Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Kamis, 01 September 2016

Saksi Ahli BAP Malah Sebut Perkara Direktur PT SML Bukan Pidana



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sidang kasus penipuan dan penggelapan yang menjerat Direktur PT Seagete Maritim Line (SML), Hariman Prajogo sebagai terdakwa kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (1/9/2016).

Sidang yang di pimpin majelis hakim Musa Arief Aini ini beragendakan keterangan ahli pidana, DR Solahudin, SH,MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara.

Nah, keterangan Solahudin yang di gadang-gadang sebagai acuan jaksa Lujeng Andayani untuk  membuktikan perbuatan pidana terdakwa malah berbalik arah. Solahudin menyebut bahwa kasus yang membelit Hariman merupakan kasus perdata.

Dijelaskan Solahudin,  kasus pidana tidak bisa berdiri sendiri. Dengan kata lain, harus ada niat dari seseorang dalam melakukan tindakan pidana.

"Misalnya dengan kata-kata bohong dalam melakukan penipuan,"terangnya.

Usai memberikan penjelasan, hakim Musa memberikan kesempatan kepada Mochamad Jawahir, kuasa hukum terdakwa untuk mengorek keterangan Solahudin.

"Jadi begini, jika ada seseorang menyerahkan cek. Namun seseorang itu meminta agar cek itu dicairkan setelah pengerjaan diselesaikan dahulu. Namun ternyata cek itu dicairkan sebelum pengerjaan diselesaikan. Apakah itu bisa dikatakan pidana?" tanya Jawahir kepada Solahudin.

Mendapati pertanyaan dari Jawahir, Solahudin dengan tegas menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan murni kasus perdata.

"Karena dari awal sudah ada kesepakatan yaitu cek diminta agar dicairkan setelah pengerjaan diselesaikan. Berbeda jika tidak ada kesepakatan di awal," jelasnya.

Tak puas dengan jawaban Solahudin, lantas hakim Musa bertanya seputar cek kosong merujuk pada kasus yang menjerat terdakwa.

"Kan pemberi cek mengetahui bahwa uang di rekeningnya cukup atau tidak jika cek itu dicairkan. Terus siapa yang bertanggung atas cek tersebut?" kata Musa kepada Solahudin.

Solahudin pun tetap tegas memberikan jawaban atas pertanyaan hakim Musa. Menurutnya, pemberian cek kosong belum tentu perbuatan pidana dan juga belum tentu perdata.

"Semua tergantung pada materilnya, apakah ada kesepatan atau tidak sebelum pemberian cek dilakukan," pungkas pria yang berprofesi sebagai dosen itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam dakwaan dijelaskan bahwa kasus dugaan penipuan ini bermula ketika terdakwa Hariman menyewa kapal tugboat dan tongkang ke Franky Husen, Direktur PT Samudra Sentosa Abadi (SSA) untuk pengangkutan batubara pada Juni 2014 lalu. Saat itu, terdakwa Hariman berjanji membayar uang sewa kapal itu satu minggu setelah tutup palka.

Setelah menggunakan kapal milik PT SSA, ternyata terdakwa Hariman tidak segera melakukan pembayaran sewa seperti yang telah dijanjikan. Kemudian pada Desember 2014, Franky meminta agar terdakwa Hariman segera melakukan pembayaran sewa kapal sebesar Rp 3,1 miliar.

Kemudian pada 26 Desember 2014, terdakwa menyerahkan 5 lembar cek Bank Mandiri kepada PT SSA. Namun setelah jatuh tempo, ternyata dari 5 lembar cek tersebut, ada 2 lembar cek yang tidak bisa dicairkan, masing-masing cek bernilai Rp 796 miliar. Atas perbuatannya terdakwa dijerat dengan pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan 378 KUHP tentang penipuan.(Komang)

0 komentar:

Posting Komentar