Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Gempa Tuban, Robohkan Lima Bangunan di Surabaya

Lima bangunan roboh di Surabaya terdampak gempa yang berpusat di Timur Laut Tuban, salah satunya bangunan di RSUD Soewandhie.Tetapi sejauh ini tak ditemukan korban jiwa.

Dibuka 25 Maret, Ayo Daftar - Dishub Jatim Sediakan Mudik Gratis dengan Kapal Laut

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Bantuan Korbrimob Polri untuk Korban Bencana Jateng

Sebanyak 5.000 paket sembako dikirim langsung dari Mako Brimob Kelapadua, Cimanggis, Kota Depok untuk korban bencana banjir di beberapa Kabupaten Jateng akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.

HUT ke-105 Damkar dan Penyelamatan Nasional 2024 Akan Digelar di Surabaya

HUT ke-105 Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Nasional tahun 2024 akan berlangsung di Kota Surabaya, dimulai pada 27 Februari 2024 hingga puncak peringatan 1 Maret

Pasca Gempa Tuban, Pasien RS Unair Dirawat di Tenda Darurat

Pendaftaran Mudik Gratis Melalui Jalur laut dibuka secara online tanggal 25 Maret 2024. Program mudik gratis yang diselenggarakan Pemprov Jatim melalui Dinas Perhubungan itu bisa diikuti dengan syarat menunjukkan KTP atau Kartu Keluarga.

Rabu, 30 November 2016

Walikota Risma Tetap Berjuang Pengelolaan Bopda SMA/SMK Dikelola Pemkot Surabaya



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pemkot Surabaya terus memperjuangkan pendidikan SMA/SMK gratis, meski pengelolaannnya berada di bawah pemerintah provinsi (Pemprov). Selain menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah kota juga melakukan pendekatan kepada Gubernur.

Walikota Surabaya, Tri rismaharini usai mengikuti Rapat Paripurna Pengesahan APBD 2017 di Gedung DPRD mengatakan, dirinya melobi ke gubernur agar bisa mengelola SMA/SMK , kendati berdasarkan undang_undang 23 Tahun 2014 tentang pemerintah Daerah kewenangannnya tetap berada di Gubernur Jatim.

“Pusat juga nyampaikan satu lembar surat dari gubernur untuk pelimpahan pengelolaannya saja, kewenangannya tetap di Provinsi, itu sudah cukup,” tuturnya. Rabu (30/11/2016)

Risma menegaskan, alasan pihaknya bersikeras mengelola SMA/SMK, disamping untuk pendidikan gratis, juga untuk menjamin gaji guru terutama Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).

“Jangan sampai guru tak gajian,” katanya

 Ia mengaku, selama ini dalam anggaran gaji guru selalu defisit. Untuk membayar gaji guru yang nilainya mencapai Rp.200 milliar sampai Rp.300 milliar, pihaknya terpaksa mengambil sebagian Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Selain untuk gaji guru, APBD 2017 yang ditetapkan sebesar Rp. 8.561 trilliun lebih, Pemkot masih mengalokasikan anggaran pendidikan biaya operasional sekolah (Bopda) untuk SMA dan SMK,” pungkasnya. (arf)

APBD 2017 Disahkan 8,56 Trilliun, Anggaran Pendidikan Tak Bisa Digunakan



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Surabaya Tahun anggaran 2017, akhirnya disahkan tepat waktu oleh DPRD kota Surabaya melalui rapat Paripurna, Rabu(30/11/2016)

Draft rancangan APBD yang dibahas secara marathon selama 2 pekan ini, mempunyai kekuatan anggaran sebesar Rp 8.561.484.147.400, dengan rincian 70 persen biaya pembangunan dan 30 persen untuk biaya langsung, termasuk gaji pegawai.

Dari total nilai APBD 2017, turut pula dialokasikan anggaran pendidikan untuk biaya operasional daerah (Bopda) tingkat SMA dan SMK sebesar Rp. 180 miliar. Namun sayangnya, anggaran pendidikan tersebut, tidak bisa dicairkan, karena terjegal oleh peraturan.

Hal ini memicu reaksi anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya, Reni Astuti yang mengajukan interupsi disela sidang Paripurna.

Dalam kesempatan itu, politisi asal PKS ini menyarankan, agar anggoran Bopda untuk SMA dan SMK tidak diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang malah menabrak peraturan. Hal inilah yang membuat anggaran pendidikan tersebut tak bisa dicairkan.

“Padahal sudah jelas bahwa dalam aturan penggaran, pemerintah daerah tidak boleh mencantumkan penganggaran yang bukan kewenangannya dalam bentuk program dan kegiatan. Maka anggaran Rp 180 miliar di APBD 2017 ini tidak akan bisa dicairkan,” paparnya.


Sebenarnya dalam penyusunan APBD 2017 ini, sebenarnya sudah ada pedoman yang tercantum. Namun sayangnya Pemkot tetap ngotot untuk mengalokasikan anggaran dalam bentuk program dan kegiatan, sehingga anggaran itu akan mubazir atau sia-sia, karena tak bisa terserap.

“Sejak peralihan kewenangan pengelolaan pendidikan untuk tingkat SMA dan SMK dari Pemkot Surabaya ke Pemprov Jawa Timur, semua aturannya telah berubah. Namun tidak ada pemahaman serius,” jelas Reni.

 Lebih lanjut Reni menambahkan, semangat Pemkot untuk mengalokasikan anggaran tersebut didasari rasa optimisme bahwa tahun depan putusan Mahkamah Konsitusi akan goal dan pengelolaan SMA SMK akan kembali ke Pemkot. Namun, menurut Reni, hal ini sangat riskan. “Padahal seharusnya dalam penyusunan anggaran pijakan hukumnya harus pasti. Dan jika sampai putusan MK itu sampai tengah tahun putusan belum turun, maka akan sama saja alokasi anggaran itu nggak bisa dipakai,” imbuh Reni.

Terlebih dalam anggaran Rp 180 miliar itu sudah termasuk anggaran untuk siswa tidak mampu. Artinya sampai anggaran ini digedok belum ada jaminan bahwa siswa miskin di Surabaya mendapatkan bantuan. Data yang dimiliki Reni, jumlah siswa miskin di sekolah menengah di Surabaya sebanyak 126.178 orang, atau sepuluh persen dari total jumlah siswa SMA/SMK se-Surabaya.

“Anggaran yang kita butuhkan setidaknya untuk menjamin mereka yang miskin saja itu hanya butuh Rp 45 miliar. Penganggarannya bisa seperti model pendaan Dinas Sosial yang memberikan bantuan pendidikan untuk kuliah di perguruan tinggi,” ujar Reni.

Jadi bisa menggunakan sistem bantuan personal. Dimana bantuannya langsung ke satu per satu siswa. Tapi kalau Pemkot masih mau memberi bantuan dan tidak hanya untuk warga miskin saja, masih ada peluang. Dan itu harus dialokasikan dalam bentuk belanja bantuan keuangan khusus (BKK). Jadi bukan hanya mengandalkan pengalokasian anggaran dalam bentuk program dan kegiatan yang jelas tidak bisa dicairkan.(arf)