Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Kamis, 03 Juli 2014

Hotel Ken Park Kenjeran Dirazia, 21 Pasangan Mesum digaruk


KABARPROGRESIF.COM : Tak hanya RHU yang jadi sasaran razia aparat gabungan, hotel Ken park Kenjeran pun jadi incaran.

 Alhasil, sedikitnya 21 pasangan bu-kan suami istri alias pasangan mesum, diamankan(3/7) dinihari WIB.
 Informasinya, polisi sering mendapat laporan dan keluhan masyarakat bahwa masih banyak muda-mudi dan pasa-ngan selingkuh yang check-in di hotel-hotel yang banyak bertebaran di kawasan Kenpark yang dekat dengan Pantai Ria Kenjeran ini.

Setelah menyusun rencana dengan matang, razia mendadak segera dilaku-kan di kawasan Kenpark ini. Puluhan pe-tugas langsung disebar melakukan pe-nyisiran di setiap kamar hotel.

Namun selain mengamankan pasa-ngan mesum, polisi juga menemukan kantong plastik yang diduga bekas isi Narkoba jenis sabu dari salah satu ka-mar yang dihuni pasangan bukan suami istri. Keduanya lantas diamankan secara khususs untuk menjalani pemeriksaan dan tes urine.

Kasat Sabhara Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP Supyan mengata-kan, razia yang dilakukan ini merupakan bentuk kepedulian polisi terhadap lapo-ran masyarakat yang merasa resah me-lihat adanya kawasan tempat mesum pasangan bukan suami istri. “Dari kawa-san Hotel Kenpark, diamankan 21 pa-sangan mesum. Saat ini mereka kami gelandang ke Mapolres untuk dilaku-kan pendataan untuk dijerat sesuai un-dang-undang yang berlaku,” jelasnya.

AKP Supyan menegaskan, Polres Pelabuhan Tanjung Perak akan terus melakukan hal serupa selama bulan Ramadhan demi menjaga kekhu-syukan warga menjalankan ibadah pu-asa. “Kami tidak akan melakukan Razia sampai disini saja. Namun sejumlah tempat mesum lainnya akan terus kami razia agar warga dapat menjalankan ibadahnya di bulan Ramadhan dengan khusyuk,” pungkasnya. (*/arf)

Ratusan Kasus Permasalahan Anak Terjadi di Kawasan Dolly-Jarak



KABARPROGRESIF.COM : Salah satu pertimbangan Pemkot Surabaya merehabilitasi kawasan lokalisasi Dolly-Jarak adalah faktor psikologis anak. Pasalnya, geliat bisnis prostitusi dengan segala “pernak-pernik”nya diyakini memberi dampak tersendiri bagi pola tumbuh kembang insan di bawah umur. Asumsi itu diperkuat dengan adanya data kasus/problem anak yang sangat tinggi di wilayah tersebut.

Berdasar data yang dihimpun Pusat Krisis Berbasis Masyarakat (PKBM) Cahaya Mentari diketahui bahwa angka anak yang mengalami kekerasan domestik (AKD) jumlahnya mencapai 81 anak. Yang dimaksud kekerasan domestik misalnya sering dipukul atau diperlakukan secara kasar. Sedangkan jumlah kasus kekerasan seksual sebanyak 45 kejadian. Rinciannya, 15 laki-laki dan 30 perempuan.

“Korban berjenis kelamin laki-laki rata-rata disodomi, sedangkan perempuan mengalami tindak perkosaan. Kejahatan seksual tersebut umumnya dilakukan oleh orang-orang terdekatnya,” ungkap Mariani Zaenal, Ketua PKBM Cahaya Mentari, Rabu (2/7).

Lebih lanjut, Mariani menerangkan, angka kekerasan ekonomi, dalam artian anak disuruh mengemis atau pekerjaan lain yang tidak layak karena memang belum waktunya, jumlahnya ada 8 kasus. Anak bermasalah dengan hukum seperti terlibat curanmor, penjambretan dan perjudian sebanyak 18 kasus. Sementara untuk kejadian penelantaran 14 kasus, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 134 kasus dan trafficking 5 kasus.

Serta, kekerasan masa pacaran (KMP), contohnya hingga hamil di luar nikah jumlahnya 11 kasus. Hingga kondisi terjerat narkoba ada 5 anak. “Semua ini data riil hasil laporan dan tindak lanjut di lapangan. Sebagian ada yang ditangani langsung oleh PKBM. Untuk kasus yang parah dirujuk ke rumah sakit milik pemerintah,” kata Mariani yang sudah tujuh tahun aktif sebagai relawan di wilayah Putat Jaya dan Banyuurip ini.

Dia mengakui problem yang dihadapi anak-anak di kawasan lokalisasi sangat kompleks. Setiap hari mereka disuguhi pemandangan dan lingkungan yang kurang patut. Hal itulah yang diyakini menjadi penyebab anak-anak dan remaja di sana nekad melakukan perbuatan yang menyimpang.

Mariani menuturkan ada seorang siswi SMK yang hamil di luar nikah. Usut punya usut, peristiwa bermula saat siswi tersebut sengaja dicekoki miras oleh temannya sendiri. Setelah dalam keadaan mabuk, dia “dihadiahkan” kepada temannya yang lain yang kebetulan sedang berulang tahun. “Ini tentu sangat miris,” imbuh perempuan yang juga tergabung dalam Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kecamatan Sawahan tersebut.

Masih kata Mariani, berdasar pengakuan anak yang dijumpai PKBM Cahaya Mentari, untuk modus trafficking yang sering terjadi di wilayahnya, rata-rata menggunakan modus anak menjual anak. Mereka dengan leluasa memperdagangkan temannya sendiri karena unsur kedekatan. Sasarannya yakni anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi lemah, broken home (keluarga tidak harmonis) atau yang orang tuanya meninggal sehingga tidak ada pengawasan. Kondisi itulah yang rentan terjadi tindak trafficking.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas KB) Kota Surabaya Nanis Chairani menyatakan, pihaknya selama ini memang memiliki tanggung jawab dalam upaya pemenuhan hak-hak anak. Di antaranya hak untuk hidup dan hak tumbuh kembang yang baik.

Khusus untuk program rehabilitasi kawasan lokalisasi, bapemas melakukan upaya jemput bola. Tujuannya, guna menggali kasus-kasus permasalahan anak yang terjadi di tengah masyarakat. Jika dijumpai adanya temuan problem yang menyangkut anak, maka bapemas langsung menempuh langkah intervensi.

Dikatakan Nanis, pihaknya selama ini juga bekerja sama dengan PKBM dan LSM untuk monitoring problem anak. Kondisi psikis anak yang dipandang butuh penanganan ekstra ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A). Lembaga ini merupakan wadah recovery yang di dalamnya melibatkan unsur LSM, TNI-Polri, perguruan tinggi dan pemerintah kota. “PPTP2A akan memberikan pendampingan berupa konsultasi psikiater. Di samping itu, ada pula metode-metode yang dilakukan untuk pemulihan mental anak,” papar mantan Kabag Humas ini.

Ke depan, Nanis mengatakan, pihaknya akan menjalankan program penguatan karakter khusus bagi anak-anak yang tinggal di kawasan lokalisasi. Program tersebut diharapkan dapat membantu membuang memori kelam yang sebetulnya belum layak dikonsumsi oleh anak di bawah umur.

Anak-anak di Sekitar Lokalisasi Berpotensi Sakit Secara Kejiwaan

Sementara itu, maraknya kasus kekerasan atau perilaku menyimpang yang melibatkan anak-anak di wilayah lokalisasi mengundang perhatian psikiater dr. Agung Budi Setiawan Sp.KJ. Data yang diungkapkan PKBM diyakini layaknya fenomena gunung es. Menurut dia, kemungkinan masih banyak kejadian yang belum terungkap karena anak/remaja belum berani melapor.

Dari pengamatan dr. Agung, anak-anak di sekitar lokalisasi sangat berpotensi menderita sakit secara kejiwaan. Hal ini merujuk pada data tingkat kekerasan maupun perilaku menyimpang yang diungkapan PKBM Cahaya Mentari. Dari sudut pandang ilmu kejiwaan, yang dinamakan sakit/gangguan mental tidak melulu berarti gila. “99 persen kasus gangguan mental tidak sampai dikonotasikan gila. Tapi itu tetap perlu mendapat penanganan,” katanya.

Dia melanjutkan ada tiga kriteria seseorang dikatakan menderita gangguan kejiwaan. Pertama punya perilaku, sikap dan pikiran yang menimbulkan gangguan terhadap diri sendiri dan orang lain. Kedua, ada unsur penderitaan yang dialami. Ketiga, kualitas hidup menurun. “Nah, kalau ketiganya terjadi berarti sudah cukup dikategorikan gangguan kejiwaan,” ujarnya. Dalam hal kehidupan sekitar lokalisasi, penyebab timbulnya gangguan jiwa bisa disebabkan adanya abuse atau tekanan dari lingkungan sekitar.

Sedangkan hal-hal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak dibagi dalam dua fase. Mikrokosmos, yaitu saat dalam kandungan dapat berpengaruh terhadap masa depan anak. Dengan banyaknya kasus kehamilan yang tidak diinginkan, maka otomatis juga berdampak pada kualitas janin. Sebab, kualitas anak pada mulanya ditentukan sejak dari masa kandungan.

Fase kedua adalah Makrokosmos yang berarti lingkungan tempat dimana anak tersebut tumbuh. dr. Agung menjelaskan betapa lingkungan itu sangat krusial karena dapat mempengaruhi pola pikir anak. Oleh karenanya, dia setuju kalau lokalisasi tidak boleh berada dalam kawasan permukiman. Menurut dia, lebih baik menyelamatkan generasi muda ketimbang menunggu anak-anak tercemar perilaku buruk karena penanganannya butuh proses yang tidak singkat.

“Semakin dini usia saat mengalami trauma atau kekerasan maka prosentase mengarah kepada sakit kejiwaan semakin tinggi. Jika dibiarkan statusnya akan kian parah. Kalau sudah demikian, penanganannya juga makin lama,” terang pria yang sudah menjalani profesi sebagai psikiater sejak 2003 ini.

Lantas bagaimana solusi terbaik bila ada anak yang terlanjur mengalami gangguan mental karena pengaruh lingkungan lokalisasi? Agung berpendapat, satu satunya pengobatan yang harus ditempuh yakni dengan cara holistik. Penanganan medis hanya akan membantu sekitar 20-25 persen. Sisanya, faktor lingkungan yang harus dibenahi. Esensi istilah medis manipulasi lingkungan pada hakekatnya adalah bagaimana menyediakan suasana home sweet home yang nyaman bagi anak. “Itu akan sangat banyak membantu,” tukasnya.

dr. Agung sependapat bahwa persoalan penanganan anak di sekitar lokalisasi merupakan problem kompleks yang harus segera disikapi serius. Untuk itu, perlu peran semua pihak demi mensukseskan program-program yang berpihak pada anak.(*/arf)