Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 21 Juni 2017

Henry J Gunawan Minta Gelar Perkara Ulang


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Henry J Gunawan, Bos PT Gala Bumi Perkasa meminta penyidik Polrestabes Surabaya untuk melakukan gelar perkara ulang atas kasus penipuan dan penggelapan yang menjadikan dirinya sebagai tersangka. Hal itu dikatakan Abdul Malik, selaku kuasa hukum Henry J Gunawan.

Menurut Malik, kliennya mengeluh atas penanganan perkara ini. Dia menilai, notaris Caroline C Kalampung tidak memiliki kapasitas sebagai pelapor, karena tidak memiliki keperdataan atau alas hak yang kuat.

Selain itu, dalam pembuatan akta jual beli tanah yang dibuat di kantor notaris Caroline tersebut terjadi atas kesepakatan antara Hermanto dengan PT Gala Bumi Perkasa. Saat itu Direktur Utamanya yang menjabat pada tahun 2010 yang melakukan proses perjanjian adalah Teguh Kinarto. Dalam perjanjian itu tidak menyebutkan sama sekali bahwa Henry sebagai pihak yang bersangkutan.

"Saya menduga ini ada permainan yang dilakukan Caroline dan Teguh Kinarto. Apa yang merugikan Caroline sebagai notaris, kan surat itu sudah ditaruh di notaris dan diberikan kepada pihak lain yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaanya," ujarnya saat ditemui di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (21/6/2017).

Anehnya, sertifikat tersebut sebetulnya sudah ditangan notaris Caroline yang selanjutnya sudah memberikan kembali kepada Asrori orang yang mengaku suruhan PT Gala Bumi Perkasa dan sampai saat ini tidak diketahui identitas keberadaanya. Malik menyebutkan bahwa Caroline seharusnya tidak memberikan surat tersebut kepada orang yang bukan pihak-pihak atas perjanjian tersebut.

“Seharusnya Caroline dan Teguh Kinarto ini yang dijadikan tersangka. Bukan pak Henry yang dijadikan tersangka. Ini Asrori harus dicari dulu karena saksi kunci. Dalam hal ini Caroline harus bertanggung jawab juga, bukan melaporkan," tegasnya.

Beberapa kejanggalan lainnya yaitu, adanya dua laporan dalam obyek yang sama. Karena itu pihaknya meminta kasus yang sama di Mabes Polri ditarik ke Polrestabes Surabaya.

“Selain dilaporkan di Polrestabes Surabaya, Pak Henry juga dilaporkan di Mabes Polri. Anehnya dua-duanya jalan dan telah menetapkan Pak Henry sebagai tersangka,” ujar pengacara yang juga menjabat Ketua Kongres Advocat Indonesia (KAI) Jatim ini.

Tak hanya itu, Malik juga menilai bahwa kasus penipuan dan penggelapan yang menjerat Henry telah kadaluarsa lantaran kasus ini terjadi pada 2010 silam. Sesuai KUHP masa kadaluarsa perbuatan pidana adalah 6 tahun.

“Kasusnya sudah terjadi 7 tahun lalu, tapi kok anehnya kasus ini baru dilaporkan dan ditangani saat ini. Kenapa kok tidak dulu?. Apalagi Asrori sebagai saksi kunci yang mengambil sertifikat itu belum jelas keberadaanya,” bebernya.

Atas beberapa kejanggalan itulah, Malik melihat bahwa penetapan pengusaha properti itu sebagai tersangka syarat akan kepentingan.

“Penetapan Pak Henry sebagai tersangka merupakan tindakan yang tidak sah karena terbukti melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 12 tahun 2009. Seharusnya Perkap ini jadi pedoman penyidik,” kata Malik.

Untuk memastikan apakah penetapan tersangka Henry tidak dilakukan secara sewenang-wenang, Malik pun telah mengirim surat resmi ke penyidik Polrestabes Surabaya dan Mabes Polri. “Kami minta kasus atas laporan notaris Caroline yang dibuat di Mabes Polri ditarik ke Polrestabes Surabaya. Dan kami meminta agar penyidik segera melakukan gelar perkara ulang,” tegasnya.

Henry ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan atas laporan yang dibuat notaris Caroline di Polrestabes Surabaya. Kasus yang menjerat Henry ini berawal saat notaris Caroline mempunyai seorang klien yang sedang melakukan jual beli tanah dengan Henry sebesar Rp 4,5 miliar. Setelah membayar ke Henry, korban yang seharusnya menerima Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) ternyata tidak terwujud.

Saat korban ingin mengambil haknya, Henry justru mengaku bahwa SHGB tersebut di tangan notaris Caroline. Namun setelah dicek, Caroline mengaku bahwa SHGB tersebut telah diambil oleh seseorang yang mengaku sebagai anak buah Henry. Kabarnya, SHGB itu ternyata dijual lagi ke orang lain oleh Henry dengan harga Rp 10 miliar.

Atas perbuatannya, notaris Caroline akhirnya melaporkan Henry ke Polrestabes Surabaya. Setelah melakukan sejumlah penyelidikan, penyidik kemudian penyidik akhirnya menetapkan Henry sebagai tersangka dalam kasus tersebut. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar