Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 20 April 2021

Anggota PWI Depok Diduga Terseret Dugaan Praktik Korupsi Pengadaan Sepatu PDL di Dinas Damkar Depok


KABARPROGRESIF.COM: (Depok) Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah, siang ini menyambangi Kejaksaan Negeri Depok.

Kepada awak media, Rusdy mengaku hendak mengklarifikasi sebuah nama yang serupa dengan nama salah seorang anggotanya, dan ikut terseret dalam polemik dugaan praktik korupsi pengadaan sepatu PDL di Dinas Damkar Kota Depok.

Nama tersebut adalah Hadi Effendi.

Nama ini pertama kali muncul setelah pihak penyedia sepatu tersebut, Sadar Harapan,mengaku bahwa proyek pengadaan sepatu ini ia kerjakan menggunakan perusahaan yang ia pinjam.

“Saya pinjam, jangan salah ya, saya pinjam. Saya pinjam ke Afrizal, kemudian kepada yang punya, Hadi Effendi,” ungkapnya di Kejaksaan Negeri Depok, Cilodong, Senin (19/4/2021).

Kembali ke Rusdy, ia menyebut bahwa kedatangannya bukan berdasarkan panggilan dari Kejaksaan Negeri Depok.

“Nama Hadi Effendi itu bukan dari saya mungkin ada dari kontraktor, saya hanya memastikan apakah Hadi Effendi itu benar sebagai wartawan Depok, sebagai anggota PWI, saya cek juga klarifikasi bukan saya dipanggil Kejaksaan tapi saya klarifikasi Kejaksaan sebagai Ketua PWI,” ujar Rusdi di lokasi yang sama.

Hasil dari klarifikasi yang ia lakukan, Rusdy mengatakan untuk sementara ini didapat keterangan bahwa Hadi Effendi yang dimaksud adalah Adi Rakasiwi, yang merupakan anggota PWI.

“Untuk sementara didapatkan bukti bahwa Hadi Effendi itu adalah Adi Rakasiwi yang sekarang anggota PWI, saya hari ini setelah mendapatkan informasi itu akan ke ketemu bang Hadi untuk memastikan apakah benar bang Hadi, Adi Rakasiwi. Jadi saya belum memastikan belum pasti 100 persen baru klarifikasi aja untuk ke Kejaksaan,” jelasnya.

“Tadi sempat ditanyakan juga Hadi Effendi muncul keterangannya di kontraktor perannya sebagai apa, jadi perannya menjadi salah satu orang yang menandatangani kontrak pengadaan sepatu. Jadi saya gak tahu penyidik Kejaksaan. Peran saya hanya mengklarifikasi nama orang Hadi Effendi,” timpalnya lagi.

Lebih lanjut, Rusdy berujar tidak ada aturan yang dilanggar di dewan pers, bilamana seorang wartawan bermain proyek.

“Gak ada aturan di dewan pers, secara apa namanya menegaskan bahwa aturan wartawan boleh, karena itu bagian dari rezeki. Soal apakah SK wartawan terkena pidana korupsi, berbuat kriminal pun ke narkoba itu pasal pidana umum,” katanya.

“Tidak kena Undang-Undang pokok pers karena tidak ada kaitannya dengan karya tulisan atau media itu lebih pada ke pribadi. Apakah seorang wartawan boleh punya perusahaan, itu boleh-boleh saja. Banyak wartawan yang perusahaan tapi jalankan perusahaan itu dengan benar kalau menyalahi aturan akan dikenakan pidana umum karena itu bukan produk pers,” pungkasnya.

Penyedia Sepatu PDL Ungkap Hal Ini

Setelah sejumlah petugas Damkar Kota Depok, kini Kejaksaan Negeri Kota Depok juga memanggil pihak penyedia barang terkait dugaan praktik korupsi pengadaan sepatu PDL pada tahun 2018 di Dinas Damkar Kota Depok.

Adalah Sadar pihak penyedia barang (sepatu) tersebut. Kepada wartawan, ia mengaku sudah memberikan keterangan pada penyidik Kejaksaan.

“Semua sudah sama penyidik ya,” ujar Sadar di Kejaksaan Negeri Depok, Cilodong, Kota Depok, Senin (19/4/2021).

Sadar mengaku, bahwa proyek pengadaan sepatu ini ia kerjakan menggunakan perusahaan yang ia pinjam.

“Saya pinjam, jangan salah ya, saya pinjam. Saya pinjam ke Afrizal, kemudian kepada yang punya, Hadi Effendi,” ungkapnya.

Soal kualitas sepatu PDL yang disebut-sebut tak mumpuni, Sadar mengatakan pengadaan barang telah sesuai dengan spesifikasi yang diminta.

“Saya mengadakan itu sesuai dengan spek (spesifikasi),” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, sebuah unggahan foto yang menampakan seorang petugas pemadam kebakaran (Damkar) memegang dua poster berisi tulisan dugaan tindakan korupsi, tengah viral di sosial media.

Isi tulisan dalam poster yang pertama adalah “Bapak Kemendagri tolong, untuk tindak tegas pejabat di Dinas Pemadam Kebakaran Depok. Kita dituntut kerja 100 persen, tapi peralatan di lapangan pembeliannya tidak 100 persen, banyak digelapkan”.

Sementara poster kedua, berisi “Pak Presiden Jokowi tolong usut tindak pidana korupsi, Dinas Pemadam Kebakaran Depok”.

Belakangan diketahui, petugas Damkar yang viral tersebut bernama Sandi, dan foto tersebut diambil di Kantor Damkar Pos Wali Kota Depok, Pancoran Mas.

Kepada wartawan, Sandi menjelaskan bahwa dirinya hanya memperjuangkan haknya, sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

“Kalau untuk motif saya hanya memperjuangkan hak dan memang apa adanya kenyataan fakta di lapangan untuk pengadaan barang Damkar itu hampir semua tidak sesuai spek yang kita terima, tapi kita dituntut bekerja 100 persen, tapi barang-barang yang kita terima itu tidak 100 persen,” katanya melalui sambungan telepon, Jumat (9/4/2021) beberapa hari lalu.

“Kita tahulah anggota lapangan kita tahu kualitas, seperti harga selang dia bilang harganya jutaan rupiah, akan tetapi selang sekali pakai hanya beberapa tekanan saja sudah jebol,” timpalnya mengeluh.

Tak hanya itu, Sandi juga berujar bahwa hak-hak upah yang diterimanya tidak pernah utuh, lantaran mendapat potongan.

“Hak-hak kita, pernah merasakan anggota disuruh tanda tangan Rp 1,8 juta, menerima uangnya setengahnya Rp 850 ribu. Waktu itu dana untuk nyemprot waktu zaman awal Covid-19 kemarin kita disuruh nyemprot segala macam,” pungkasnya.

Komandan Regu Dinas Damkar Depok Diperiksa

Kejaksaan Negeri Depok kembali memanggil sejumlah Pejabat dari Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok, terkait dugaan kasus korupsi.

Siang ini, giliran salah seorang Komandan Regu dari Dinas Damkar Kota Depok, Supandi.

Kurang lebih tiga jam menjalani pemeriksaan, akhirnya Supandi pun keluar bersama seorang pegawai Dinas Damkar lainnya.

Supandi nampak terburu-buru, dan terkesan menghindari pertanyaan dari awak media.

Namun demikian, Supandi tak menepis bahwa dirinya memberikan keterangan terkait dugaan praktik korupsi yang tengah viral tersebut.

"Enggak sampai puluhan pertanyaan," katanya di Kejaksaan Negeri Depok, Cilodong, Senin (19/4/2021).

Soal isu negatif yang beredar soal pemotongan dana insentif Covid-19, Supandi membantahnya dan menyebut bahwa hal tersebut adalah bohong belaka.

"Bohong-bohong. Enggak benar, sudah itu saja," tegasnya.

Polrestro Depok Dapat Karangan Bunga

Setelah Kejaksaan Negeri Depok, kini giliran Polres Metro Depok yang mendapat kiriman bunga dari masyarakat.

Karangan bunga tersebut sebagai bentuk dukungan untuk mengusut tuntas dugaan praktik korupsi di Dinas Damkar Kota Depok.

Pantauan di lokasi, sudah ada sembilan karangan bunga berisi tulisan dukungan, yang berjejer di area gerbang masuk Polres Metro Depok, Pancoran Mas.

Dari informasi yang didapat, sejumlah karangan bunga ini mulai berdatangan sejak pagi hari.

"Saat saya datang pagi tadi sudah ada karangan bunga itu," ujar Humas Polres Metro Depok, Iptu I Made Budiman, pada wartawan, Senin (19/4/2021).

Sebelumnya diberitakan, Tim Khusus Tindak Pidana Korupsi Kepolisian Resort Metro Depok, memeriksa tiga pegawai Dinas Pemadam Kebakaran buntut adanya dugaan praktik korupsi.

Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP I Made Bayu Sutha, mengatakan, pihaknya meminta klarifikasi dari tiga pegawai Damkar ini, soal dugaan korupsi pemotongan insentif dan dana penanggulangan Covid-19.

“Iya memang ada tiga pegawai Damkar yang kita mintai klarifikasi keterangan terkait berita yang viral di media,” kata Bayu di ruangannya di Polres Metro Depok, Pancoran Mas, Kamis (15/4/2021) beberapa hari lalu.

“Nanti kita dalami lagi setelah ada pendalaman dari kami, nanti kita sampaikan lagi,” timpalnya lagi.

Soal penanganan kasus ini, Bayu berujar pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, yang tengah mengusut juga kasus dugaan praktik korupsi di Dinas Damkar Kota Depok.

Namun yang membedakan, dugaan praktik korupsi yang diusut oleh Kejari Depok adalah pengadaan sepatu PDL pada tahun 2018 silam, yang dikabarkan harga dan kualitasnya tak setara.

“Karena kejaksaan juga sedang menangani hal ini, maka kami akan saling berkoordinasi agar tidak salah paham,” tuturnya.

0 komentar:

Posting Komentar