Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 26 Juli 2017

Kelompok kesenian Ludruk Keluhkan Sarana dan Prasarana di THR


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kelompok kesenian Ludruk Irama Budaya yang biasanya manggung di Taman Hiburat Rakyat Surabaya menyampaikan keluhannya kepada kalangan DPRD Surabaya. 
 
Sekretaris Ludruk irama Budaya, Meimura saat audiensi di Komisi D mengungkapkan, bahwa kelompok keseniannya selama 30 tahun berkarya, sudah 7 tahun pentas di THR.
 
“Pementasan di gedung THR atas undangan Pemkot Surabaya,” terangnya
 
Namun, menurut Meimura, pihaknya merasa sarana dan prasarana yang digunakan tidak representative. Dari sejumlah pementasan, banyak penontonnya yang mengeluh karena merasa tidak nyaman dengan kondisi gedungnya.
 
“Penonton menyampaikan toiletnya tak layak. Ketika kami akan menangani, itu kewenangan pemerintah kota,” paparnya.
 
Di sisi lain, Meimura mengatakan, pihaknya juga terbebani dengan biaya-biaya operasional lainnya yang harus ditanggung sendiri seperti listrik, air dan sebagainya.
 
“Soal retribusi  kalau sepi kita digratiskan,” paparnya.
 
Sementara selama ini, menurut Meimura masyarakat yang menyaksikan kesenian rakyat “Ludruk” menginginkan tempat pertunjukkan bagus, indah dan sebagainya. Sedangkan, kelompok kesenian ludruk, hanya memikirkan, bagaim,ana agar pertunjukkannya bagus. Ia menegaskan, kalau ludruk menjadi destinasi wisata kota Surabaya semestinya dibuatkan tempat yang layak, karena kesenian tersebut spesifik.
 
“Ada proses pelatihannya, perlu tinggal di sana, dan tidak bisa satu gedung banyak yang main disana,” paparnya.
 
Ia menbandingkan dengan kesenian  di jepang, yang bernama Kabuki. Kesenian tersebut telah dianggap kekayaan tak benda Bangsa jepang. Sementara, kesenian Ludruk yang lahirnya awalnya dari besutan kemudian berkembang menjadi ludruk sandiwara, yang didalamnya menyajikan tari, paduan suara, lawak dan ada ceritanya kondisinya malah berbeda.
 
“Padahal ludruk menyuarakan pikiran rakyat, sehingga bisa ditularkan ke generasi ke generasi,” tandasnya.
 
Meimura mengungkapkan, kesenian ludruk Irama budaya di THR setiap tahun kedatangan peneliti dari luar negeri yang akan melakukan riset tentang kesenian tradisional ini.
 
“Tak kurang dari 5 – 15 orang luar negeri yang melakuakn riset. Terakhir dari UNICEF dan Australia,” ungkapnya.
 
Ia menyatakan, di THR tak ada perubahan apapun. Pihaknya menginginkan dikembalikan ke tempat semula, gedung ludruk di Pulo Wonokromo.
 
“Saya ingin dikembalikan ke tobong, di situ damai. Di sini (THR) satu minggu manggung banyak keluhan dari penonton. Tapi kami gak ingin salahkan siapapun.” Katanya
 
Menanggapi keluhan seniman ludruk, Ketua Komisi D Agustin Poliana mengapresiasi aspirasi mereka soal kelayakan tempat pertunjukkan. Pasalnya, kesenian ludruk di THR juga memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
 
“Namun memang sarana dan prasarananya tak layak, terkesan kusam dan kumuh,” katanya.
 
Agustin mengaku, selama ini, pemkot Surabaya mengalokasikan anggaran untuk perawatan gedung THR. Namun, ia tak mengetahui besarannya. Ia berharap, pembenahan gedung di THR dilakukan, meski renovasi tersebut tak sebagus dengan rencana pembangunan gedung kesenian di tempat itu setelah kontrak dengan PT Sasana Boga, pengelola gedung THR selesai. (arf)

0 komentar:

Posting Komentar