabaya. Jaringan pipa itu dipasang di Jalan Rungkut Madya-Jalan Kenjeran (MERR) sisi timur. Korban pun sudah delapan kali melakukan transfer, namun baru total nilai sebesar Rp 900 juta yang baru dapat dipenuhinya.(arf)

Sabtu, 15 Juni 2019

Kejati Jatim Gegabah, Pendanaan YKP Bukan Dari Pemkot Surabaya


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Keluarnya surat perintah dimulainya penyidikan oleh Kejati Jatim yang menduga adanya dugaan korupsi di Yayasan Kas Negara maupun PT YEKAPE dianggap terlalu gegabah. Pasalnya YKP maupun PT YEKAPE itu pendanaannya bukan dari Pemkot Surabaya.

"Yang pasti kami sangat menyayangkan tindakan dari kejaksaan tinggi. Pertama perkara ini urusan yayasan. Didalam surat perintah penyidikan dijelaskan bahwa mengenai penyalahgunaan pengelolaan pada keuangan yayasan.
Kan harus tunduk pada Undang-Undang yayasan. Salah siapa kan begitu. Kejaksaan mengabaikan itu
Dianggapnya bahwa yayasan ini adalah milik perusahaan pemerintah daerah padahal aset-aset yayasan bukan milik pemerintah daerah." tegas Sumarno kuasa hukum PT YEKAPE, Jum'at (14/6).

Hal itu lanjutnya dibuktikan dengan dimenangkangnya semua gugatan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya melalui semua jalur peradilan.

"Dan itu pernah dibuktikan dalam perkara-perkara sidang yang saya tangani baik PTUN maupun perkara-perkara perdata di PN Surabaya.
Yang YKP menggugat pemkot mengenai aset di jalan jaksa agung suprapto yang di pakai Satpol PP.
Kita buktikan bahwa itu bukan asetnya pemkot. Pemkot juga kalah sampai MA. Itu yang nangani juga jaksa JPN.
Lha sekarang kejati meningkatkan penyidikan tentang masalah pengelolaan." Pungkasnya heran.

Untuk diketahui, Penyidik Pidsus Kejati Jatim telah melakukan penggeledahan di Kantor Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya dan PT YEKAPE, penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari sejumlah dokumen terkait kasus ini.

Selain menggeledah, Kejati Jatim juga telah mencekal 5 Pengurus YKP berpergian keluar Luar Negeri dan memblokir 7 rekening bank yang berhubungan dengan YKP.

Kasus korupsi YKP pernah beberapa kali mencuat. Bahkan pada tahun 2012 DPRD kota Surabaya pernah melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD.

Dalam pansus hak Angket tersebut, DPRD Kota Surabaya memberikan rekomendasi agar YKP dan PT. YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya.

Karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun pengurus YKP menolak menyerahkan.

Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah berasal dari Pemkot. Yaitu tanah negara bekas Eigendom verponding.

Bukti YKP itu milik Pemkot sejak pendirian ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya. Hingga tahun 1999 dijabat Walikota Sunarto.

Karena ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua.

Namun tiba-tiba tahun 2002, walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP.

Sejak saat itu pengurus baru itu mengubah AD/ART dan secara melawan hukum "memisahkan" diri dari Pemkot.

Padahal sampai tahun 2007 YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah.

Dalam kasus ini, Penyidik Pidsus Kejati Jatim telah menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pengurus yang telah menguasai YKP, dengan nilai kerugian negara yang nilainya cukup fantastis yakni sebesar Rp 60 triliun. (arf)

Jumat, 31 Mei 2019

Kasus Mega Korupsi YKP Senilai Triliunan Naik Penyidikan


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kasus mega korupsi bernilai trilyunan rupiah di Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya yang ditangani Pidsus Kejati Jatim memasuki babak baru. Setelah dilakukan penyelidikan, kasus itu sejak kemarin (29/5) naik ke tahap penyidikan.

Naiknya kasus itu ke tahap penyidikan dibenarkan Kajati Jatim Dr Sunarta saat dikonfirmasi wartawan usai sholat Jumat (31/5).

"Hari rabu (29/5) seluruh tim yang dipimpin Aspidsus sudah melaksanakan ekspose hasil penyelidikan ke hadapan saya. Hasilnya bulat, tim telah menemukan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus YKP. Sudah ada dua alat bukti yang mendukung sehingga langsung naik ke penyidikan,"kata Kajati Jatim, Sunarta.

Dengan naik ke tahap penyidikan berarti, nanti penyidik sudah bisa melakukan upaya paksa mulai dari penyitaan, penggeledahan dan tindakan lain sesuai hukum acara. Sehingga penanganan kasus bisa lebih cepat.

"Sudah saya perintahkan agar penanganan kasus yang masuk katagori korupsi big fish ini harus diselesaikan secepatnya. Bahkan agar cepat selesai seluruh Koordinator, semua kasi dan beberapa jaksa senior ditunjuk menangani kasus ini," tambah Kajati.

Seperti diketahui, kasus korupsi YKP pernah beberapa kali mencuat. Bahkan pada tahun 2009 DPRD kota Surabaya pernah melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD.

Bahkan saat itu pansus hak Angket sudah untuk memberikan rekomendasi agar YKP dan PT. YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya. Karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun pengurus YKP menolak menyerahkan.

Berdasarkan dokumen, menurut Aspidsus Kejati Jatim Didik Farkhan, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah "surat ijo" berasal dari Pemkot. Tahun 1971 juga ada suntikan modal Rp 15 juta dari Pemkot.

Bukti YKP utu milik Penkot, sejak berdiri ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya. Hingga tahun 1999 dijabat Walikota Sunarto. Karena ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua.

Namun tiba-tiba tahun 2002, walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. "Sejak saat itu pengurus baru itu mengubah AD/ART dan secara melawan hukum "memisahkan" diri dari Pemkot.

"Padahal sampai tahun 2007 YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai trilyunan rupiah," ujar Didik.

Menurut Aspidsus, kasus korupsi YKP merupakan kasus terbesar yang pernah ditangani Kejati. "Ini korupsi yang nilainya mencapai trilyunan rupiah. Ini rekor terbesar,"kata mantan Kajari Surabaya itu.

Ditanya tentang siapa saja calon tersangkanya, Aspidsus masih bungkam.

"Sabar....sabar dulu mas. Nanti setelah lebaran segera kami umumkan," tandas Jaksa yang juga ketua Alumni IKA FH UB Malang itu.(Komang)

Selasa, 28 Mei 2019

Aset Pemkot Surabaya Raib, Kejati Jatim Usut PT Yekape Surabaya


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Raibnya aset Pemkot Surabaya ke tangan PT Yekape Surabaya mulai diusut Kejati Jatim, dengan melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut yang diduga telah merugikan negara sebesar 60 triliun.

"Potensi kerugian negaranya begitu besar, ini tergolong big case,"ujar Aspidsus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi saat dikonfirmasi, Selasa (28/5).

Dijelaskan Didik Farkhan, Saat ini pihaknya telah membentuk tim untuk melakukan penyelidikan. Sejumlah pihak pun telah dipanggil dan memberikan keterangan terkait kasus tersebut.

"Berdasarkan keterangan tersebut, kami yakin tidak lama lagi akan menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan,"jelasnya.

Diungkapkan Didik Farkhan, Lepasnya aset Pemkot ini telah terjadi belasan tahun lalu. Pada tahun 1951, Pemkot Surabaya membetuk Yayasan Kas Pembanguan Kotamadya Surabaya  (YKP KMS) dengan tujuan untuk membantu masyarakat memperoleh perumahan murah dan memberikan modal awal berupa tanah surat ijo seluas 2500 hektar dengan total 3048 kavling.

Namun pada tahun 2002 ada perubahan nama YKP menjadi Yayasan Kas Pembangunan Kota Surabaya (YKPKS) dan tak lama kemudian beralih menjadi badan usaha dengan nama PT Yekape Surabaya.

"Saat itu  Walikota dijabat Sunarto, dan saat itu ada ketentuan UU Nomor 22 tahun 1999 Walikota atau kepala daerah tidak boleh merangkap jabatan, sehingga pada tahun 2000 menujuk orang lain sebagai pengurus Yayasan. Dan 2001 kembali menujuk orang lain dan inilah menjadi awak bencana ini,"ungkap Didik Farkhan.

Atas peralihan ilegal tersebut, Didik Farkhan mengaku ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT Yekape Surabaya.

"Dengan beralihnya menjadi badan hukum, pastinya aset Pemkot Surabaya juga beralih, disinilah kami menemukan adanya perbuatan melawan hukumnya,"pungkasnya. (Komang)

Pengacara Manager PDAM Akan Bongkar Hasil Pemerasan Mengalir Ke Sejumlah Pihak

Kasus Pemerasan Rekanan PDAM 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Yun Suryotomo selaku penasehat hukum terdakwa Retno Tri Utomo menyampaikan alasannya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa dalam kasus pemerasan rekanan PDAM Surya Sembada Surabaya.

"Karena dakwaan hanya formil saja, karena itu tadi kami minta lanjut ke pembuktian,"kata Yun Suryotomo saat dikonfirmasi usai persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (28/5).

Saat pembuktian, Yun Suryotomo mengaku akan membongkar siapa saja yang ikut menerima aliran dana tersebut.

"Dalam pembuktian nanti, kita akan buktikan semuanya tidak diposisi klien kami, ada pihak pihak yang terlibat,"ungkapnya.

Selain itu, terkait pemerasan yang ditudingkan, Yun mengaku akan mengungkap peran korban.

"Kita akan buktikan siapa yang lebih aktif berkomunikasi, apakah klien kami atau pelapor. Selama ini berita yang berkembang seakan akan klien kami yang aktif, padahal tidak seperti itu,"pungkasnya.

Untuk diketahui, Peristiwa pemerasan ini terjadi saat terdakwa menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengerjaan Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya-Jalan Kenjeran (MEER) Sisi Timur pada PDAM Surya Sembada Surabaya yang dimenangkan oleh PT Cipta Wasesa.

Dalam kasus ini terdakwa Retno Tri Utomo dituding telah memeras Direktur PT Cipta Wisesa, Chandra Arianto sebesar Rp 1 miliar dan mengancam akan menghambat semua pekerjaaan dalam proyek tersebut. 

Atas perbuatannya, terdakwa Retno Tri Utomo disangkakan melanggar pasal 12 huruf e dan pasal 23 Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 421 KUHP.(Komang)

Sabtu, 25 Mei 2019

Terdakwa Agus Setiawan Tjong Akan Ajukan Ahli Pidana dan Tata Negara

KORUPSI DANA HIBAH PEMKOT SURABAYA 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Agus Setiawan Tjong, terdakwa kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya yang dikucurkan untuk pengadaan barang dalam proyek jasmas DPRD Surabaya tahun 2016 akan mengajukan ahli meringankan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (27/5).

"Program kami, sementara akan menghadirkan dua ahli dulu yakni ahli pidana dan ahli tata negara,"ujar Hermawan Benhard Manurung selaku ketua tim penasehat hukum terdakwa Agus Setiawan Tjong, Sabtu (25/5).

Untuk diketahui, keterangan ahli yang meringankan itu diajukan terdakwa  Agus Setiawan Tjong setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak menyatakan sudah tidak lagi mengajukan saksi dan menganggap sudah cukup melakukan pembuktian.

Sebelumnya, Penuntut umum telah menghadirkan 22 orang saksi ke persidangan. Mereka terdiri dari dari 6 anggota DPRD Surabaya, 12 penerima dana hibah terdiri dari 8 Ketua RW dan 4 Ketua RT serta 3 pegawai terdakwa Agus Setiawan Tjong yang berperan sebagai marketing Jasmas dan Ahli dari BPK RI.

Anggota DPRD yang telah bersaksi adalah Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy dan Sugito.

Sementara 8 saksi dari Ketua RW antara lain Mudji Hartono, Ketua RW 2 Kelurahan Tambak Rejo, Kecamatan Simokerto, Setyo Winarto, Ketua RW 9 kelurahan Tambak Rejo Kecamatan Simokerto, Suwarno ketua RW 3 Kelurahan Tambak Rejo  Kecamatan Simokerto, Ahmad Ansori Ketua RW 8 Kelurahan Tambak Rejo,  Kecamatan Simokerto, Eko Hariyanto Ketua RW 9 Kelurahan Simokerto, Kecamatan Simokerto, Muhammad Malik , Mantan Ketua RW 2 Kelurahan Kalikedinding Kecamatan Kenjeran, Yatiman Ketua RW 5 Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran dan Winarno ketua RW 9 kelurahan Petemon Kecamatan Sawahan.

Sedangkan saksi 4 Ketua RT  diantaranya,  Hariyanto, Ketua RT 04 RW 01 Kel Jagir Wonokromo, Kecamatan Wonokromo ,Suryanto ketua RT 12 RW 4 Kel Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran, Samsul Arifin Ketua RT 04 RW 07 Kelurahan Bongkaran Kecamatan Pabean Cantikan dan Moch Achsan Ketua RT 09 RW 10 Kelurahan Bongkaran Kecamatan Pabean Cantikan.

Untuk 3 saksi tim marketing terdakwa Agus Setiawan Tjong adalah, Dea Winnie, Santi dan Robert Siregar.

Sementara ahli BPK RI yang telah memberikan keterangannya adalah Ahmad Adjaam Sempurna Djaya, yang merupakan tim investigasi sekaligus auditor dalam kasus korupsi dana jasmas ini.

Jumat, 24 Mei 2019

Terbukti Pungli, Kasi ESDM Pemprop Jatim Divonis 1 Tahun Penjara


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan Kasi ESDM Kasi Evaluasi dan Pelaporan Pertambangan di Dinas ESDM Pemprop Jatim, Cholik Wicaksono terbukti melakukan pungutan liar (pungli) Ijin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar Rp 30 juta.

"Mengadili, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Cholik Wicaksono dengan pidana penjara selama 1 tahun, denda Rp 50 juta, subsider 1 bulan kurungan,"ucap Ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan saat membacakan putusannya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum'at (24/5).

Dijelaskan dalam amar putusan, majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar atau pemaaf yang dapat menghapus perbuatan pidana Cholik Wicaksono.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,"ujar Hakim I Wayan Sosiawan saat membacakan pertimbangan hukumnya.

Vonis yang dijatuhkan ke terdakwa Cholik Wicaksono ini lebih rendah dari tuntutan Kejari Surabaya yang sebelumnya menuntut agar terdakwa dihukum 1,5 tahun penjara, denda Rp 50 juta,subsider 1 bulan kurungan.

"Atas putusan majelis hakim tadi, kami jaksa penuntut umum masih menyatakan pikir-pikir, begitu juga dengan terdakwa yang juga masih pikir-pikir,"pungkas Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Heru Kamarullah saat dikonfirmasi.

Untuk diketahui, terdakwa Cholik Wicaksono ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polda Jatim, pada akhir Desember 2018 lalu.

Saat ditangkap, Polisi menemukan uang sebesar Rp 30 juta dari saku celana terdakwa Cholik Wicksono yang diduga merupakan hasil pungutan yang diterima dari pengusaha tambang asal Pasuruan bernama Nurul Andini.

Pungutan itu dilakukan terdakwa Cholik Wicaksono untuk memperlancar proses IUP eksplorasi untuk komoditas pasir dan batu seluas 1,2 hektar yang berlokasi di Sungai Regoyo Desa Gondoruso, Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang.

Saat proses penyidikan, Polisi tidak melakukan penahanan, Cholik Wicaksono baru  ditahan oleh Kejari Surabaya ketika kasusnya dilimpahkan pada 9 Januari 2019 lalu.

Dalam kasus ini, terdakwa Cholik Wicaksono dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 11 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana diubah atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan  Korupsi, Juncto Pasal 55 KUH Pidana. (Komang)

Kepala Dispenduk Capil Jember Dan Ketua LSM Divonis 1 Tahun Penjara

KASUS PUNGLI PEMKAB JEMBER 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis bersalah terhadap Kepala Dispenduk Capil Jember Sri Wahyuniati atas perkara pungutan liar (pungli) pengurusan surat surat dari Ketua LSM Misi Persada Abdul Kadar, yang juga divonis bersalah dalam kasus ini.

"Menghukum terdakwa Sri Wahyuningsih dan terdakwa Abdul Kadar dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun, denda Rp 50 juta, subsider 1 bulan kurungan,"kata Ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan saat membacakan putusannya diruang sidang Cakra, Jum'at (24/5).

Kendati divonis sama, namun majelis hakim membuktikan pasal yang berbeda. Untuk terdakwa Sri Wahyuniati dinyatakan terbukti melanggar pasal 11 UU Tipikor. Sedangkan terdakwa Abdul Kadar terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1.

Vonis majelis hakim ini belum memiliki kekuatan hukum tetap, kedua terdakwa dan Kejari Jember masih menyatakan pikir-pikir.

"Silahkan kalau mau melakukan upaya hukum,waktunya tujuh hari sejak putusan dibacakan. Sidang pemeriksaan perkara ini dinyatakan selesai,"pungkas Hakim I Wayan Sosiawan sembari mengetukan palu sebagai tanda berhakirnya persidangan.

Sebelumnya, Kejari Jember menuntut terdakwa Sri Wahyuniati dan Abdul Kadar dengan hukuman 1,5 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.

Untuk diketahui, Dalam surat dakwaan jaksa menjelaskan, terdakwa Sri Wahyuniati telah menerima hadiah atau suap dari terdakwa Abdul Kadar sejak 2018 dengan totalnya sebesar Rp 106 juta, yang disetorkan setiap harinya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 9 juta.

Suap tersebut diberikan untuk mempermudah urusan pengurusan surat di Dispenduk Capil, diantaranya KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), KIA (Kartu Identitas Anak), AKTE dan Surat Pindah. (Komang)

Senin, 20 Mei 2019

Sebut Audit BPK Keliru, Hakim Tegur Terdakwa Agus Setiawan Tjong

KORUPSI DANA HIBAH PEMKOT SURABAYA 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Aksi ngeles Agus Setiawan Tjong, Terdakwa kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya melalui program Jasmas yang menyebut audit BPK keliru justru berbuah teguran dari ketua majelis hakim Rochmad.

"Anda dari tadi bilang rugi, karena barang barang dalam pengadaan Jasmas ini sudah anda stok terlebih dulu. Coba anda buatkan setelah ada kejelasan proyek ini, pasti anda tidak mengalami kerugian. Audit yang dilakukan oleh BPK ini sudah sesuai dengan hasil investigasi,"kata Hakim Rochmad yang disambut kata maaf dari terdakwa Agus Setiawan Tjong dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya,Senin (20/5).

Teguran hakim Rochmad ini bukanlah  teguran yang pertama, pada awal Ahli Forensik dan Auditor BPK ini memberikan pendapatnya, terdakwa Agus Setiawan Tjong sempat mengacungkan tangan.

"Kayak anak sekolah aja acungkan tangan, nanti anda ada waktunya untuk bertanya dan menyingkapi pendapat ahli ini,"sergah hakim Rochmad.

Seperti diberitakan sebelumnya, Hari ini Kejari Tanjung Perak menghadirkan Ahli BPK dalam persidangan kasus Jasmas. Dalam keteranganya, Ahli BPK tersebut membeberkan alur audit yang dilakukanya, mulai dari investigasi hingga ditemukannya penyimpangan pada proses awal pada kasus ini.

Penyimpangan pertama terkait permohonan proposal yang tidak dibuat oleh pemohon (RT&RW) melainkan dibuat oleh terdakwa Agus Setiawan Tjong melalui tim marketing nya, sehingga barang-barang yang didapat oleh pemohon tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Sementara pada penyimpangan kedua, terjadi karena tidak adanya evaluasi atas proposal yang masuk ke Pemkot Surabaya, baik evaluasi oleh anggota DPRD Surabaya maupun pihak Pemkot Surabaya terkait harga satuan barang maupun kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sedangkan dipenyimpangan ke tiga dalam kasus Jasmas ini  adalah Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang dianggap BPK tidak sesuai dengan keadaan barang sebagaimana mestinya.

Keterangan Ahli BPK ini merupakan keterangan yang terakhir atas pembuktian kasus Jasmas ini oleh Penuntut Umum.

Sebelumnya, total saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan Jasmas ini  sebanyak 21 orang. Mereka terdiri dari 6 anggota DPRD Surabaya, 12 penerima dana hibah terdiri dari 8 Ketua RW dan 4 Ketua RT serta 3 pegawai terdakwa Agus Setiawan Tjong yang berperan sebagai marketing Jasmas.

Anggota DPRD yang telah bersaksi adalah Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy dan Sugito. (Komang)

Keterangan BPK Kuatkan Dakwaan Jasmas

KORUPSI DANA HIBAH PEMKOT SURABAYA 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Keterangan Ahmad Adjaam Sempurna Djaya, Ahli Forensik sekaligus tim investigasi dan auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesian (BPK RI) dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya membuat kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya yang dikucurkan untuk pengadaan barang dalam proyek Jasmas oleh terdakwa Agus Setiawan Tjong membuka 'benang merah' yang selama ini belum terungkap.

"Keterangan ahli BPK tadi semakin menguatkan dakwaan kami, tentang peran terdakwa dalam kasus jasmas ini,"terang Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi usai persidangan,Senin (20/5).

Peran terdakwa Agus Setiawan Tjong, masih kata Dimaz, berdasarkan dari hasil investigasi dan audit yang dilakukan BPK ketika mendapat permintaan dari Kejari Tanjung Perak untuk melakukan audit pada kasus dana hibah tersebut.

"Tadi sudah kita dengar bersama, kalau BPK menemukan adanya permohonan proposal yang tidak dibuat oleh pemohon, melainkan dibuat oleh terdakwa melalui tim marketingnya, yang mengakibatkan adanya penyimpangan pada pembuatan LPJ atas proposal tersebut,"terang Dimaz.

Tak hanya itu, Ahli BPK juga menemukan penyimpangan lain yang dilakukan terdakwa Agus Setiawan Tjong, yakni adanya penerapan bunga  terhadap barang-barang yang didistribusikan pada pemohon dana hibah.

"Dikarenakan barang barang tersebut di stok oleh terdakwa sebelum adanya proyek jasmas ini, sehingga modal awal yang digunakan dianggap terdakwa sebagai utang dan bunga utang tersebut di bebankan pada saat adanya pencairan dana jasmas penerima yakni ketua RT dan Ketua RW,"jelas Dimaz.

Diberitakan sebelumnya, Ahli BPK menyebut kasus korupsi dana hibah ini bukan atas timbulnya kerugian negara, melainkan terdapat tiga penyimpangan pada prosesnya.

Penyimpangan pertama terkait permohonan proposal yang tidak dibuat oleh pemohon (RT&RW) melainkan dibuat oleh terdakwa Agus Setiawan Tjong melalui tim marketing nya, sehingga barang-barang yang didapat oleh pemohon tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Sementara pada penyimpangan kedua, terjadi karena tidak adanya evaluasi atas proposal yang masuk ke Pemkot Surabaya, baik evaluasi oleh anggota DPRD Surabaya maupun pihak Pemkot Surabaya terkait harga satuan barang maupun kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sedangkan dipenyimpangan ke tiga dalam kasus Jasmas ini  adalah Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang dianggap BPK tidak sesuai dengan keadaan barang sebagaimana mestinya.

Untuk diketahui, keterangan Ahli BPK ini merupakan keterangan yang terakhir atas pembuktian kasus Jasmas ini oleh Penuntut Umum.

Sebelumnya, total saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan Jasmas ini  sebanyak 21 orang. Mereka terdiri dari 6 anggota DPRD Surabaya, 12 penerima dana hibah terdiri dari 8 Ketua RW dan 4 Ketua RT serta 3 pegawai terdakwa Agus Setiawan Tjong yang berperan sebagai marketing Jasmas.

Anggota DPRD yang telah bersaksi adalah Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy dan Sugito. (Komang)

BPK Beberkan Tiga Penyimpangan Kasus Jasmas

KORUPSI DANA HIBAH PEMKOT SURABAYA 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kejari Tanjung Perak melalui Jaksa Penuntutnya menghadirkan Ahmad Adjaam Sempurna Djaya, Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) sekaligus Ahli Forensik yang bertugas melakukan investigasi kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya yang dikucurkan untuk pengadaan barang dalam proyek Jasmas.

"Sidang dibuka dan terbuka untuk umum,"kata Ketua majelis hakim Rochmad, Senin (20/5).

Diterangkan Ahmad Adjaam Sampurna Djaya, BPK melakukan investigasi dan audit penyimpangan Jasmas ini setelah mendapatkan surat permintaan dari penyidik Kejari Tanjung Perak.

"Selanjutnya kami langsung melakukan investigasi dan melakukan ekspose Hasilnya, ada temuan kerugian negara sehingga dikeluarkanlah surat tugas untuk melakukan audit atas perkara dana hibah ini,"kata Ahmad Adjaam Sampurna Djaya menjawab pertanyaan JPU Dimaz Atmadi saat ditanya kapasitasnya sebagai ahli.

Nah, saat melakukan audit itulah, BPK menemukan ada tiga frase penyimpangan dalam kasus Jasmas tersebut.

"Pertama, Penyimpangan dalam pembuatan proposal, Keuda adalah penyimpangan dalam evaluasi proposal proposal yang masuk ke Pemkot Surabaya dan ketiga terdapat penyimpangan dalam pertanggung jawaban,"ungkap Ahmad Adjaam Sampurna Djaya.

Ketiga penyimpangan tersebut ditemukan BPK saat melakukan klarifikasi dengan penerima hibah (Ketua RW dan Ketua RT), Pemkot Surabaya maupun ke enam anggota DPRD yang menampung proposal dari terdakwa Agus Setiawan Tjong melalui tim marketingnya.

"Penyimpangan ini adalah proses dari pengajuan permohonan proposal hingga ke pencairan,"terang Ahmad Adjaam Sampurna Djaya.

Sementara saat ditanya tim kuasa hukum terdakwa Agus Setiawan Tjong  terkait jumlah proposal yang diaudit BPK, Ahmad Adjaam mengaku ada sebanyak 731 proposal, Namun yang bermasalah ada 228 proposal.

"Selanjutnya proposal itu diserahkan oleh Anggota Dewan ke Pemkot Surabaya melalui anak buah Pak Agus dengan mengaku sebagai orang dari Anggota DPRD Surabaya,"jelasnya.

Dari hasil audit BPK, pengadaan barang dalam bentuk terop, kursi plastik, kursi crome, sound sytem melalui proyek jasmas ini mencapai Rp 5 miliar.

"Kerugiannya sekitar Rp 4,9 miliar yang merupakan selisih dari masing-masing satuan barang,"terangnya.

Untuk diketahui, keterangan Ahli BPK ini merupakan keterangan yang terakhir atas pembuktian kasus Jasmas ini oleh Penuntut Umum.

Sebelumnya, total saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan Jasmas ini  sebanyak 21 orang. Mereka terdiri dari 6 anggota DPRD Surabaya, 12 penerima dana hibah terdiri dari 8 Ketua RW dan 4 Ketua RT serta 3 pegawai terdakwa Agus Setiawan Tjong yang berperan sebagai marketing Jasmas.

Anggota DPRD yang telah bersaksi adalah Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy dan Sugito.(Komang)

Sabtu, 18 Mei 2019

BPK RI Akan Beberkan Kerugian Negara Kasus Jasmas

KASUS KORUPSI DANA HIBAH PEMKOT SURABAYA 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak akan menghadirkan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sebagai ahli dalam
persidangan kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya yang dikucurkan untuk pengadaan barang dalam proyek jasmas tahun 2016.

"Senin besok saksinya dari BPK," kata Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi saat dikonfirmasi, Sabtu (18/5).

Dijelaskan Dimaz, Keterangan ahli BPK ini akan menjelaskan secara detail kerugian yang terjadi dalam kasus jasmas yang dikordinir terdakwa Agus Setiawan Tjong.

"Kerugiannya sudah kami sebutkan dalam dakwaan, tapi secara detailnya akan diterangkan Ahli BPK, bagaimana Penghitunganya dari mana muncul kerugian negaranya akan dijelaskan dipersidangan,"jelasnya.

Ahli BPK ini merupakan saksi terakhir yang dihadirkan Kejari Tanjung Perak dalam pembuktian kasus korupsi jasmas ini.

Total saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan Jasmas ini  sebanyak 21 orang. Mereka terdiri dari 6 anggota DPRD Surabaya, 12 penerima dana hibah terdiri dari 8 Ketua RW dan 4 Ketua RT serta 3 pegawai terdakwa Agus Setiawan Tjong yang berperan sebagai marketing Jasmas.

Anggota DPRD yang telah bersaksi adalah Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Saiful Aidy dan Sugito.

"Dan kami menganggap pembuktian sudah cukup, sehingga tidak menghadirkan saksi penerima hibah lainnya, karena keterangan mereka sama ," pungkas Dimaz Atmadi. (Komang)

Dua 'Centeng' Wali Kota Pasuruan Setiyono Divonis Berbeda

KASUS SUAP PROYEK PLUT-KUMKM 




KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan putusan berbeda pada dua anak buah Wali Kota Pasuruan non aktif, Setiyono, yakni Dwi Fitri Nur Cahyo dan Wahyu Tri Haryanto.

Dwi Fitri Nur Cahyo divonis lebih berat dari Wahyu Tri Haryanto, mengingat posisinya sebagai PNS yang menjabat sebagai Plh Kadis PUPR Pemkot Pasuruan. Sedangkan Wahyu Tri Haryanto hanyalah tenaga honorer di Kantor Kelurahan Kantor Kelurahan Purut Rejo, Pasuruan.

"Pertimbangannya dibacakan jadi satu ya, nanti keputusannya baru majelis bacakan satu satu,"kata ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan pada kedua terdakwa sebelum membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum'at (17/5).

Dalam amar putusan tersebut, terdakwa Dwi Fitri Nur Cahyo divonis 5 tahun penjara, sedangkan terdakwa Wahyu Tri Haryanto dihukum 4 tahun penjara.

Hakim juga mewajibkan Dwi Fitri Nur Cahyo untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 80 juta dan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman kurungan selama 2 bulan. Sedangkan Wahyu Tri Haryanto tidak dihukum membayar uang pengganti karena sudah mengembalikan sebesar Rp 35 juta.

"Terdakwa terbukti terlibat dalam suap proyek  pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan bersama sama dengan Wali Kota Pasuruan, Setiyono dari Direktur CV Mahadir, Muhammad Bagir,"kata hakim I Wayan Sosiawan saat membacakan amar putusannya.

Kedua 'centeng' Setiyono itu dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 12 B Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam Unang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Untuk diketahui, Putusan vonis kedua terdakwa ini merupakan putusan terakhir dari operasi tangkap tangan  yang dilakukan KPK terkait proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) tahun anggaran 2018.

Sebelumnya, hakim Pengadilan Tipikor Surabaya telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp  500 juta subsider 3 bulan kurungan pada Wali Kota Pasuruan, Setiyono.

Selain hukuman badan, Setiyono juga dicabut hak politiknya selama 3 tahun dihitung sejak menjalani pidana pokoknya, serta membayar uang pengganti atas suap yang diterimanya sebesar Rp 2,26 miliar.

Sedangkan Direktur CV Mahadir, Muhammad Bagir (pemberi suap) divonis 2 tahun penjara. (Komang)

Kepala Dispenduk Capil Jember Dan Ketua LSM Misi Persada Dituntut 1,5 Tahun Penjara

KASUS PUNGLI PEMKAB JEMBER 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kepala Dispenduk Capil Jember, Sri Wahyuniati dan Ketua LSM Misi Persada, Abdul Kadar menjalani sidang kasus suap di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jember.

"Silahkan penuntut umum untuk membacakan surat tuntutannya,"ujar ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan saat membuka persidangan, Jum'at (17/5).

Selanjutnya JPU Totok Wakidi membacakan surat tuntutannya dan membeberkan kesalahan kedua terdakwa yang intinya telah terjadi praktek suap dalam proses pengurusan surat surat di Dispenduk Capil Jember.

"Demi keadilan, menuntut terdakwa Sri Wahyuniati dan Abdul Kadar dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan,"kata JPU Totok Wakidi saat membacakan surat tuntutannya.

Kendati dituntut hukuman yang sama, namun Kejari Jember menyatakan kedua terdakwa melanggar pasal yang berbeda. Untuk Sri Wahyuniati dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 12 UU Tipikor.

Sementara, Ketua LSM Misi Persada, Abdul Kadar dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 5 UU Tipikor.

"Silahkan untuk terdakwa mengajukan nota pembelaan,"kata hakim I Wayan Sosiawan sambil menutup persidangan.

Untuk diketahui, Dalam surat dakwaan jaksa menjelaskan, terdakwa Sri Wahyuniati telah menerima hadiah atau suap dari terdakwa Abdul Kadar sejak 2018 dengan totalnya sebesar Rp 106 juta, yang disetorkan setiap harinya mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 9 juta.

Suap tersebut diberikan untuk mempermudah urusan pengurusan surat di Dispenduk Capil, diantaranya KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), KIA (Kartu Identitas Anak), AKTE dan Surat Pindah. (Komang)

Rabu, 15 Mei 2019

Jaksa Batal Ajukan 230 Saksi Jasmas Ke Persidangan

KORUPSI DANA HIBAH PEMKOT SURABAYA 



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak kasus Jasmas membatalkan untuk menghadirkan 230 saksi ke persidangan kasus korupsi dana hibah Pemkot Surabaya yang dikucurkan untuk pengadaan barang dalam proyek Jasmas 2016.

"Keterangan 12 saksi yang kami hadirkan dalam sidang kemarin sudah  kami anggap cukup dan tidak perlu lagi memanggil saksi lainnya, karena keterangannya sama,"ujar Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi, Rabu (15/5).

Menurut Dimaz, dalam persidangan selanjutnya, Ia akan menghadirkan ahli dari BPK RI.

"Ada satu ahli yang akan kita hadirkan, yakni dari BPK,"ujarnya.

Saat ditanya apa kompetensi ahli BPK yang akan dihadirkan dalam persidangan berikutnya, masih kata Dimaz, untuk menjelaskan kerugian yang terjadi dalam kasus korupsi Jasmas tersebut.

"Tentunya terkait kerugian uang negaranya,"kata Dimaz.

Diberitakan sebelumnya, Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak mengaku akan menghadirkan 230 orang saksi ke persidangan. Mereka merupakan pemohon dan penerima dana hibah yang dikoordinir oleh terdakwa Agus Setiawan Tjong.

Dari 230 orang tersebut, sudah 12 orang yang telah memberikan keterangannya dalam persidangan. Mereka terdiri dari 8 Ketua RW dan 4 Ketua RT.

Mereka adalah Mudji Hartono, Ketua RW 2 Kelurahan Tambak Rejo, Kecamatan Simokerto, Setyo Winarto, Ketua RW 9 kelurahan Tambak Rejo Kecamatan Simokerto, Suwarno ketua RW 3 Kelurahan Tambak Rejo  Kecamatan Simokerto, Ahmad Ansori Ketua RW 8 Kelurahan Tambak Rejo,  Kecamatan Simokerto, Eko Hariyanto Ketua RW 9 Kelurahan Simokerto, Kecamatan Simokerto, Muhammad Malik , Mantan Ketua RW 2 Kelurahan Kalikedinding Kecamatan Kenjeran, Yatiman Ketua RW 5 Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran dan Winarno ketua RW 9 kelurahan Petemon Kecamatan Sawahan.

Sementara 4 Ketua RT yang dihadirkan adalah Hariyanto, Ketua RT 04 RW 01 Kel Jagir Wonokromo, Kecamatan Wonokromo ,Suryanto ketua RT 12 RW 4 Kel Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran, Samsul Arifin Ketua RT 04 RW 07 Kelurahan Bongkaran Kecamatan Pabean Cantikan dan Moch Achsan Ketua RT 09 RW 10 Kelurahan Bongkaran Kecamatan Pabean Cantikan.

Selain ketua RT dan Ketua RW, sebanyak 6 anggota DPRD Surabaya juga telah memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Surabaya. Mereka adalah Darmawan, Binti Rochma, Dini Rinjani, Ratih Retnowati, Sugito dan Saiful Aidy.

Dalam kasus korupsi dana Jasmas ini, Jaksa juga telah menghadirkan 3 orang tenaga marketing terdakwa Agus Setiawan Tjong, yakni Dea Winnie, Santi dan Robert Siregar. Dari keterangan ketiga orang tim marketing inilah terungkap, jika proyek jasmas tersebut dikordinir oleh terdakwa Agus Setiawan Tjong. (Komang)

Senin, 11 Maret 2019

Tersangka Korupsi Jasmas Pemkot Surabaya Segera Diadili


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Dalam waktu dekat, kasus korupsi Jasmas Pemkot Surabaya yang menjerat pelaksana proyek Agus Setiawan Tjong segera digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Berkas perkara sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor minggu lalu dan sekarang kami tinggal menunggu jadwal sidangnya,"terang Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi saat dikonfirmasi, Senin (10/3).

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Tanjung Perak telah melakukan penahanan terhadap Agus Setiawan Tjong Kamis (1/11) lalu.

Tjong merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya itu akhirnya ditahan di Cabang Rutan Kelas I Surabaya di Kejati Jatim usai menjalani serangkaian pemeriksaan.

Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi hingga Rp 5 miliar rupiah akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh tersangka  Agus Setiawan Tjong.

Perbuatan tersangka Agus Setiawan Tjong dianggap bertentangan dengan Pasal 2 juncto pasal 3 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. (Komang)

Terpidana Kasus Korupsi Paving Pelindo Pindah Bui


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Terpidana Dewi Yulianti yang dieksekusi tim gabungan dari Intelijen dan Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, kamis (28/2) lalu akhirnya dipindahkan ke lapas Porong Sidoarjo, senin, (11/2).

" Hari ini mas, jam 11.00 Wib berangkat dari rutan Kejati sampai Lapas sidoarjo jam 12.30 Wib." jelas sumber internal di Kejati Jatim sambil meminta agar namanya tidak dipublikasikan.

Sementara pihak Kejari Tanjung Perak belum berhasil dikonfirmasi.

Seperti diketahui pemindahan Dewi Yulianti ini sebelumnya dijadwalkan pada hari jum'at (1/3) namun rencana tersebut batal.

Dewi Yulianti merupakan buronan yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dewi Yulianti yang merupakan warga jalan Raya Krikilan 162 RT.013 RW.05 Kelurahan Driyorejo Kabupaten Gresik ini saat di eksekusi tak melakukan perlawanan.

Eksekusi Dewi Yulianti ini berdasarkan Putusan MA no.2403 K / Pid.Sus / 2018 tertanggal 22 Januari 2019 yang intinya menjatuhkan pidana selama 4 (empat) tahun penjara dan denda Rp.200.000.000,- subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

Perempuan kelahiran tahun 1976 silam ini terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan UU RI no.20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Perkaranya Tindak Pidana Korupsi Pekerjaan Lanjutan Perbaikan Jalan,  Saluran dan Trotoar Prapat Kurung Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2010 dengan Anggaran Rp.3.326.109.000,- (tiga milyar tiga ratus dua puluh enam juta seratus sembilan ribu rupiah) dan
Kerugian negara Rp. 512.229 045. (lima ratus dua belas juta dua ratus dua puluh sembilan ribu empat puluh lima rupiah).

Perlu diketahui saat itu Kejari Tanjung Perak sedang mengusut adanya penyimpangan proyek pavingisasi Pelindo senilai Rp 3,2 miliar di Prapat Kurung, Pelabuhan Tanjung Perak.

Penyimpangan proyek tersebut misalnya dalam pengerjaan, rekanan PT Pelindo III itu mengubah spesifikasi proyek.

Diantaranya, paving yang dipasang harus berjenis K-500. Namun kenyataannya, paving yang dipasang sesuai uji laboratorium Universitas Petra berjenis K-350.

Sedangkan hasil uji laboratorium di ITS paving itu berjenis K-400.
Ketebalan lapisan bawah paving berkurang lima centimeter dari yang seharusnya.

Luasan paving yang dipasang juga kurang sepuluh persen dari yang seharusnya dikerjakan.

Dalam kasus ini penyidik Pidsus dibawah komando Kasi Pidsus, Agus Prasetyo yang saat ini sebagai Kabag Dumas KPK menetapkan 5 tersangka.

Dari 5 tersangka ini, hanya 1 yang apes dengan ditahan di rutan Medaeng yakni Wisono, mantan Komisaris PT Rafindo Putra Pratama Jaya.

Penahanan Wisono, mantan Komisaris PT Rafindo Putra Pratama Jaya ini banyak faktor diantaranya Wisono ini merupakan aktor utama dalam perkara tersebut, selama proses penyelidikan hingga penyidikan Wisono ini selalu mangkir dari panggilan penyidik selain itu Wisono dikhawatirkan menghilangkan asset-aset yang diduga terkait dengan tindak pidana dan juga tidak mengembalikan kerugian negara.

Sedangkan empat tersangka lainnya tak ditahan. Mereka adalah Slamet Hadiwi (pelaksana lapangan PT Rafindo), Arief Kurniawan (Direktur PT Rafindo) serta Dewi Yuliati dan Budi Wahyono yang merupakan pegawai Divisi Teknik PT Pelindo III.

Slamet Hadiwi dan Arief Kurniawan tidak ditahan karena hanya sebagai pelaksana perintah dari Wisono. Sedangkan dari Pelindo III Dewi Yuliati dan Budi Wahyono tidak ditahan karena mengembalikan kerugian Negara. (arf)

Kejari Tanjung Perak Buru 5 DPO Kasus Kepabeanan


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Setelah melakukan beberapa eksekusi terhadap terpidana kasus korupsi maupun lainnya. Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Terus berupaya memburu buronan yang sudah menjadi daftar pencarian orang (DPO).

Kali ini sudah ada lima orang yang masuk dalam 'radar' pencarian.

Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Dimaz Atmadi mengatakan ke lima orang tersebut harus menjalankan pidananya sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkrach).

" Kita akan mengeksekusi mereka, sesuai putusan MA." kata Dimaz, senin (11/3).

Sebelum melakukan eksekusi, lanjutnya, pihak Kejari Surabaya terlebih dahulu menjalankan prosedur yang sudah ditetapkan.

" Kita sudah layangkan panggilan pertama, bila mereka tetap tak kooperatif, kita layangkan panggilan hingga ke tiga kalinya." Jelasnya.

Sedangkan untuk batas waktu panggilan pertama hingga ketiga, Dimaz enggan menjelaskan. Namun yang jelas, tak hanya melakukan panggilan tetapi pihaknya juga berusaha mencari keberadaan terpidana tersebut.

" Nanti tiap panggilan kita sesuaikan. Kita juga terjunkan tim ke lapangan." ujarnya.

Kelima terpidana yang diketahui terjerat kasus kepabeanan tersebut, masih kata Dimaz, saat ini terlacak telah berpindah-pindah tempat bahkan ada yang berada di luar Surabaya.

" Tiga di Surabaya, dua di luar Surabaya." pungkasnya. (arf)

Sabtu, 09 Maret 2019

Berkas Perkara Pejabat PDAM Surabaya Peras Perusahan Rekanan P21


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kasus pemerasan Rp 1 miliar yang dilakukan Manajer PDAM Surya Sembada Surabaya, Retno Tri Utomo Alias Gurit terhadap Direktur PT. Cipta Wisesa Bersama, Chandra Arianto memasuki babak baru. Berkas perkara tersebut telah dinyatakan sempurna atau P21 oleh penyidik pada Jampidsus Kejagung RI.

"Rencananya minggu depan akan dilaksanakan pelimpahan tahap II (pelimpahan berkas dan tersangka) dari Kejagung ke Kejati Jatim,"kata Aspidsus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi saat dikonfirmasi, Sabtu (9/3).

Untuk mempermudah proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, masih kata Didik, Penahanan tersangka  Retno Tri Utomo alias Gurit akan dipindahkan ke Surabaya, yakni ke Cabang Rutan Kelas I Surabaya di Kejati Jatim.

"Yang pasti penahanan terhadap tersangka juga kami pindah ke Surabaya,"terang Didik Farkhan.

Untuk diketahui, Manajer pemeliharan jaringan distribusi PDAM Surya Sembada Surabaya ini ditetapkan tersangka berdasarkan surat Tap-17/F.2/Fd.2/2019 tgl 3 januari 2019.

Gurit diduga menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang ada pada jabatannya atau pemerasan dengan meminta uang sebesar Rp 1 miliar kepada Chandra Arianto selaku Direktur PT Cipta Wisesa Bersama yang saat itu ditunjuk sebagai Penyedia Barang/jasa Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya-Jalan Kenjeran (MEER) Sisi Timur.

Aksi pemerasan ini dilakukan Gurit secara bertahap, yakni sebanyak delapan kali dengan total Rp 900 juta melalui transfer ke rekening bank yang telah ditentukan Gurit.

Dalam kasus ini, Gurit  disangkakan melanggar pasal 12 huruf e Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 421 KUHP. (Komang)