Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Minggu, 10 Februari 2019

Wujudkan Tujuan Negara Hukum Sesuai Pancasila, ILF LBH Pelita Umat Gelar Diskusi


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Indonesia merupakan negara hukum dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, aman dan tertib namun nyatanya hingga saat ini belum seluruhnya dinikmati lapisan masyarakat. Padahal hal tersebut sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia dalam alinea ke IV Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

" Sehingga salah satu prinsip penting dalam negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan." jelas bantuan hukum Front-FPI Surabaya, Anandyo Prasetyo ditemui sebelum mengikuti diskusi yang digelar oleh Islamic Lawyer Forum (ILF) lembaga bantuan hukum (LBH) Pelita Umat Provinsi Jawa Timur dengan tema quo vadis negara hukum di indonesia antara harapan dan kenyataan di hotel Namira Syariah Surabaya, minggu (10/2).

Menurut Anton sapaan akrab advokat Anandyo Susetyo mengatakan dalam diskusi edisi 4 ini, selain dirinya, LBH Pelita umat Provinsi jawa Timur mendatangkn 4 nara sumber lain diantaranya Prof.Dr. Suparto Wijoyo, pakar hukum Unair, Ahmad , SoKhozinudin, Ketua LBH Pelita Umat Pusat, Sujono Ali Mujahidin, Advokat dan Satya Widarma, LBH Pelita umat Jawa Timur.

Ia menjelaskan dalam pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini juga ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum.

" Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan hidup setiap warga Negara Indonesia, serta Pancasila merupakan sumber dari semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia." jelasnya.

Anton juga menambahkan secara konstitusional Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum namun tidak secara eksplisit rumusan tersebut mencantumkan kata Pancasila. Ketiadaan kata Pancasila dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 tersebut lanjutnya bukan berarti bahwa negara hukum Indonesia tidak dapat dikatakan sebagai negara hukum Pancasila,

" Hal ini dengan argumentasi bahwa mengingat Pancasila merupakan dasar negara, sumber dari segala sumber hukum dan merupakan rechtsidee bangsa, maka keberadaan nilai-nilai Pancasila sudah dengan sendirinya harus dijadikan rujukan dan acuan pada produk hukum di Indonesia." paparnya.


Dijelaskan Anton, Pancasila pada hakikatnya merupakan ideologi terbuka, hal ini ditunjukkan dari fungsi Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang di dalamnya berisi sebagai filosofische grondslag (dasar filsafat dalam bernegara) dan common platforms (kesepakatan para pendiri bangsa) atau kalimatun sawa (titik temu pemikiran-pemikiran) di antara sesama warga bangsa.

" Dengan posisi demikian, Pancasila membuka kesempatan pada semua elemen bangsa untuk memberikan kontribusi dalam mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Sebagai dasar negara, maka Pancasila mempunyai kedudukan dan peran penting dalam mewujudkan keadilan di Indonesia." ujarnya.

Selain itu, lanjut Anton dengan tidak diubahnya Pembukaan UUD 1945 dalam amandemen, maka tidak berubah pula kedudukan Pancasila sebagai dasar-dasar filosofis bangunan  Negara Republik Indonesia. Apalagi terdapat dua sila dalam Pancasila yang secara langsung dirumuskan dengan kata “adil” dan “keadilan”. Yaitu dalam sila kedua maupun sila kelima dalam Pancasila.

" Keadilan sangat berkaitan erat dengan hak. Hanya saja dalam teorisi keadilan bangsa Indonesia, hak tidak dapat dipisahkan dengan pasangan anatominya yaitu kewajiban. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dengan tegas mengamanatkan keserasian antara hak dan kewajiban sebagai manusia yang hidup bermasyarakat. Keadilan hanya akan tegak dalam masyarakat yang beradab atau sebaliknya, selain itu hanya masyarakat beradab yang dapat menghargai keadilan. " urainya.

Keserasian hak dan kewajiban masih kata Anton, menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk berdimensi monodualistis.(arf)

0 komentar:

Posting Komentar