Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Senin, 08 Februari 2021

Usai Seret Walikota Non Aktif, Zul Has, KPK Kembali Periksa Wali Kota Dumai Terpilih


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus Kota Dumai Dalam APBNP Tahun 2017 dan APBN 2018 tak hanya berhenti pada Walikota Dumai nonaktif, Zulkifli Asnan Singkah atau Zul AS sebagai tersangka.

Namum Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya tengah melakukan proses pemeriksaan lanjutan terhadap sejumlah saksi, dalam perkara dugaan korupsi itu.

Dalam kasus ini KPK kembali mengagendakan pemeriksaan saksi jumlahnya sekitar 7 orang.

Satu orang diantara saksi yang diagendakan untuk menjalani pemeriksaan, adalah H. Paisal, SKM, MARS, Walikota Dumai terpilih.

Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kota Dumai.

Selain Paisal, KPK juga memeriksa 6 orang lainnya.

Di antaranya Dedi selaku karyawan swasta. Kemudian Benny Akbar wiraswasta.

Jasminto wiraswasta. Lalu Kun Teng, pedagang.

Selanjutnya, M Yusuf Sikumbang, mantan anggota DPRD Riau yang kini sebagai wiraswasta, dan Zulhermanto, wiraswasta.

"Hari ini pemeriksaan saksi untuk tersangka ZAS (Zul AS, red) terkait suap pengurusan DAK Kota Dumai dalam APBNP 2017 dan APBN 2018,”kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin (8/2/2021).

“ Pemeriksaan dilakukan di Kantor Mapolda Riau di Jalan Pattimura Nomor 13 Kota Pekanbaru," imbuhnya.

Sebelumnya, pada pekan lalu, KPK sudah memeriksa sedikitnya 18 orang saksi.

Mereka adalah Haslinar, anggota DPRD kota Dumai 2019-2024, Kimlan Antoni, Wiraswasta CV Putra Yanda, dan Yuhardi Manaf, mantan anggota DPRD Dumai 2009 - 2014 yang kini berwiraswasta.

Selanjutnya, Halimatushakdiah, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Yuli Purwanto karyawan swasta, Dedi karyawan swasta, Muhammad Indra Gunawan Lubis wiraswasta.

Lalu, Joko Purnawan wiraswasta dan Mimi Gusneti pengurus rumah tangga.

Kemudian saksi lainnya adalah Baharudin, Akhmad Khusnul Ilmi, Ghulam Fatoni, Eli Yati, dan Hendri Sandra. Kelima orang tersebut berprofesi sebagai wiraswasta.

Sedangkan empat orang lainnya yakni merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Mereka adalah Said Effendi, Kepala Bidang Perizinan dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Dumai.

Marjoko Santoso, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Dumai.

Muklis Susantri, Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Dumai, dan Humanda Dwipa Putra, seorang PNS.

Zul AS Sudah Ditahan Sejak 17 November 2020

Untuk diketahui, Zul AS sendiri sudah ditahan sejak Selasa (17/11/2020) lalu.

Penyidikan perkara yang menjerat Zul AS ini, sudah dilakukan sejak September 2019.

Zul AS ditahan usai menjalani pemeriksaan di kantor lembaga anti rasuah itu di Jakarta.

Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

Selain Zul AS, KPK telah menetapkan 11 orang lainnya sebagai tersangka.

Di antaranya Amin Santono selaku anggota Komisi XI DPR RI, Eka Kamaluddin selaku pihak swasta/perantara.

Lalu, Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Lalu Ahmad Ghiast selaku swasta/kontraktor.

Ada pula nama Sukiman, anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019.

Natan Pasomba Pelaksana Tugas dan Pj. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua.

Kenam nama di atas tersebut telah divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tipikor.

Selanjutnya, yang juga ditetapkan tersangka, BBD selaku Walikota Tasikmalaya, KSS Bupati Labuanbatu Utara 2016-2021.

PJH pihak swasta sekaligus Wabendum PPP 2016-2019, ICM, anggota DPR 2014-2019, AMS, dan Kepala badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Labuanbatu Utara.

Kronologi Dugaan Korupsi yang Jerat Zul AS

Kontruksi perkara yang menjerat Zul AS, bermula pada Maret 2017. Zul AS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Walikota Dumai ini meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai.

Lalu pada pertemuan lain, akhirnya disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan catatan fee sekitar 2 persen.

Kemudian pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar.

Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar.

Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.

Masih pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan.

Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan.

Tersangka Zul AS kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai.

Yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar.

Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zul AS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.

Penyerahan uang setara dengan Rp550juta dalam bentuk Dollar Amerika, Dollar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dkk dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.

Sedangkan untuk perkara kedua, tersangka Zul AS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.

Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.

Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Oleh karena itu, dalam dua Perkara tersebut, tersangka Zul AS disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini untuk perkara pertama.

Sementara untuk perkara kedua, Zul AS disangkakan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

0 komentar:

Posting Komentar