Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Jumat, 04 Agustus 2017

Polemik Tanah oleh PT. Lamongan Marine Industry


KABARPROGRESIF.COM : (Lamongan) Perselisihan tanah antara warga dan Tanah oleh PT. Lamongan Marine Industry di Lamongan hingga saat ini belum selesai.

Padahal pihak kepolisian sudah turut andil untuk mencari jalan keluarnya. namun kenyataannya warga menilai adanya berat sebelah yang dilakukan aparat polres lamongan.

Ini terlihat tak pernah ada pemeriksaan dari pihak polrs Lamongan terhadap PT Lamongan Marine Industry.

Tak menutup kemungkinan terjadi dugaan deal-deal yang pada akhirnya merugikan wong cilik di kawasan itu.

Kejadian ini bermula pada hari Jumat, 16 Juli 2010, pihak PT Lamongan Marine Industry (LMI) mengadakan perjanjian ganti rugi tanah jalan desa Sidokelar dengan beberapa pihak.

Adapun beberapa pihak yang dimaksud adalah Kepala Desa Sidokelar (Ahmat Jaelani), Ketua BPD Desa Sidokelar (Zaini Kusuma), Kepala Dusun Sidokelar (Ghufron), perwakilan dari PT LMI (Djoko A), dan Camat Paciran (Drs. MS. Heruwidi). Dalam perjanjian tersebut, dituliskan bahwa tanah desa yang berada di lokasi PT LMI seluas 5.298 meter persegi, akan diberikan ganti rugi sebesar Rp211.920.000 (dua ratus sebelas juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah).

Namun pada kenyataannya, perjanjian tersebut tidak mengikutsertakan perwakilan warga untuk turut serta dalam perjanjian tersebut. Hal ini diketahui melalui surat perjanjian yang tidak terdapat tanda tangan dari perwakilan warga.

Satu bulan berselang, tepatnya pada tanggal 19 Agustus 2010, dibuatlah surat pernyataan yang ditandatangani oleh Ahmat Jaelani, Zaini Kusuma, Ghufron, dan Heruwidi.

Inti dari surat pernyataan tersebut adalah persetujuan terhadap nominal ganti rugi yang ditawarkan oleh PT LMI dan kesediaan untuk tidak mempermasalahkan atau mengganggu gugat terhadap tanah tersebut.

Selain itu disebutkan juga, aparat perangkat desa yang nama-namanya telah disebutkan di atas, mempersilahkan PT LMI untuk bisa memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan bersama.

Namun sama seperti surat perjanjian di bulan Juli, tidak ada perwakilan warga yang diajak untuk turut serta dalam perjanjian maupu persetujuan yang dilakukan oleh aparat desa.

Ansim merupakan salah satu warga pemilik lahan di kawasan tersebut. Ia memiliki sebagian tanah di kawasan tersebut untuk dijadikan pembenihan udang.

Adapun nama usaha milik Ansim adalah UD Klayar Mas. Namun semenjak tanah jalan desa dibeli oleh pihak PT LMI, ia pun merugi ratusan juta rupiah. Hal ini disebabkan karena jalan desa yang tadinya biasa digunakan sebagai akses keluar masuk atau akses operasional, telah diakui secara sepihak oleh pihak desa dan PT LMI tanpa keterlibatan Ansim, yang merupakan warga pemilik lahan setempat.

Selain kerugian yang dialami karena akses jalan yang tertutup, Ansim juga mengalami kerugian bangunan pada lahan miliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat PT LMI menggunakan bahan ledak untuk menghancurkan beberapa objek, ledakan tersebut rupanya juga merobohkan sebagian bangunan dari tambak udang milik Ansim. Hingga saat ini, Ansim mengaku belum ada ganti rugi sedikitpun yang diberikan kepadanya dari pihak PT LMI.

Terkait hal ini, Ansim telah melaporkannya kepada pihak kepolisian setempat, Polres Lamongan, pada tanggal 16 Januari 2017. Pada laporan tersebut tertulis kronologis kejadian sejak tahun 2010 silam sampai waktu ia melaporkan hal tersebut kepada Polres Lamongan.

Berselang sembilan hari berikutnya, tepatnya tanggal 25 Januari 2017, Polres Lamongan memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan pertama (SP2HP pertama). Isi dari surat tersebut tak lain adalah penunjukan Aiptu Eko Harijanto, S.H yang merupakan Kanit IV Pidana Ekonomi Satreskrim Polres Lamongan sebagai penyelidik atas kasus yang dialami oleh Ansim.

Pada tanggal 3 Maret 2017, Ansim menerima SP2HP kedua dari Polres Lamongan. Disebutkan pada surat itu bahwa tim penyelidik telah meminta keterangan dari beberapa pihak terkait mengenai kasus yang dilaporkan Ansim pada tanggal 16 Januari 2017.

Adapun beberapa pihak yang telah dimintai keterangan oleh tim penyelidik adalah Ahmad Jaelani, Ghufron bin Sarnapi, Muhammad bin (alm) Kusnan, Moh Saiful Bahri, Yatnoko, Heruwidi, dan Agus Edi Santoso.

Selanjutnya dijelaskan bahwa jika ada perkembangan penyelidikan maka pihak kepolisian akan memberitahukannya kepada Ansim. Di mana hingga saat ini, belum ada pemberitahuan lebih lanjut lagi dari kepolisian terkait kasus tersebut.

Di sisi lain, Ansim mengaku pernah mengalami di bawah tekanan oleh seorang oknum agar bersedia menyerahkan lahan tersebut.

Namun Ansim tetap pada pendiriannya  yang ingin mempertahankan lahan tambak udangnya. Jika memang akhirnya ia harus menjual lahan tersebutkepada PT LMI, Ansim tidak mau menjual tanah sesuai dengan NJOP nya, tapi harus sesuai dengan nominal yang ada di pasaran.

Parahnya hal tersebut masih belum disetujui oleh pihak PT LMI. Hal inilah yang membuatnya masih mempertahankanlahan miliknya dan tidakmenjual kepada PT LMI.

Ansim menilai ada beberapa oknum pemerintah daerah yang terlibat dalam kasus yang dialaminya. Karena untukproses pembelian jalan desa tentu harus mengantongi izin dari pemerintah daerah setempat, baik itu dari pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah propinsi.

Selain itu Ansim mempertanyakan satu hal terkait pemeriksaan yang dilakukan tim penyelidik kasus ini.

Pasalnya pemeriksaan yang dilakukannya hanya ditujukan kepada pejabat desa setempat padahal, pada surat perjanjian

Padahal, pada surat perjanjian ganti rugi pada bulan Juli 2010 terdapat nama Djoko A dari pihak PT LMI yang turut membubuhkan tanda tangannya pada surat perjanjian.
Tidak diperiksanya Djoko yang merupakan wakil dari PT LMI oleh pihak kepolisian, membuat Ansim mempertanyakan hal tersebut.

Saat ini, Ansim berada dalam keadaan yang tidak mengerti harus melaporkan kasus ini kepada siapa. Karena baginya, pelaporan kepada pihak kepolisian pun juga tidak berbuah hasil. (adji)

0 komentar:

Posting Komentar