Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 21 September 2016

Ahli Pidana Sebut, Bos Karaoke Happy Puppy Tidak Bisa Dipidana



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Jamin Ginting, Ahli Pidana dari Universitas Pelita Harapan (UPH) memastikan, jika lembaga manajemen kolektif (LMK) dalam hal ini Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), yang justru harus bertanggung jawab atas kekisruhan atas gugatan hak karya cipta yang dilayangkan grup band Radja terhadap owner rumah karaoke Happy Puppy.

Dikatakan Jamin Ginting, terdakwa Santoso Setyadi selaku Pemilik rumah karaoke Happy Puppy Imperium, tidak bisa diminta pertanggung jawaban secara pidana. Mengingat dalam kasus ini pihak karaoke sudah membayarkan apa yang menjadi kewajibannya, sehingga dalam hal ini kewajiban hukum pihak karaoke dengan pencipta lagu sudah tidak ada.

"Sebab, semua kewajiban dan kepentingan yang berkaitan dengan lagu, sudah diambil alih oleh LMK,"jelas Jamin Ginting dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (21/9/2016).

Disinggung terkait kesengajaan pihak karaoke membajak lagu-lagu grup band Radja, Jamin menyatakan hal itu masih perlu pembuktian. “Perlu dibuktikan, ada tidaknya niat pihak karaoke untuk tidak membayar. Jika pihak karaoke sudah membayar meski lagu belum keluar, masak itu dianggap niat tidak baik, tentu tidak kan,” tegasnya.

Sementara itu, terkait dengan aturan perundang-undangan yang mana yang seharusnya diterapkan, mengingat terdakwa dijerat dengan undang-undang hak kekayaan intelektual yang baru meski pada saat kejadian masih berlaku aturan lama. Ditegaskan Jamin Ginting, sesuai dengan pasal 1 ayat 2 KUHP, maka aturan yang paling menguntungkan terdakwa lah yang seharusnya diterapkan.

“Jika ada dua aturan, maka dipilih yang paling menguntungkan terdakwa. Itu prinsip hukum pidana,” tambahnya.

Dalam kesaksian sebelumnya, saksi Kasi Pertimbangan Hukum dan Hak Cipta Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Agung Damar Sasongko juga menyebutkan, seharusnya kasus ini dapat diselesaikan secara perdata. Sebab, munculnya kasus tersebut diakuinya terjadi sebelum Undang-undang no 28 tahun 2014 tentang HKI ini muncul.

"Dalam undang-undang yang lama memang tidak menyebutkan secara pasti tentang apa itu performance right maupun mechanical right. Sehingga, sebelum UU yang baru itu, kebiasaan yang terjadi, menjadikan semua itu sudah jadi satu. Yang terpenting rumah karaoke sudah memenuhi kewajibannya membayar royalti," pungkasnya.

Ia menambahkan, dengan demikian tidak terjadi pelanggaran hukum terhadap rumah karaoke, mengingat dalam klausul perjanjian antara user dengan LMK yang mengelola royalti, terdapat klausul yang melindunginya dari gugatan pihak ketiga.

"Tidak ada pelanggaran hukum, karena sudah menjadi kebiasaan waktu itu, bahwa performing dan mechanical right sudah include," ujarnya.

Seperti diketahui, grup band Radja menggugat dua rumah karaoke, NAV dan Happy Puppy, karena dianggap menggunakan beberapa lagu baru miliknya tanpa ijin. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar