Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 15 Januari 2019

Ini Klarifikasi Mendagri soal Keterangan Bupati Bekasi di Sidang Kasus Meikarta


KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengklarifikasi keterangan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dalam persidangan kasus dugaan suap terkait perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Dalam persidangan pada Senin (14/1/2019), di Pengadilan Tipikor Bandung, Neneng menyebut nama Tjahjo saat menjawab pertanyaan jaksa KPK soal rapat pembahasan Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT) terkait proyek Meikarta seluas 84,6 hektar.

Neneng mengatakan, Tjahjo meminta agar dirinya membantu perizinan Meikarta.

Menurut Neneng, hal itu disampaikan Tjahjo lewat ponsel Dirjen Otonomi Daerah Soni Sumarsono.

"Terkait Bu Neneng, saya telepon juga, sedang dalam rapat terbuka di Kemendagri yang membahas soal Meikarta sehingga di situ sudah disimpulkan, ditegaskan bahwa yang berwenang memberi izin itu adalah Bupati atas laporan Dirjen Otda," kata Tjahjo saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Saat berbicara via telepon, kata Tjahjo, ia meminta Neneng agar menyelesaikan polemik perizinan proyek Meikarta sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Saya telepon Bupati harus selesai clear sesuai ketentuan yang ada, sesuai PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Ya dibantu segera proses izinnya dan dia kan sudah menjelaskan di pengadilan dia jawab siap sesuai dengan peraturan, kan," papar Tjahjo.

Menurut Tjahjo, pada waktu itu ia menekankan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar polemik perbedaan kewenangan menghambat investasi proyek tersebut diselesaikan.

"Dibantu supaya cepat selesai, ini investasi yang besar di daerah terhambat karena masing-masing tumpang tindih, izinnya, maka Kemendagri berinisiatif mengundang gubernur dan pemerintah kabupaten atas saran RDP (Rapat Dengar Pendapat) DPR," kata Tjahjo.

"Jangan sampai investasi itu terhambat karena itu investasi di daerah harus didorong. Tapi sesuai aturan. Soal kemudian dalam proses ada kasus oleh KPK ya itu bukan kewenangan saya," lanjut dia.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar.

Menurut dia, pada waktu itu polemik Pemkab Bekasi dan Pemprov Jawa Barat terkait perizinan Meikarta sudah menjadi perhatian publik.

"Karena berpolemik di ruang publik dari sisi etika pemerintahan kan tidak bagus. Kemendagri sesuai amanat undang-undang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peneyelenggaraan pemerintahan dan itu yang kita lakukan," papar Bahtiar.

Rapat tersebut ditujukan untuk menyelesaikan polemik kewenangan terkait perizinan Meikarta tersebut.

Ia menegaskan, Kemendagri tak bisa ikut campur langsung dalam urusan perizinan proyek.

"Kemendagri lebih pada aspek pembinaan saja. Otoritas mutlaknya memberikan izin atau tidak memberikan izin di pemerintah daerah sesuai aturan. Jadi, tidak dalam konteks mengintervensi, kan begitu, kan enggak mungkin juga Kemendagri tanda tangan izinnya," kata Bahtiar.

Pernyataan Neneng Dalam persidangan, Neneng mengatakan, pada waktu itu dia menghadiri rapat dengan Deddy Mizwar yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat.

Dalam rapat pleno Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) tersebut, Dedi Mizwar meminta agar persetujuan perizinan Meikarta ditunda terlebih dulu. Alasannya, luasan proyek tersebut membutuhkan rekomendasi dari gubernur Jawa Barat.

Setelah rapat tersebut selesai, Neneng mengaku mendapatkan telepon dari Dirjen Otonomi Daerah Soni Soemarsono.

"Saat itu, saya dipanggil ke Ruangan Pak Dirjen Otonomi Daerah, Soemarsono di Jakarta. Saat itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon ke Pak Soemarsono, berbicara sebentar kemudian telepon Pak Soemarsono diberikan kepada saya, dan Pak Tjahjo Kumolo bilang ke saya, tolong perizinan Meikarta dibantu,” ucap Neneng mengulang perkataan Tjahjo.

Neneng pun mengaku mengiyakan permintaan Tjahjo Kumolo.

"Saya jawab, baik Pak, yang penting sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Neneng.

Dalam perkara ini, Neneng bersama sejumlah jajaran pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi diduga menerima suap dari Billy Sindoro dan terdakwa lainnya.

Dalam surat dakwaan Billy, Neneng Hasanah Yasin disebut menerima suap Rp 10,8 miliar dan 90.000 dollar Singapura.

Selain itu, ada sejumlah pemberian lain kepada kepala dinas di Kabupaten Bekasi terkait pembangunan megaproyek Meikarta. (rio)

0 komentar:

Posting Komentar