Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 15 Oktober 2014

Surati Hakim, Prilaku Kejari Perak Dituding Seperti Preman


KABARPROGRESIF.COM : Persidangan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan Lumongga Marbun, terpidana kasus pencemaran nama baik dan undang undang IT terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak akibat melakukan eksekusi yang sedianya digelar pada Rabu (15/10/2014) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mendapatkan perlawanan dari Kejari Tanjung Perak.

Sebelum persidangan ini digelar, Kejari Tanjung Perak melayangkan aksi protes yang dituangkan dalam surat ditujukan ke majelis hakim yang diketuai Ekowati. Dalam suratnya, Kejari Perak memprotes sikap hakim yang dianggap menyalahi berita acara persidangan yang dianggap cacat hukum.

Hal itu diungkapkan majelis hakim yang diketuai Ekowati dalam persidangan yang digelar diruang sidang Kartika PN Surabaya, Rabu (15/10/2014).

Dalam persidangan yang tidak dihadiri pihak Kejari Perak selaku tergugat,  majelis hakim Ekowati menyampaikan surat keberatan itu kepada Dr Sudiman Sidabuke,SH,CN,M.Hum., selaku kuasa hukum dari terpidana Lumongga Marbun.

"Ini ada surat dari Kejari Tanjung Perak yang menanyakan kepada kami, atas dasar berita acara apa kami menggelar perkara ini," ucap hakim Eko ke Sudiman Sidabuke dalam persidangan.

Dijelaskan hakim Ekowati, surat protes itu tak akan ditanggapinya, dan sesuai kesepakatan majelis hakim, pihaknya akan melakukan panggilan ulang kepada pihak Kejari Tanjung Perak," kami akan panggil lagi dan surat ini kami abaikan,"pungkas hakim Ekowati sambil menunda persidangan ini satu pekan mendatang.

Usai persidangan, Dr Sudiman Sidabuke,SH,CN,M.Hum., menyesalkan sikap Kejari Tanjung Perak. Dia mengatakan, sebagai institusi penegak hukum, semestinya Pihak Kejari Tanjung Perak lebih menghargai lembaga peradilan bukan menggunakan metode 'premanisme'.

"Semestinya tidak boleh seperti ini, wong mereka juga penegak hukum harusnya mereka datang ke persidangan bukannya berkirim surat dan terkesan memprotes hakim, metode ini seperti melecehkan Pengadilan dan cara cara yang dipakai bersifat seperti preman,"kata Sudiman Sidabuke di PN Surabaya.

Dikatakan Sudiman, sudah dua kali ini , pihak Kejari Tanjung Perak selaku tergugat tidak hadir dalam persidangan gugatan PMH ini."minggu lalu datang tapi langsung ditinggal ketika sidangnya mau digelar, sekarang tidak datang malah melayangkan surat ke majelis hakim,"terangnya.

Gugatan PMH  ini dilayangkan oleh pihak Lumongga Marbun pasca dieksekusi oleh Kejari Tanjung Perak pada 25 September 2014 lalu. Saat dieksekusi, pihak Lumongga meminta agar menunda pelaksanaan eksekusinya lantaran ia masih menyelesaikan permasalaham hukum yang dihadapinya atas satu kasus yang sama tapi divonis dengan dua perkara.

Namun permohonan itu tak dikabulkan pihak jaksa eksekutor Kejari Tanjung Perak dengan dalih hanya menjalankan putusan PN Surabaya.

Nah, pelaksanaan eksekusi itulah dianggap cacat hukum oleh Lumongga Marbun , melalui Dr Sudiman Sidabuke SH,CN,M.Hum., selaku kuasa hukumnya mengajukan perlawanan eksekusi itu melalui gugatan PMH ke PN Surabaya.

"Kami tidak pernah ada pemberitahuan eksekusi, baik secara lisan maupun tulisan, karena itu kami anggap eksekusi ini cacat hukum,"pungkas Sudiman.

Permasalahan terjadi Lumongga terlibat saling menjelek-jelekkan melalui pesan singkat dengan pelapor. Akibatnya, Lumongga dilaporkan ke Polda Jatim pada 29 Pebruari 2012. Dia dijerat dengan undang-undang Teknologi Informasi dan divonis 10 bulan penjara, dengan masa percobaan selama 1,5 tahun pada 31 Oktober 2013.

Kasus saling menjelek-jelekkan itu ternyata bukan hanya dilaporkan di Polda Jatim. Pelapor juga melaporkannya ke Polrestabes Surabaya pada 18 September 2012. Lumongga dijerat dengan pasal pencemaran nama baik atas dasar laporan yang sama. Perkara kedua itu divonis 23 April 2014 dengan hukumannya sebulan penjara dengan masa percobaan enam bulan.

Kemudian Lumongga tiba-tiba di eksekusi dengan alasan adanya tindak pidana kasus pencemaran nama baik. Padahal kasus pencemaran nama baik itu bersumber dari satu perbuatan yang sama, yang dilaporkan dua kali.

Kasus itu bermula saat pelapor Connie Indrowaskito mengirimkan SMS yang isinya menjelek-jelekan suami Lumongga yaitu Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Peralihan dan PPAT di BPN Surabaya II, Poltak Silitonga. Connie sendiri mengenal Poltak karena Kepala BPN Surabaya II memerintahkan agar Poltak membantu mengurus sertifikat tanah milik Connie. Tapi karena suatu hal, Connie tiba-tiba mengirimkan SMS ke lima nomor handphone milik suami terdakwa. Namun ternyata salah satu nomor handphone tersebut ternyata milik anak terdakwa.

Lumongga pun akhirnya membalas SMS Connie dan akhirnya terjadilah perang SMS antara terdakwa dengan Connie. Sayangnya, tujuan terdakwa agar anaknya tidak lagi stres akibat teror SMS Connie itu akhirnya berbalik menjadi boomerang baginya. Dengan alasan jengkel dan marah ,terdakwa kemudian memutuskan untuk mengirimkan SMS balasan yang berisi pengancaman ke Connie.

Hingga akhirnya Connie yang merasa terancam melaporkan terdakwa ke Polda Jatim. "Kalau ku lihat kau (Connie, red) dimanapun akan kujambak, kuseret-seret kau yaaa. Kau yang gatal kuncinya pada wanita dodol. Hanya sekali aku mengenalmu ketika kau datang ke rumahku," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Ali membacakan isi SMS dari terdakwa Lumongga saat dipersidangan lalu.

Atas hal itulah akhirnya JPU Muhammad Ali menjerat Lumongga dengan pasal 29 Jo pasal 45 ayat (3) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (1) UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar