Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 21 April 2015

Dua Terdakwa Kasus Penipuan Bintara Polri Saling Menyudutkan.

KABARPROGRESIF. COM : (Surabaya). Sidang kasus penipuan penerimaan Bintara Polri dengan terdakwa AKBP Ernani kembali kembali dilanjutkan. Dalam persidangan yang digelar diruang sidang sari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (20/4/2015), Adi Wicaksono (terdakwa lain dalam berkas persidangan terpisah,red) memberikan keterangan tentang peranan AKBP Ernani dalam kasus ini.

Dikatakan Adi Wicaksono, dia bersama terdakwa Ernani, telah merekrut 20 orang calon bintara yang tidak lolos dalam pendaftaran, namun mereka menjanjijan bisa masuk dengan cara jalur khusus dengan biaya perorangnya sebesar Rp 250 juta.

Adi menyebut, dirinya berani menerima para korban, lantaran ada garansi dari terdakwa Ernani yang menjamin bisa meloloskan para korban menjadi anggota Polri.

"Pertama cuma ada 5 orang, kemudian bertambah menjadi 20 orang, itupun berani saya lakukan karena Bu Ernani sanggup menjaminnya bisa lolos tes," terang Adi dalam persidangan.

Dari 20 orang korbannya,  Adi mengaku menerima uang Rp 3,5 miliar. Dan dari jumlah itu, Rp 2,1 milliarnya diserahkan ke terdakwa Ernani secara bertahap dan disertai dengan bukti kuitansi, sedangkan Rp 1,4 milliar digunakan Adi untuk membeli delapan unit mobil yang dibelinya melalui proses lelang.

Tarif Rp 250 juta per orang nya tersebut tidak ditentukan sendiri, melainkan kesepakatan bersama terdakwa Ernani. Ironisnya, biaya untuk meloloskan para calon bintara yang disetorkan ke Jakarta  tersebut tak sebesar yang diminta Adi dan Ernani, yakni hanya Rp 100 juta per orangnya.

"Selain menyerahkan uang, saya juga diminta untuk menyerahkan berkas anak-anak yang tidak lolos dan saya serahkan dirumah Ernani di Palm Spring di Ketintang,"jelas Adi.

Keterangan Adi Wicaksono ini dibantah keras oleh terdakwa Ernani. Dia menyebut, keterangan pengusaha jual beli mobil ini banyak yang salah dan mengarang cerita.

Mantan anggota Biddokes Polda Jatim ini mengaku menerima uang rekrutmen tersebut, namun angkanya tidak sebesar yang disebut Adi Wicaksono. Dia mengaku  hanya menerima Rp 700 juta. "Tidak sampai milliaran, cuma Rp 700 juta saja, dan itupun sudah saya serahkan ke Sri Harnani,"sangkalnya saat dikonflotir dengan keterangan Adi.

Keterangan Ernani ini sangat bertolak belakang dengan penyangkalannnya, saat istri dari Adi bersaksi pada persidangan sebelumnya.  Saat itu Ernani mengaku hanya menerima Rp 1,5 milliar.

Dia menyebut, pengakuan menerima Rp 1,5 milliar itu dilontarkan hanya semata-mata untuk menyesuaikan dengan keterangannya dalam BAP, dengan dalih adanya penekanan dari penyidik untuk disuruh mengakui menerima uang Rp 1,5 milliar. "Karena hanya untuk menyamakan dengan keterangan saya di BAP, saat itu saya ditekan dan disuruh menadatangani keterangan itu,"jelasnya.

Selain itu, Terdakwa Ernani juga memberikan keterangan yang plin plan terkait keterlibatan Sri Hernanik yang disebut- sebut sebagai anggota Porlri yang bertugas di Mabes Polri.

Dalam persidangan ini, Ernani baru membeberkan sosok Sri Hernanik yang ternyata bukan sebagai anggota Polri melainkan seorang pengusaha yang sering menangani sejumlah proyek di Mabes Polri.

"Bukan Polisi, tapi  dia pengusaha asal Blitar,  Hanya saja,dia sering menangani proyek di Mabes Polri. Dan saya percaya kepada dia lantaran sebelumnya pernah meminta tolong, dan berhasil,” jawab Ernani.

Namun, Ernani mengaku kecewa dengan penegakan hukum yang tidak menyeret Sri Heranik sebagai pesakitan dalam kasus ini, padahal dia telah menerangkan ke penyidik kasus ini, jika Sri Hernanik merupakan aktor intelektual atas peristiwa hukum yang dialaminya.

“Saya sudah sebutkan pada penyidik soal keterkaitan Sri Hernanik. Bahkan saya memiliki bukti transfer dan kwitansi atas aliran uang yang ke dia. Saya juga sudah jelaskan pada penyidik siapa yang bersangkutan, tapi tetap saja sampai hari ini tidak ada tindakan,” pungkasnya.

Diakui Ernani, Sri Hernanik lah  yang menghubungkan para calon polisi ini, dengan seorang jendral polisi di Jakarta. “Alamat yang bersangkutan (Sri Hernanik) bahkan sudah saya sebutkan, tapi tetap saja demikian (tidak ditindak),” tambahnya.

Seperti diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) Tining dan Sabetania, mendakwanya melanggar pasal 378 KUHP dan 372 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. Selain Ernani, Kasus ini juga menyeret pengusaha jual beli mobil yakni Adi Wicaksono, yang perkaranya disidang secara terpisah.

Kasus ini sempat membuat  Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Anas Yusuf menjadi 'berang'. Mantan Wakbareskrim Mabes Polri ini, tindakan AKBP Ernani Rahayu ini sangat memalukan Korps Kepolisian, Karena itu ancaman pecat juga akan diberikan ke Ernarni.

Percaloan tersebut terungkap setelah 11 calon bintara yang sudah membayar itu tidak lolos seleksi. Mereka lalu menagih janji Adi Wicaksono dan AKBP Ernani Rahayu Tapi, dua orang itu malah tidak bisa dihubungi. Akhirnya para korban melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim. Laporan itu diproses secara pidana.

Dari praktek percaloan itu Adi Wicaksono menawarkan ke para korban bisa memasukan anak saksi  maupun koleganya menjadi Bintara Polri dengan membayar Rp 250 hingga Rp 300 juta.  Lantas, Adi Wicaksono yang mengaku kepada para korban nya  sebagai orang nomor tiga di PT Pertamina itu bekerjasama dengan terdakwa Ernani untuk mengawal para korban lolos dari berbagai rangkaian tes saat pendaftaran calon Bintara Polri 2014 lalu.

Selain itu, untuk meyakinkan  para korbannya itu,Adi juga mengaku memiliki hubungan kekerabatan  dengan mantan Kapolri Sutarman. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar