Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 04 November 2014

PN Surabaya Dianggap Sidangkan Perkara 'Sesat'


KABARPROGRESIF.COM  : Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanjung Perak, Tatang Agus Volleyantoro, SH,MH menilai gugatan perlawanan melawan hukum (PMH) yang dilakukan Lumongga Marbun, terpidana kasus pencemaran nama baik dan IT melalui Dr Sudiman Sidabuke,SH,CN, M.Hum  atas eksekusi yang dilakukan pihaknya tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Pasalnya, Pelaksanaan eksekusi tersebut tidak menyimpang dari aturan telah sesuai dengan KUHP. "Kami sudah laksanakan Sesuai prosedur yang diatur dalam Pasal 14 F KUHP,"jelas Tatang saat dikonfirmasi diruang kerjanya, Selasa (4/11/2014).

Dijelaskan Tatang, sebelum menjalankan eksekusi, pihaknya telah dua kali bersurat ke Mantan Ketua PN Surabaya, Hery Supriyono untuk meminta petunjuk atas dua putusan pidana yang telah incracht tersebut.

Dalam surat pertamannya, minta petunjuk apakah atas dua putusan percobaan itu bisa untuk dilakukan eksekusi, kalau memang bisa, apa dasar eskekusi itu.

"Pertama di jawab lisan, Pak Ketua PN Bilang eskekusi saja, lalu kami kirim surat ke dua , menanyakan dasar, akhirnya dikeluarkanlah penetapan oleh Pengadilan,"terang Tatang.

Selain itu, Pria berpangkat Jaksa Madya ini  mengaku sudah melayangkan surat ke PN Surabaya untuk mempertanyakan landasan hukum apa  yang dipakai untuk menyidangkan gugatan yang dilayangkan Lumongga Marbun.

"Kami sudah pertanyakan itu, PN Surabaya menggunakan dasar berita acara apa dalam gugatan ini," pungkasnya

Tatang menyesalkan bila perkara ini dipaksa untuk disidangkan oleh hakim PN Surabaya. Pasalnya
Penetapan pelaksanaan eksekusi tersebut merupakan produk hukum PN Surabaya.

"Bagaimana mungkin penetapan dibuat oleh PN Surabaya sekarang akan di kaji oleh hakim PN Surabaya,"sesalnya.

Kepala Kajari Tanjung Perak ini menilai, gugatan yang dilayangkan terdakwa Lumongga merupakan salah alamat. Pasalnya, yang berhak untuk mencabut pelaksanaan eksekusi tersebut bukan PN Surabaya melainkan pada tingkat Pengadilan Tinggi.
"Yang berhak untuk mencabut adalah Pengadilan Tinggi,"Tegasnya.

Seperti diketahui, Gugatan PMH  ini dilayangkan oleh pihak Lumongga Marbun pasca dieksekusi oleh Kejari Tanjung Perak pada 25 September 2014 lalu. Saat dieksekusi, pihak Lumongga meminta agar menunda pelaksanaan eksekusinya lantaran ia masih menyelesaikan permasalaham hukum yang dihadapinya atas satu kasus yang sama tapi divonis dengan dua perkara.

Namun permohonan itu tak dikabulkan pihak jaksa eksekutor Kejari Tanjung Perak dengan dalih hanya menjalankan putusan PN Surabaya.

Nah, pelaksanaan eksekusi itulah dianggap cacat hukum oleh Lumongga Marbun , melalui Dr Sudiman Sidabuke SH,CN,M.Hum., selaku kuasa hukumnya mengajukan perlawanan eksekusi itu melalui gugatan PMH ke PN Surabaya.

"Kami tidak pernah ada pemberitahuan eksekusi, baik secara lisan maupun tulisan, karena itu kami anggap eksekusi ini cacat hukum,"pungkas Sudiman.

Permasalahan terjadi Lumongga terlibat saling menjelek-jelekkan melalui pesan singkat dengan pelapor. Akibatnya, Lumongga dilaporkan ke Polda Jatim pada 29 Pebruari 2012. Dia dijerat dengan undang-undang Teknologi Informasi dan divonis 10 bulan penjara, dengan masa percobaan selama 1,5 tahun pada 31 Oktober 2013.

Kasus saling menjelek-jelekkan itu ternyata bukan hanya dilaporkan di Polda Jatim. Pelapor juga melaporkannya ke Polrestabes Surabaya pada 18 September 2012. Lumongga dijerat dengan pasal pencemaran nama baik atas dasar laporan yang sama. Perkara kedua itu divonis 23 April 2014 dengan hukumannya sebulan penjara dengan masa percobaan enam bulan.

Kemudian Lumongga tiba-tiba di eksekusi dengan alasan adanya tindak pidana kasus pencemaran nama baik. Padahal kasus pencemaran nama baik itu bersumber dari satu perbuatan yang sama, yang dilaporkan dua kali.

Kasus itu bermula saat pelapor Connie Indrowaskito mengirimkan SMS yang isinya menjelek-jelekan suami Lumongga yaitu Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Peralihan dan PPAT di BPN Surabaya II, Poltak Silitonga. Connie sendiri mengenal Poltak karena Kepala BPN Surabaya II memerintahkan agar Poltak membantu mengurus sertifikat tanah milik Connie. Tapi karena suatu hal, Connie tiba-tiba mengirimkan SMS ke lima nomor handphone milik suami terdakwa. Namun ternyata salah satu nomor handphone tersebut ternyata milik anak terdakwa.

Lumongga pun akhirnya membalas SMS Connie dan akhirnya terjadilah perang SMS antara terdakwa dengan Connie. Sayangnya, tujuan terdakwa agar anaknya tidak lagi stres akibat teror SMS Connie itu akhirnya berbalik menjadi boomerang baginya. Dengan alasan jengkel dan marah ,terdakwa kemudian memutuskan untuk mengirimkan SMS balasan yang berisi pengancaman ke Connie.

Hingga akhirnya Connie yang merasa terancam melaporkan terdakwa ke Polda Jatim. "Kalau ku lihat kau (Connie, red) dimanapun akan kujambak, kuseret-seret kau yaaa. Kau yang gatal kuncinya pada wanita dodol. Hanya sekali aku mengenalmu ketika kau datang ke rumahku," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Ali membacakan isi SMS dari terdakwa Lumongga saat dipersidangan lalu.

Atas hal itulah akhirnya JPU Muhammad Ali menjerat Lumongga dengan pasal 29 Jo pasal 45 ayat (3) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (1) UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.(Komang)

0 komentar:

Posting Komentar