Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Sabtu, 09 Oktober 2021

Terima Suap Rp4 Miliar, Juarsah Bupati Muara Enim Nonaktif Dituntut 5 Tahun Penjara


KABARPROGRESIF.COM: (Palembang) Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah dituntut hukuman 5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (8/10). 

Selain kurungan badan, Juarsah juga dikenakan denda Rp300 juta subsider 6 bulan.

JPU KPK Ricky Benindo Magnaz dalam tuntutannya mengatakan, terdakwa terbukti menyalahi aturan tindak pidana korupsi dengan menerima uang fee pengerjaan proyek jalan dengan total Rp4 miliar.

"Terdakwa Juarsah juga diminta mengembalikan kerugian negara Rp4 miliar karena dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi. Kalau tidak diganti akan dikenakan tambahan pidana satu tahun," katanya, Jumat (8/10/2021)

Dalam fakta persidangan, Juarsah yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Muara Enim menerima uang dari kontraktor atau Direktur PT Enra Sari selaku pemenang lelang pembangunan 16 paket proyek jalan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Sejak awal, terpidana Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim 2018-2019 meminta Dinas PUPR untuk mencarikan kontraktor yang berani membayar fee di awal pengerjaan sebesar 15 persen dari nilai proyek sekitar Rp129 miliar.

Adapun dari keterangan para terpidana, Elfin Mz Muchtar, Ramlan Suryadi, Ahmad Yani, Robi Okta Fahlevi, jika terdakwa Juarsah menerima fee dari bagian Ahmad Yani.

"Fee itu diberikan sebesar Rp3 miliar didapat dari proyek jalan dan Rp1 miliar dari kontraktor lain yang diserahkan dua kali, yakni untuk pencalonan legislatif istrinya dan saat Idul Fitri masing-masing Rp500 juta," katanya.

Sebab itu terdakwa dituntut 2 pasal dakwaan kumulatif, yakni Pasal 12 A dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pidana Korupsi. 

Ditambah lagi pada dakwan pertama JPU menilai terdakwa terbukti menerima suap dan dakwaan kedua pasal gratifikasi.

"Terdakwa sebagai kepala daerah tidak mencontohkan sikap antikorupsi dengan menerima fee proyek. Lalu terdakwa dianggap hanya menyanggah dan tidak mengakui perbuatannya," ucapnya.

Sementara itu, kuasa hukum Juarsah, Saipuddin Zahri mengaku menghargai tuntutan JPU KPK. 

Namun menurutnya tuntutan yang diberikan tidak berdasar fakta persidangan.

"JPU hanya memberikan tuntutan berdasarkan hasil BAP dan dakwaan. Tidak ada unsur fakta persidangan yang dimasukkan. Kami yakin klien kami akan bebas dan diputus tidak bersalah," ucapnya.

Karena itu, pada sidang berikutnya pihaknya akan membacakan peledoi terkait fakta persidangan dengan menjawab tuntutan yang diberikan JPU.

"Kita buktikan pada peledoi jika tuntutan tidak benar," katanya.

Ketua Majelis Hakim Syahlan Efendi menunda persidangan satu pekan dengan agenda pembacaan peledoi. Selain itu, Hakim juga mengabulkan permintaan terdakwa untuk membuka blokiran nomor rekening anak dan istri terdakwa yang disita KPK sebagai barang bukti.

"Untuk sidang ditunda dengan agenda peledoi pada pekan depan tanggal 15 Oktober mendatang," katanya.

0 komentar:

Posting Komentar